Share

I'm Your Wife : Bukan Dia Tapi Aku
I'm Your Wife : Bukan Dia Tapi Aku
Penulis: Andrea_Wu

Pengkhianatan

Alan baru terbangun dari atas ranjangnya. Jubah tidurnya bahkan masih belum berganti. Jam di nakas baru menunjuk pukul setengah 6 pagi, tapi suara ribut di bawah sudah membuat telinganya tak nyaman.

Wanita bernama Alanair Welington atau sekarang sudah berubah menjadi Alanair Wildberg, karena beberapa bulan lalu dia menikah dengan Gavin Wildberg, penerus tahta Wildberg, seorang tuan muda yang sekarang menjabat sebagai CEO WG Corporation.

Dia membuka kamarnya dan segera berlari menuruni anak tangga.

"Aku hamil."

Suara pertama yang tertangkap telinga Alan, seketika membuat tubuhnya membeku.

Dia melihat adik tirinya berlinang air mata. Duduk bersimpuh di tengah-tengah lingkaran keluarga Wildberg yang menggelilinginya.

"Kau serius!" teriak si bungsu Wildberg, gadis manis bernama Zenaya Wildberg.

"Untuk apa aku berbohong, Nay. I am serious!"

"Ternyata, kau memang perempuan jalang, Luna," ucap Nay yang terlihat mengepalkan kedua tangannya. Disusul suara tamparan yang cukup nyaring dilayangkan oleh Sang Nyonya besar Wildberg pada anak bungsunya.

"Nay!" Alan berteriak dari atas anak tangga. Dia menguatkan hatinya saat mendengar ucapan pedih yang keluar dari bibir adik tirinya.

"Bukankah, Alan lebih jalang dariku."

"Si pemalas, rupanya baru bangun." Grifida Wildberg menatapnya remeh. Wanita sosialita dengan gayanya yang angkuh itu sejak awal tidak pernah menyukai sosok Alanair.

"Alan, kau lihat, adik tirimu benar-benar mengkhinatimu. Dia menusukmu dari belakang."

"Apa katamu, aku dan Gavin sama-sama saling menyukai. Tetapi, perjodohan bodoh itu membuat semuanya buyar seketika." Grifida meraih bahu Luna. Wanita angkuh itu memeluk gadis itu begitu erat, membuat Alan seketika membuang wajahnya.

Hatinya terlalu pedih menyaksikan betapa sayangnya ibu dari suaminya ini pada Luna. Padahal dia adalah menantu di rumah ini.

"Jangan menangis, aku akan menyuruh Gavin bertanggung jawab dengan kehamilanmu," ucap Grifida sembari mengusap pucuk kepala Luna.

"Mama!" Nay berteriak. Dia melirik kakak iparnya yang hanya diam menunduk. Memilih diam dan tidak ingin bertindak.

Nay berdecak kesal. Dia menghampiri Alan yang masih berdiri layaknya patung di tempat yang sama.

"Al, kau jangan hanya diam, kau ingin Gavin direbut olehnya, aku yakin dia berbohong. Luna tidak benar-benar hamil, gadis pendusta."

"Nay, jangan bicara omong kosong. Untuk apa Luna berpura-pura." Lagi-lagi Grifida membelanya, membuat Nay semakin kesal dan Alan yang merasa hatinya semakin remuk.

"Mama, kau percaya padanya!" Jarinya menunjuk tepat di depan wajah Luna.

"Aku bisa membuktikannya." Gadis Welington itu mengobrak-abrik tas miliknya. Dia mengeluarkan selembar kertas dan menyerahkannya pada Nay yang langsung direbut paksa oleh gadis cantik bermata biru tersebut.

Sialan, Nay benar-benar marah. Dia meremat kertas itu dan membuangnya tepat di wajah Luna.

"Kau! Jalang, berani sekali kau mengkhianati Kakakmu, huh!"

