Share

7. Raja Jacob

Suara nyanyian burung begitu merdu di taman bunga yang ditumbuhi banyak bunga berkelopak putih. Cahaya matahari pagi menerpa patung seorang wanita bertelinga singa yang memegang tongkat berkepala bundar ke angkasai ujung taman. 

Seorang pemuda duduk di kursi batu sambil membaca buku. Jubah putih berornamen di bagian belakang menutup tunik bangsawan putih berkancing emas. Rambut panjangnya terurai ke belakang. Dia Jacob, Raja Frankia. 

Wajah tirus Jacob mendongak memandang lekat patung di depan. Patung Isabella Lionese, mendiang permaisuri yang sangat dia cintai. 

"Buku ini telah tamat. Bagaimana menurutmu sayang? Apa cerita novel kali ini bagus? Aku harap bagus. Penulis kesukaanmu, Iskariot, setelah mendengar kamu menyukai bukunya, dia segera membuat buku baru tentang dirimu, sayangku. Besok akan aku coba meminta kopian sebelum terbit dan akan kubacakan untukmu seperti biasa. Semoga kamu suka, ya." 

Pria tua melangkah mendekat. Jubah merah tua menutup tunic bangsawan warna hitam, Rambut dan jenggot panjang seperti singa berwarna putih menutup wajah keriputnya. Dia menaruh setangkai bunga mawar putih ke kaki patung, lalu berdiri tegap mendongak memandang wajah Isabela. 

Dia Rufus Lionese, Ayah Isabela, Perdana Menteri, mertua Raja Jacob. "Nyaris delapan belas tahun berlalu. Bagaimana, apa kamu sudah ingin menikah lagi, Rajaku?"

Jacob tertawa. "Apa Ayah bercanda?" 

Rufus menyeringai tanpa berbalik badan. "Kerajaanmu mulai kacau, Nak. Sekte The One mulai berkembang dan memperlakukan Manutang seperti budak."

"The One?"

"Ajaran di mana Manusia adalah makhluk sakral yang memimpin dunia dan semua selain manusia adalah ...." Rufus tidak ingin melanjutkan ucapannya, karena dia yakin Jacob mengerti apa kelanjutan dari kalimat itu. 

"Ada info lain?"

"Ketika kurir kita mengantar undangan untuk perayaan festival musim Gugur, kurir mendapat info jika pasukan Turkoman berhasil menguasai Sassanian di timur jauh. Lalu kabar dari Prussia, mereka mengadakan rekrutan besar-besaran. Menurut duta besar perekrutan itu untuk melakukan ekspedisi ke timur Novgorodin. Mereka sebentar lagi pasti meminta bantuan suplai kepada kita."

"Bagaimana dengan Britton, Andalus, juga Romagna?"

"Kurir membawa surat permintaan maaf dari Raja Britton. Beliau tidak bisa hadir dalam festifal karena tengah terjadi pemberontakan. Sementara Romagna dan Andalusia, tidak ada berita istimewa kecuali keduanya sedang berlomba menemukan pulau misterius di barat."

"Amerika?"

Rufus mendengus. "Terlalu percaya dengan buku kuno bisa membuat gila. Manusia bisa terbang, bisa menyelam, juga pernah mendarat ke bulan. Aku mulai berpikir semua itu hanya dongeng."

"Tapi itu ada di buku tua, kan? Bukan hanya satu, tapi ratusan buku tua."

"Novel cinta pun banyak beredar dan itu hanya karangan."

Rufus membenci buku tanpa berlogika seperti yang banyak ditemukan dalam reruntuhan kuno. Dia menghormati teknologi yang relefan, tapi tidak dengan dongeng seperti itu.

"Para bangsawan ingin menemuimu," lanjut Rufus. "Mereka telah menanti dua hari di Marseile. Apa kamu tidak ingin menemui mereka?"

"Buat apa menemui mereka, hanya membuat sakit kepala."

"Tapi kamu Raja, harus menemui mereka."

"Ayah Perdana Menteri, Ayah bisa menangani mereka."

"Kalau begitu aku saja yang menjadi Raja," ucap Rufus membuat Raja membisu. "Kamu Raja, jadilah Raja."

"Baik, aku Raja, dan kamu pelayanku. Aku perintahkan kamu memerintah kerajaanku. Urus Frankia, jadikan negara besar adikuasi di benua Europin."

Rufus menghela napas panjang, tertunduk memandang ujung kaki patung. "Nyaris delapan belas tahun berlalu. Harusnya kamu bisa kembali seperti dulu. Bersemangatlah, berkuda, berburu, dan pimpin kerajaan ini dengan contoh."

"Yang penting Frankia makmur, itu cukup, kan?"

"Kemakmuran ini tidak akan bertahan lama jika kamu terus begini. Kedua Kakakmu, mereka dapat dengan mudah mendapat dukungan dari para bangsawan dan petinggi kerajaan jika kamu tak bertindak."

"Ada Ayah, kan?" Jacob memandang ke angkasa, memejam menikmati hangat matahari hingga sekelibat bayang melintas di udara. 

Pemuda manutang jenis burung perlahan mendarat. Rambut hitam panjang tergurai lemas. Sayap hitam besar menutup bagian belakang tubuh. Pakaian putihnya senada dengan warna kulit. Ia mendekati Raja, membungkuk sembari tangan kanan mengepal di depan dada Kiri. 

