Share

8. Pertempuran Korup

Tradisi sebelum masuk ke kantor polisi para penjahat berbaris di depan gedung selama beberapa jam. Mereka dijemur seperti ikan asin, lalu dilempari batu kerikil oleh para polisi dan warga yang melintas. Hal ini khusus bagi mereka yang tertangkap tangan melakukan kejahatan.

Setelah tradisi selesai, mereka seperti hewan ternak digiring masuk ke kantor polisi. Sewaktu menjadi polisi Haikal selalu senang menendang pantat para penjahat ketika digiring masuk, sekarang dia tahu rasanya sol sepatu menghantam pantat. 

"Masuk sana, dasar sampah masyarakat!" sentak polisi gendut.

"Berengsek, minta dihajar?" sentak Haikal.

"Haikal sabar, ingat kami penjahat," bisik Ramza.

"Tidak perlu kau ingatkan!" Benar-benar tidak nyaman ketika tali tambang melilit perut. "Tahu begini aku memakai kaos tebal. Sial."

Mereka berhenti di depan pintu ruang pemeriksaan. Seorang polisi jangkung berwajah penuh jerawat menyetop mereka. "Kasus apa?"

"Narkotik," jawab polisi berkumis tipis.

"Banyak uang, dong."

Keduanya tertawa lebar seperti melihat pertunjukan komedi. "Baiklah," jawab si jangkung. "Langsung bawa ke lantai atas menemui Komandan Tinggi."

"Kamu tidak ingin memeriksa mereka dulu? Interogasi di ruang interogasi?" tanya polisi berkumis. Sesuai aturan harusnya begitu, akan tetapi yang ditanya memberi kode dengan kedipan mata.

"Buang-buang waktu saja. Biar Komandan tertinggi yang 'memeriksa'. Kamu tahu kan, narkoik?" 

Polisi berkumis tipis menghela napas. "Mau jadi apa kerajaan ini."

"Sudah sana, jangan sampai orang-orang Komandan Tinggi mendengar keluhmu."

Dari pembicaraan tadi Ramza bisa mengendus aroma ikan asin busuk, aroma khas para koruptor. Banyak wajah di sana tapi mereka seperti bukan koruptor. Mereka mengobrol santai seperti ketika dia masih menjadi polisi. Ramza berusaha memilah-milah, menghapal nomor seri para polisi yang sekiranya korup.  

Mereka sampai di depan pintu bertulis Ruang Komandan Tinggi, Remilus. Setelah mengetuk pintu beberapa kali, polisi berkumis membuka pintu, membawa para tahanan masuk ke ruang kerja Komandan Tinggi. 

Komandan Tinggi  botak sibuk menghitung uang tak peduli dengan kehadiran polisi yang memberi hormat. "Tahanan kasus?" 

"Narkotik, Pak!"

Wajah Remilus sumringah "Ah bagus, sekarang kamu keluar lah. Panggil Komandan Batalion ke lima dan enam kemari, cepat."

"Siap Pak." Polisi berkumis pergi. 

Ramza mengamati sekitar. Ruang kerja ini mirip dengan ruang Komandan Tinggi kota Parisi, hanya lebih mewah. Tergantung lukisan seorang perwira berbingkai emas di salah satu sudut dinding. Terdapat perapian berbingkai emas yang jelas ditambahkan, bukan bawaan dari tata ruang. Di atas meja terdapat banyak koin emas dan kantung uang.

Remil berdeham. "Dengar, kalian para penjahat tengil. Kalian orang baru, ya, di Ibu Kota?"

Haikal mengangguk, hendak menjawab, tapi lelaki bertudung mendahului untuk menjawab. "Iya, kami dari Prussia baru ingin menurunkan muatan, tapi sial polisi Frankia terlalu sigap. Kami tertangkap."

"Nah, kalian sudah tahu kesalahan apa yang kalian perbuat, kan?" tanya Remil.

"Kami belum tahu," jawab Ramza. "Pak, kami ingin tahu hukuman apa yang akan kami terima? Lalu kenapa kami tidak diperiksa seperti tahanan lain? Kenapa kami tidak ditahan di penjara bawah tanah hingga sidah berlangsung, malah dibawa kemari?"

Kesal Haikal menginjak Kaki Ramza. "Diam lah serigala tengik. Berisik."

Remil tertawa riang. Tadi dia tidak memperhatikan para tahanan lain kecuali mereka yang berasal dari Prusia, tapi sekarang Ramza menjadi fokus utamanya. "Ho, manutang muda, kamu ingin tahu apa hukuman yang menantimu?"

Ramza mengangguk.

Pria bertudung mendengus kecil. Ia menyeringai mengejek Ramza. Mungkin dia kaget dengan ucapan bodoh manutang muda itu. 

"Apa salah aku bertanya?" tanya Ramza. "Polisi macam apa kalian? Apa kalian tidak tahu aturan kerja polisi?"

"Tidak Nak, tidak ada yang salah," jawab Remil. "Kami polisi yang sangat baik hati."

Remil duduk di tepi meja kerja tepat di depan Ramza. Mukanya maju hingga Ramza bisa melihat banyak cekungan kecil, kulit berminyak, dan kumis itu tumbuh panjang seperti kumis ikan lele. Tangan kanannya memencet kedua pipi Ramza sampai jari jempol dan jari tengah nyaris menyatu, terpisah kulit pipi.