"Dia bukan Kakakku, dia hanya gelandangan yang dipungut oleh keluarga Welington, seharusnya dia tahu diri."

Alan seperti kehilangan persendiannya. Tubuhnya lemas mendengar suara Luna yang menyudutkannya. Apalagi hatinya yang sekarang sudah tak berbentuk lagi.

Dia hanya bisa diam menunduk, tanpa bisa melakukan apa-apa.

Selama ini dia selalu diam.

Menjadi gadis bodoh, yang mengikuti arus. Dia terlalu menyukai Gavin yang selalu bersikap dingin padanya.

Dia membutakan matanya, cinta membuat akalnya hilang. Jika selama ini sikap Gavin padanya begitu kaku dan dingin, namun Alan selalu menutup semua panca inderanya.

"Ada apa pagi-pagi sudah berkumpul." Alan baru berani mendongak saat mendengar suara Joshep Wildberg, Tuan besar di rumah ini, suami Grifida sekaligus ayah mertuanya, datang dari luar bersama Gavin yang masih mengenakan pakaian olahraga.

"Gav!" Luna berlari dan langsung menubruk tubuh Gavin. Laki-laki itu masih memasang wajah datarnya, namun kilat di matanya begitu kentara, jika dia terlihat bingung dengan situasi yang sedang terjadi. Dia sekilas melirik ke arah Alan, gadis itu tidak menangis, hanya matanya yang terlihat kosong di balik kaca mata tebal ketinggalan jaman yang gadis itu kenakan.

"Ada apa?" Bahkan intonasi dari suara Gavin pun datar seperti biasa.

"Gav, aku hamil." Wajah cantiknya mendongak menatap Gavin yang tidak merubah raut di wajahnya. Laki-laki itu seperti tak memiliki ekspresi.

"Aku mabuk, saat itu," tutur Gavin.

"I know, but you do it because you have feelings for me."

"Omong kosong, jalang tetaplah jalang!" Nay berteriak lagi. Gadis itu memang tidak pernah menyukai Luna sejak awal.

"Aku bukan jalang, tapi Alan. Aku ingin Gavin menikahiku."

Joseph memijit pelipisnya. "Jangan membuatku pusing, cepat katakan Nona Welington. Apa benar kau hamil dengan putraku," ucapnya dengan mata berkilat dan menatap putranya yang sama sekali tak menunjukan reaksi apapun.

"Gavin, katakan sesuatu," ujar Joseph.

"Aku mabuk, jika dia hamil aku akan bertanggung jawab." Dia berkata begitu santai.

"Jadi, kau benar-benar menghamilinya." Nay bertanya lagi.

"Aku laki-laki normal yang butuh pelampiasan, malam ini aku akan melamar Luna."

Semua orang tercengang di ruangan ini. Alan bahkan sudah tak mampu menggerakan tubuhnya. Ini terlalu tiba-tiba, apa kabar dengan hatinya. Bahkan tubuhnya sekarang sudah merosot ke atas lantai, tanpa air mata tapi tubuh beku layaknya patung.

🍒🍒🍒

Buagh!

Ruangan tengah mansion mewah keluarga Wildberg menjadi saksi bisu di mana seorang Joseph Wildberg yang terkenal sangat menyayangi kedua anaknya dan sosok ayah yang penyabar untuk pertama kalinya memukul putra sulungnya hingga meninggalkan lebam di pipi kanannya.

"Joseph, hentikan!" Suara Grifida terdengar keras diiringi isak tangis melihat putranya jatuh terduduk di samping sofa dengan sudut bibir yang berdarah.

"Dia pantas mendapatkannya, lihat hal bodoh apa yang dia lakukan hingga membuat malu keluarga kita!"