"Adolfus, ada apa?" tanya Jacob, menyambut manutang.

Iris biru Adolf bergerak memandang punggung Perdana Menteri, lalu tersenyum lembut memejam. "Persiapan untuk festival musim gugur nyaris selesai. Semua akomodasi juga pertunjukan untuk--"

"Bagaimana dengan tes Kesatria? Apa semua telah kamu periksa?" tanya Rufus, tetap memandang wajah patung di depannya. 

"Sudah dan siap dijalankan, Perdana Menteri. Anda tidak perlu khawatir."

Rufus beranjak pergi dari sana tanpa memberi salam atau menoleh, membuat Adolf geram.

"Dasar tua Bangka, bahkan di depan Raja dia tidak memberi salam?"

"Sudahlah Adolf, seperti baru kenal Ayah saja."

"Tetap saja ...."  Adolf menaruh botol berisi pil ke atas kursi. "Sudah waktunya, minum obatmu."

Raja menoleh ke berbagai arah memastikan tidak ada makhluk lain yang mengawasi. Ia meneguk beberapa pil lalu meminum air putih. Seketika ia memejam. Jakun naik turun. Keringat bercucuran. Ia membuka mata. Di bola mata muncul garis-garis merah tak beraturan, urat matanya sedikit membesar.

Dari belakang Adolf menekan kedua pundak Raja. "Kamu kuat, tahan, teman, tahan."

Asap tipis keluar dari kulit putih Raja yang memerah seperti direbus dari dalam. Garis merah di mata perlahan sirna. Asap berhenti keluar. Napas Raja tidak beraturan dan sekujur tubuhnya berkeringat dingin. Dia menarik tangan Adolf. "Maya, terima kasih."

"Jangan memanggilku Maya, bagaimana jika ada yang dengar?" 

Adolf adalah wanita bernama Maya Eskudo, karena penampilannya wanita itu sering dikira pria dan dia memanfaatkan semua itu dengan baik, karena di Frankia, wanita jarang bisa memiliki kekuasaan, terutama wanita non darah biru.

"Sampai kapan harus begini?" 

"Hingga rencana kita berhasil." Adolf bertekuk lutut di hadapan Raja, mengintip wajah itu. "Demi Frankia."

"Aku akan mencoba untuk bertahan, tapi--"

"Hanya kamu yang bisa membuat Frankia damai, aman, dan makmur."

Perlahan Maya mengecup bibi Raja. Akan tetapi Jacob membuang wajah. "Oh, lihat siapa yang datang.

Raja melihat Alfa dan Rion melangkah mendekat.

"Aku pergi dulu, Yang Mulia," ujar Adolf, terbang membawa botol obat menjauh.

Rio dan Alfa menghadap Raja. Kedua detektif muda bertumpu satu lutut di hadapan Raja sambil memberi hormat. "Panjang umur Raja Jacob!"

"Katakan, ada apa?"

Rion melangkah maju sambil membungkuk, menyerahkan sekantung plastik kecil berisi sisik kadal lalu kembali ke posisi di sebelah Alfa. Ia mengamati reaksi Raja yang tengah membolak-balik plastik.

"Di mana kamu menemukan benda ini?" tanya Raja seperti tidak terkejut melihat hal itu.

"Di depan pertambangan kuno, dekat kota Parisi. Itu sisik kadal, Yang Mulia. Mungkin sedang terjadi perburuan kadal liar di sana."

Raja tertawa. "Duo detektif terbaik Europin, punya waktu mengurusi masalah kecil seperti ini?"

"Maaf Yang Mulia, tapi populasi kadal besar semakin langka. Satwa itu harus dilindungi dengan berbagai cara."

Alfa memandang aneh Rion yang sedang berbohong di depan Raja. Ia memilih bungkam.

"Lalu untuk ini kamu melapor kepadaku?" selidik Raja, mengumpan kantung plastik kecil kembali ke tangan Rion. "Bagaimana perkembangan kasus Lupin? Apa kalian berhasil mengendus keberadaannya?"

"Ya Yang Mulia. Menurut kabar terbaru, Lupin Von Braun berada di Agincourt. Itu dua Minggu yang lalu, kemungkinan sekarang dia berada di sekitar Rems, Marseille, Parisi, atau Magino." 

Raja mengangguk kecil. Kelompok Lupin Von Braun, adalah kelompok anarkis manutang. Masih simpang siur alasanan keberadaan kelopok yang beranggotakan para manutang, tetapi akhir-akhir ini banyak manutang yang mendukung kelompok ini karena dorongan dari sekte The One. 

"Kalian boleh pergi sekarang," perintah Raja, membuat kedua detektif pergi dari taman. Keadaan kembali sunyi. Raja memandang lekat wajah patung. "Sebentar lagi sayang, sebentar lagi semua akan berubah. Kamu tunggu saja, akan kupastikan anakmu meminpin dengan aman tanpa ada satu makhluk pun yang berani melawannya. Aku berjanji, Isabel." 

Raja bangkit membawa buku yang tadi ia baca. Ia menaruh buku ke sebelah kaki patung lalu melangkah santai menuju pintu gerbang. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status