Share

Segera Saya Nikahi

“Ini rumahnya Om?” tanya Aileen takjub begitu mobil Arsen yang membawa dirinya juga Ayres memasuki gerbang tinggi dan megah kediaman duda tampan itu.

“Menurut kamu rumah siapa? Tetangga?” tanya Arsen sewot.

Aileen menggeleng panik. Sedangkan Ayres yang berada di pangkuan perempuan itu tertawa cekikikan. Arsen yang melihat puteranya tidak beralih dari pangkuan ART baru mereka itu sejak pertama kali masuk mobil, sejenak melongo takjub.

Bagaimana bisa Arsen baru menyadari bahwa Ayres lumayan ‘jinak’ oleh orang baru semacam Aileen? Apa sebelumnya perempuan remaja itu sudah mangancam atau memaksa putranya agar patuh padanya?

“Bibi sekarang tinggal di sini, ya? Pasti dikasih makan sama Papa kok, tenang aja. Papaku baik banget meski kadang suka marah,” jelas Ayres panjang lebar yang dibalas Arsen dengan putaran bola mata malas.

“Papa mau masuk dulu. Nanti kamu suruh dia ketemu Nenek, biar nenek yang kasih tau ruangan dia di mana,” pesan Arsen pada Ayres begitu pria jangkung itu sudah memarkirkan mobilnya di garasi.

Ayres mengangguk mengerti sebelum kemudian menarik lengan Aileen untuk diajak keluar. Aileen mengikuti dengan antusias. Tidak menyangka dia akan mendapatkan tempat tinggal secepat dan sebagus ini---meski hanya menjadi asisten rumah tangga sih.

“Eh ... jangan lari! Sini Bibi gendong aja,” tawar Aileen panik sambil merentangkan lengannya lebar-lebar.

Arsen yang mendengar itu, tanpa sadar menoleh pada perempuan berpiyama hitam satin tersebut. Begitu Ayres dengan tanpa ragu berlari dan naik ke gendongan Aileen, pria beralis tebal itu tersenyum samar.

“Terserah dia makhluk atau perempuan ajaib dari planet mana. Yang jelas ... dia hebat juga.”

***

“Nak, sudah tidur?” Suara seorang perempuan tua yang mengetuk pintu membuat Aileen yang baru saja berbaring langsung bangkit duduk.

“Masuk aja, Nek!” jawab Aileen membuat pintu kamarnya kemudian terbuka.

“Badan kamu pasti pegel banget, ya? Sini Nenek pijitin. Kebetulan ini Nenek udah bawa minyak urutnya sekalian,” ucap Nenek Namira---Mama Arsen sambil tersenyum hangat.

Aileen meringis tidak enak hati. Perempuan itu menggaruk pipinya kikuk. “Aku kan cuma pembantu di sini, Nek. Masak dipijitin sama majikan sih?” tanya Aileen bingung.

Namira terkekeh geli. Wanita dengan rambut yang sudah hampir sepenuhnya beruban itu kemudian duduk di belakang Aileen.

“Kan kamu jadi pembantunya Arsen, bukan Nenek. Kalau bagi Nenek, kamu ya cucunya Nenek,” jawab Namira lembut sambil mulai mengoleskan minyak urut ke telapak tangannya.

Dengan beberapa paksaan, akhirnya Aileen mau membuka bajunya sehingga membuat Namira leluasa mengurut pundaknya. Rasanya ... terlalu nyaman. Sudah sangat lama sejak terakhir kali Aileen dimanjakan seperti ini.

Rasanya ... seolah Almarhumah Ibunya hidup kembali. Sejak tinggal bersama Ayah selepas kematian sang Ibu, dunia Aileen terlalu banyak berubah. Ayahnya yang semula lembut, penyayang dan hangat mendadak menjadi orang yang keras, suka memukul, memerintah dan membentak. Bagian terparahnya ... pria itu bahkan berani menjualnya sebagai taruhan judi kepada juragan di desa.

Mengingat itu semua, tanpa sadar, satu persatu air mata mulai jatuh di pipi Aileen. Sebelum Namira sempat sadar, perempuan 19 tahun itu buru-buru menghapusnya.

“Nenek enggak tau Arsen nemuin perempuan sebaik dan secantik kamu dimana. Tapi yang jelas, Nenek seneng banget karena akhirnya punya temen perempuan di rumah ini.” Namira berucap tulus sebelum kemudian menyelesaikan kegiatan mengurut pundak Aileen.