"Gavin tidak bersalah, putraku tidak bersalah! Sejak awal kau lah yang bersalah, seharusnya Luna yang menjadi menantu di keluarga Wildberg, bukan si perempuan buruk rupa yang tidak jelas asal usulnya itu!" Jemari lentik Grifida menunjuk sosok Alan yang berdiri di samping Joseph dengan kepala tertunduk. Sakit yang ia rasakan. Sejak awal wanita anggun yang melahirkan Gavin dan Zenaya itu tak pernah menyukainya. Wanita itulah orang yang pertama kali menentang pernikahannya dengan Gavin 1 tahun yang lalu.

"Aku memilih Alan sebagai pedamping hidup Gavin, karena dia yang terbaik."

"Terbaik katamu, kau buta, dia seorang gelandangan, seorang wanita tidak jelas. Lihat saja, apa yang kita dapat setelah satu tahun menikah dengan Gavin. Mana cucu yang kuinginkan, dia tidak leboh dari perempuan mandul, dan apa yang kau lihat dari si buruk rupa ini, kau ingin keluarga kita punah!"

Luna semakin melebarkan senyumnya. Kemenangan sudah berada di depan matanya. Sebentar lagi, impiannya menjadi Nyonya Wildberg akan segera terlaksana.

"Apapun yang terjadi, aku akan menikahinya, tidak peduli jika Papa ingin membunuhku sekalipun," jawab Gavin dengan wajah tampannya yang dingin.

"Kau." Joseph geram. Dia membuang muka dan beralih menatap sosok menantunya yang kini memilih membisu tanpa ingin berusaha mempertahankan posisinya sebagai pendamping hidup putranya. "Alan," ucapnya kemudian.

Belum sempat lelaki paruh baya itu meneruskan kalimatnya. Buru-buru wajah berlinangan air mata si gadis lugu itu menatap Joseph dengan bibir bergetar. Sungguh ironis kenapa dia begitu cengeng. Istri macam apa yang tidak memiliki nyali hanya untuk mempertahankan posisinya di rumah ini. Selemah itukah dia? Kenyataannya memang dirinya adalah sosok pengecut yang hanya bisa mengalah.

"Aku akan mundur, Papa," ujarnya yang membuat Joseph dan Nay melotot ke arahnya.

"Apa maksudmu, Alan!" teriak Nay. Gadis itu menggoyang kasar tubuh kakak iparnya.

"Itu bagus, jadi aku tidak perlu susah payah untuk mendepakmu dari sini." Suara Grifida kembali membuat hatinya berdenyut nyeri.

"Tidak aku ijinkan kau melakukan itu, Alan adalah menantuku."

"Lalu, bagaimana dengan calon cucu kita, Joseph."

Pria itu mematung. Ingin rasanya dia tidak mempercayai omongan gadis Welington itu. Tapi bukti dari rumah sakit memperjelas semuanya, gadis itu memang tengah mengandung dan putranya sendiri mengakuinya jika Gavin memang pernah tidur dengan Luna. Apa yang harus dia lakukan, posisi Alan akan semakin sulit.

"Berapa uang yang kau inginkan, Nona Welington." Tawaran terakhir seorang Joseph Wildberg. Dia sudah diambang keputusasaan.

Mata Grifida melotot lebar mendengar penuturan suaminya.   Kenapa Joseph begitu keras kepala ingin mempertahankan wanita norak itu, yang jelas-jelas akan merusak citra keluarga Wildberg jika publik tahu putranya menikahi anak pungut yang tidak jelas dari mana asal usulnya.

"Aku hanya butuh pertanggung jawaban, Paman. Bukan uang," tutur Luna percaya diri. Dagunya naik ke atas menyombongkan dirinya layaknya nona muda angkuh.

"Aku akan menikahi Luna, Papa."

"Aku tidak mengijinkanmu, Gavin!" teriak Joseph sekali lagi.

"Aku tidak peduli," sungut Gavin keras kepala. "Dan aku .., akan menceraikan Alan."

Bagai disambar petir. Degup jantung Alan menggila.

Cerai?

Dia tidak pernah siap untuk bercerai. Namun, dia tidak mampu melakukan apa-apa. Saat ini dia hanya bisa diam seperti orang bodoh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status