Share

6. Penjual Obat

Ramza dan Haikal beruntung dipinjami kuda sehingga bisa melesat langsung menuju Marseile. Berjalan kaki mungkin butuh tiga hari, tapi dengan kuda dalam satu hari perjalanan mereka tiba ke tujuan.

Keduanya menginap di penginapan luar kota demi menghemat pengeluaran. Hektor memberi uang cukup banyak, tapi Haikal bersikeras untuk menyewa satu kamar, demi menabung uang untuk judi esok sekembalinya ke Reims.

Ramza membanting badan ke kasur. Seperti anak kecil kedua kaki dan tangan bergerak naik turun hingga seprei kasur kusut. "Kal, bagaimana cara berjualan narkoba?"

"Jualan ya di pasar," jawab Haikal, menutup pintu kamar.

"Jadi kita ke pasar?"

"Ya iya lah. Kata Paman Hektor barang itu di taruh di gang dekat pasar. Pasti beliau menyuruh kita berjualan di sana."

"Yang benar?" Ramza duduk bersila kaki di kasur, memandang Haikal berganti baju. "Emang Paman menyuruh menjual di sana?"

Haikal menggeleng . Dia duduk di tepi kasur di sebelah kasur Ramza. "Percayalah, instingku tidak pernah salah."

"Ya sudah, aku menurut saja." Ramza menguap lebar, terlentang di kasurnya. 

Waktu bergerak dengan cepat. Hari pun berganti. Haikal dan Ramza mengamati situasi dari dalam gang becek.

Suara obrolan pengunjung mendominasi di pasar Marseil. Sesekali terdengar ringkik kuda yang melintas lambat di jalan utama. 

"Sekarang bagaimana?" tanya Ramza. "Apa yang kita lakukan? Serius Kal, aku tidak pernah menjual narkoba sebelumnya, jadi tidak tahu cara atau kode apa yang dipakai. Apa kamu pernah menjual obat itu?"

Haikal menggeleng lalu menepuk dada kanannya di hadapan Ramza dengan percaya diri. "Kamu tenang saja, serahkan pada Haikal, semua akan beres."

Ramza menghela napas. "Itu yang aku khawatirkan."

Keduanya segera membongkar isi kotak kayu. Haikal mengambil beberapa sampel dari sana, lalu menata dalam jaket kulit yang dia kenakan. Cukup lama keduanya berada di gang sempit seperti orang kurang kerjaan. Ramza menanti dengan sabar melihat tingkah Haikal.

"Apa kita harus berada di tempat bau ini?" keluh Ramza. Walau kedua lubang hidung disumpal pakai tisu, aroma busuk di sekitar tetap mendominasi. 

Haikal bersandar tembok, memakai jas kulit panjang dengan bagian bawah nyaris menyentuh kubangan air comberan. "Harus, karena apa yang kita jual adalah benda terlarang jadi harus seperti ini." 

Ramza memandang datar. Dia tidak yakin jika Haikal tahu cara menjadi penjual benda terlarang itu. "Kenapa harus di sini?"

"Kan sudah kubilang tadi."

"Lalu bagaimana kita akan menjual benda itu?"

"Lihat saja, lah."

Ramza yang sembari tadi duduk di atas kotak kayu terlentang di sana. "Aku melihat dari tadi kamu hanya berdiri sok keren dengan pakaian itu."

"Aku sedang mengumpulkan keberanian untuk menghampiri calon pelanggan."

"Bilang saja kamu sebenarnya tidak tahu cara menjual benda itu, kan? Mengaku saja."

Haikal berbalik, mengusap keringat di leher. "Dengar serigala, jangan banyak bicara. Aku memakai pakaian sial ini juga susah, tahu! Panas! Lihat, aku sampai tidak mengenakan apa-apa lagi di balik jas terkutuk ini kecuali celana pendek."

"Siapa yang suruh?"

Haikal balik memandang ke pasar. "Sudahlah, kamu lihat dan pelajarai caraku melakukannya, ya."

Ramza kembali duduk bertepuk tangan dengan cepat. Semangat terpancar di wajahnya. "Woho, akhirnya setelah menanti, pertunjukan akan dimulai! Semangat Haikal!"

"Berisik!" Haikal menghirup napas dalam lalu mengembuskan perlahan seperti ibu sedang melahirkan.

Dengan percaya diri dia melangkah seperti pesumo ke muka gang. Ia menoleh ke kiri dan kanan mengawasi sekitar mencari mangsa. Beberapa Ibu muda membawa anak mereka berbelanja. Dalam pikiran Haikal tujuan mereka memang supaya tertangkap polisi, jadi siapa lagi sosok yang tepat selain Ibu muda? 

"Psst, Nak. Hei Nak."

Seorang anak gadis yang digandeng salah satu Ibu menoleh, menuding wajahnya sendiri, membuat Haikal mengangguk.

Anak itu menarik tangan Ibunya lalu menunjuk ke Haikal. "Ibu, Om itu memanggil. Mungkin dia sakit perut. Lihatlah, dia sedikit membungkuk sambil memegang perut. Kasihan Bu, ayo ke sana, kita harus menolongnya."

Merasa kasihan Ibu muda itu berdiskusi dengan Ibu lain dalam gerombolan. Mereka sepakat menghampiri Haikal. 