“Justru aku yang harusnya terima kasih sama Nenek dan Om Arsen. Makasih banyak udah dikasih tempat tinggal sebagus ini.” Aileen menjawab sambil membalikkan badannya menghadap Mama sang majikan.

“Kamu pasti anak yang baik. Kalau nggak gitu, nggak mungkin bocah senakal Ayres bisa langsung nurut terus nempel gitu sama kamu. Maaf ya, kalau cucu Nenek nakal banget.” Aileen mengangguk sebagai jawaban.

Perempuan itu masih tidak menyangka bakal bertemu dengan orang sebaik Namira.

***

Pukul tiga pagi. Aileen terbangun karena perutnya yang meronta kelaparan. Bagaimana ini? Dia jadi menyesal karena sempat melewatkan makan malam hanya karena sibuk menemani Ayres yang demam.

Aileen bahkan baru bisa terlelap pukul 2 pagi. Dia belum cukup tidur tapi juga belum cukup mengisi perutnya. Dengan langkah gontai, Aileen akhirnya bangkit dan segera berjalan menuju dapur. Dia harus mencari sesuatu untuk dimakan.

Begitu sampai di dapur dengan langkah sempoyongan, Aileen mendadak menghentikan langkah begitu melihat Arsen tengah minum di depan kulkas yang terbuka. Karena malu, baru saja Aileen hendak memutar balik kalau saja Arsen tidak lebih dulu bersuara.

“Mau ngapain?” tanya pria itu terdengar menyeramkan di telinga Aileen.

“Enggak ada, Om. Enggak jadi. Aku balik ke kamar dulu,” jawab Aileen panik sambil hendak berlari pergi.

Tapi, belum sampai kemana pun, sebuah tangan menarik kerah tengkuk piyamanya dari belakang membuat usaha kabur perempuan pendek itu malah sia-sia.

“Kamu laper?” tanya Arsen yang akhirnya diangguki Aileen malu.

“I-iya, Om. Aku belum makan dari pagi kayaknya,” jawab Aileen apa adanya sambil mengingat apa saja yang ia lakukan sejak pagi tadi. Mulai dari kabur dari rumah, salah menaiki Bus, tersesat di tengah ramainya kota, sampai menolong Ayres kemudian berakhir di rumah ini.

BRAK!

“Astaga!” Aileen mengerjap terkejut sekaligus terjingkat kaget begitu gebrakan di meja dapur bergema keras.

Dari tangan besar Arsen.

Aileen mendadak gemetar ketakutan. Apa dia sudah melakukan kesalahan? Kenapa Arsen terlihat marah sekali padanya?

“Cepat duduk!” perintah duda dengan alis tebal itu terdengar tidak ingin dibantah.

Aileen mendadak blank.

“Duduk saya bilang!” bentak pria jangkung itu mulai tidak sabaran.

Dengan penuh ketakutan, Aileen akhirnya duduk di sebuah kursi dapur. Tidak berapa lama, Arsen mulai mengeluarkan sebungkus mie instan dari dalam lemari kemudian mengeluarkan beberapa ikat sayur dari dalam kulkas.

Aileen hanya memandangi dengan diam. Ingin bertanya tapi terlalu takut dengan wajah Arsen yang seolah mengatakan ‘jangan berani ganggu saya!’ tersebut. Beberapa menit kemudian, semangkuk mie instan rebus dengan beberapa sayuran terhidang di depan Aileen.

“Ini mau diapain, Om?” tanya Aileen mendadak bodoh.

“Dikasih makan kambing. Ya kamu makan lah! Cepet! Saya nggak mau sampai ada yang enggak makan apalagi sampe kena maag di rumah ini. Inget itu baik-baik!” pertegas Arsen dengan raut wajah kelewat serius.

Aileen mengangguk patuh kemudian mulai makan dengan perlahan. Tapi, tatapan intens Arsen membuat tangan perempuan itu mendadak gemetar hebat saking gugup dan takutnya. Bahkan, sekarang Aileen menjatuhkan sendok di genggamannya ke lantai.

“Ck, ceroboh!” cerca Arsen galak tapi tak ayal segera mengambilkan sendok baru untuk Aileen.

“Kamu harus makan yang banyak. Biar cepet gede. Biar bisa segera saya nikahin buat jadi Mamanya Ayres.” Arsen bergumam santai sambil memangku dagu menatap Aileen.

Seketika, Aileen yang tengah menyeruput kuah mie sotonya langsung tersedak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status