"Hei, sepertinya kamu hanya pengedar kecil ya?" tanya Remil. "Orang sepertimu memang harus dimasukkan ke dalam tahanan. Di siksa, lalu djual ke Andalus. Aku dengar mereka mencari Manutang muda tampan untuk dijadikan pemuas birahi para gadis tua kaya raya."

"Maafkan dia. Manutang itu baru belajar untuk menjadi pengedar, Pak," jawab Haikal. "Katakan, berapa yang harus kami bayar."

Kasar Remil melepas pencetannya pada pipi Ramza sambil tertawa kencang. "Kamu harus belajar dari temanmu, Nak. Dia lebih paham bagaimana dunia ini berputar." Ia menoleh ke kawanan pria bertudung. Wajahnya menjadi ramah. "Kalian pasti orang-orang kaya."

"Kami hanya pendatang yang mencoba peruntungan, Tuan," sahut pria bertudung.

"Pak Polisi, kami ingin bebas," pancing Haikal. "Tolong bantu. Kami siap melakukan apapun untuk bebas."

Senyum Remil berubah menjadi tawa pedagang mendapat untung. "Lihat manutang muda, temanmu tahu apa yang harus dia lakukan dan apa yang dia mau. Beri lima ratus koin silver, dan sepuluh persen penghasilan kalian setiap bulan. Mudah, kan? Selain itu kalian harus memberi dua bungkus kecil narkotik setiap bulan kepadaku pribadi. Kalian bisa bebas, mendapat proteksi dari polisi Marseile, dan ini tanda partnership kita." 

Remil mengambil pin bundar hitam dengan lambang bunga merah di tengah. Tangannya meminta pada Haikal. "Kamu mengerti kan, anak Muda. Sesuai pesan Raja Jacob, kita butuh kompromi untuk bisa hidup damai. Mohon pengertiannya."

"Tentu Tuan, apapun demi kedamaian Frankia." Haikal siap dengan kantung uang, dia mengoper benda itu pada Remil. "Aku harap kedepannya tidak ada masalah dalam partnership kita, Tuan."

Tawa kemenangan menggema. Remil melempar-lempar kantung ke atas. "Tentu saja, Nak. Selama kita saling mengerti, semua akan berjalan dengan mulus."

Pintu dibuka. Beberapa orang berseragam dinas polisi masuk. Betapa kagetnya Ramza dan Haikal melihat Primus. Mereka seperti tikus melihat kucing membuang muka ke jendela. Beruntung Primus tidak terlalu fokus kepada mereka.

Remus memperhatikan para pria bertudung. "Remil, sepertinya kamu menangkap banyak ikan besar, ya?"

"Kau selalu datang disaat uangku banyak, ya. Ini bagianmu." Remil melempar sekantung uang kepada Primus, tapi pria bertudung menendang kantung itu lalu berdiri mengayun sabre yang tersembunyi di balik jubah, memotong tangan Remil.

Darah segar mancur dari lengan yang terpotong sempurna menebar teror bagi siapaun yang melihat.

Kedua Komandan yang baru datang bersama Primus mengeluarkan pedang hendak menyerang, tapi para pria bertudung lebih dahulu mengarahkan pedang mereka ke leher mereka. 

Pemuda bertudung membuka tudung. Nampak wajah tampan pemuda berkulit putih terawat memandang dingin ke arah Remil, menarik hingga terlentang di karpet merah. Ia menginjak perut gendut itu.

Para polisi tiba membawa senjata lengkap.

"Turunkan senjata kalian. Tuan Jiro Frankish di sini!" teriak seorang pria bertudung, memamerkan badge emas kerajaan. 

Semua polisi bahkan Ramza dan Haikal mertekuk lutut. 

Wajah Remil menjadi pucat. "T-tuan Jiro? A-aku--"

"Diam celeng gendut. Dengan nama Raja Jacob II, pemenang dari perang tiga sisi, Raja Frankia yang Agung, pelindung Manusia dan Manutang. Dengan ini menghukum mati koruptor sepertimu." 

"T-tunggu!"

Pedang Jiro menusuk perut besar Azriel hingga ususnya keluar. Seorang pria bertudung memakai Sabre memenggal kepala koruptor itu.

"Semoga Hokun mengampuni dosa-dosamu. Selanjutnya--" Jiro mundur ketika seorang perwira menyabetkan pedangnya.

"Aku tidak ingin mati! Kalian semua, kalian yang memakan uang haram, ayo bertindak atau kalian akan mati! Revolusi! Revousi! Teriakkan revolusi!""

Sungguh cepat otak Komandan, membuat para polisi korup di sekitar mengangkat senjata. Dia menyamarkan apa yang terjadi dengan revolusi. Suara letus tembakan terdengar. Asap mulai membungmbung. Para polisi korup menyerang polisi yang tidak tahu menahu. Komandan itu meloncat keluar melalui jendela. Keadaan menjadi kacau pertempuran terjadi di kalangan polisi.

"Sepertinya jumlah yang korup lumayan banyak." Haikal memungut pedang, mengoper satu pada Ramza.

"Siapa kalian?" tanya Jiro, bingung melihat Ramza dan Haikal.

"Squiere, salam kenal!" sahut Ramza dengan penuh semangat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status