"Ada apa Om? Apa perutnya sakit?" tanya anak kecil dengan polos.

"Kok Om, sih! Kak, panggil Kak." Ucap Haikal, membuat para Ibu menahan tawa. "Hei, kalian mau membeli sesuatu?"

"Beli apa, Kak?" tanya seorang Ibu, menoleh ke gang, mendapati Ramza melambai dari tempatnya duduk. Lalu kembali memandang Haikal dengan bingung.  

"Ayo silahkan dipilih." Haikal menarik jaket panjang ke kiri dan kanan. Banyak barang-barang menghias bagian dalam jaket. Mulai serum merah, tabung berisi cairan biru, kantung plastik berisi pil, dan tablet. 

Tiba-tiba para Ibu berteriak sambil menutup mata mereka. Beberapa menutup mata anak mereka. "Dasar cowok mesum!" Mereka berlari menjauhi Haikal.

"Hei!" teriak Haikal. "Kenapa kalian lari? Siapa yang mesum? Hei Kembali!" Ia menoleh ke kiri dan kanan, banyak orang memandangnya dengan heran sambil berbisik-bisik. Haikal tidak mengerti kenapa mereka lari. 

Ia menghampiri Ramza.

"Wah, kenapa pelanggannya kabur semua?" komentar Ramza.

"Entah, aneh sekali. Apa yang salah dengan penampilanku?" Haikal menarik jaket ke kiri dan kanan hingga nampak bagian dalam jaket, juga badan bagian depannya.

Ramza mengamati benda-benda yang tergantung di sana sambil menggosok dagu. "Hmm, entahlah. Mungkin mereka--"

"Itu Pak orangnya!" teriak seorang ibu muda tadi, kembali ke muka gang sambil menunjuk Haikal.

Yang ditunjuk menoleh dengan panik. "Ada apa Nona?" Ia semakin bingung ketika tiga pria berseragam polisi tiba. 

"Jangan takut manutang kecil, kami akan menyelamatkanmu dari jerat manusia mesum!" seru seorang polisi berbadan gendut, "Tangkap manusia mesum itu!" menunjuk Haikal.

"Kenapa banyak orang memanggilku mesum?"

Ramza refleks melompat turun dari kotak kayu ketika dua polisi menyergap Haikal. Badan Haikal terdorong mundur hingga menimpa kotak. Seketika kotak itu hancur dan seluruh obat terlarang di sana berhamburan ketika Haikal berjibaku berusaha melepaskan diri. 

Kejadian ini membuat para pedagang, pembeli dan polisi terdiam melihat apa yang terjadi. 

"Kamu pengedar obat-obatan terlarang, ya? Tangkap dia!" perintah Polisi gendut.

Haikal diringkus oleh kedua polisi, sementara polisi gendut menarik Ramza keluar dari gang bau itu. 

"Kamu tidak apa-apa, Nak?"

Ramza menggeleng.

"Kamu sudah dewasa, kenapa bisa tertipu oleh pemuda mesum itu?" Polisi memandang bengis Haikal. "Bawa dia ke penjara! Sudah mesum, pengedar obat terlarang pula!"

"Pak, Pak." Ramza menarik lengan seragam polisi. "Dia temanku. Aku juga pengedar."

"Hah? Kamu?"

Ramza mengangguk kecil, memberi kedua tangannya untuk diborgol. "Tolong Pak, borgol sekalian biar keren. Tapi jangan di belakang, di depan saja, ya."

Polisi gendut bengong, termenung. Ini kali pertama baginya mendapati seorang pengedar obat terlarang minta ditangkap dan melakukan tawar menawar posisi borgor.

"Minggir!" bentak seorang polisi di atas kuda, melintas di tengah keramaian pasar.

Dua polisi di depannya membuka jalan. Sementara empat orang di belakang kuda diikat tali tambang, berjalan berbaris di kawal oleh tujuh polisi.

"Ada apa, Pak?" tanya Ramza. "Siapa mereka?"

"Entahlah, Nak. Mungkin bandar obat terlarang." Polisi sadar jika Ramza juga pengedar. Ia memborgol manutang itu. "Hei, kalian! Bawa pemuda mesum itu kemari, masukkan ke dalam rombongan!" 

Ramza dan Haikal berbaris masuk ke dalam barisan orang yang tangannya terikat tali tambang. Mereka digiring menuju kantor polisi. 

"Kalian kenapa diikat seperti ini?" tanya Ramza, kepada seorang manusia muda yang wajahnya tersembunyi dalan tudung hijau tua kusam. Akan tetapi pemuda aneh itu tidak menjawab. 

Ramza menoleh ke sekeliling. Tiga orang lain memakai jubah gelap, juga tudung serupa. "Pasti kalian orang-orang jahat. Kalian memang pantas ditangkap!"

Pemuda itu menoleh, tersenyum mendengar ucapan Ramza. "Lihat dirimu, serigala. Kamu juga penjahat, kan?"

Haikal langsung menendang bokong Ramza. "Diam kau berengsek! Gara-gara kamu semua jadi begini!" 

Setelah melewati pasar, mereka sampai di kantor polisi pusat Marseile, sebuah gedung tinggi lima tingkat yang dikelilingi tembok putih tinggi. Beberapa polisi menanti mereka di sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status