Siwi tersentak dengan wajah membeku, saat Raka mengatakan akan membawanya ke Samarinda. Dia belum siap jika harus secepat ini berjauhan dari keluarga, terutama orang tuanya. Namun, Raka nampak bukan seorang lelaki yang mudah diajak bernegosiasi. Selepas semua tamu pulang, Raka meminta Siwi malam itu juga berkemas.
“Pekerjaanku di sini bagaimana, Mas?” tanya Siwi pada suaminya yang saat ini tengah berbaring di ranjang pengantin. Lelaki itu menatap langit-langit dengan perasaan sulit diartikan dengan sorot mata. Seperti ada yang disembunyikan, tetapi entah apa.
“Suami adalah raja dan kamu harus menurut. Tidak ada bantahan. Lekaslah berkemas dan kita terbang Ke Balikpapan besok subuh. Jangan lupa matikan lampu sebelum tidur,” pesan Raka sebelum lelaki itu berbalik memunggungi istrinya. Siwi hanya bisa menghela napas kasar dengan mata berkaca-kaca. Ini bukanlah pernikahan yang sesungguhnya. Tidak ada cinta, yang ada hanya siasat seorang
Raka kembali ke rumahnya di kawasan tengah Kota Surabaya tepat pukul tujuh malam. Lelalki itu membuka pintu dan langsung masuk tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Dia tidak sadar, bahwa ayahnya duduk di ruang dapur sambil memperhatikannya. Ya, Raka tinggal berdua saja dengan sang papa. Pria paruh baya yang baru empat tahun menghirup udara bebas, keluar dari penjara. Pria dewas bertubuh gemuk itu memperhatikan gerak-gerik anaknya yang nampka begitu senang. Sudah tiga hari Raka pergi tanpa kabar dan kembali ke rumah dengan wajah sumringah.“Darimana saja kamu, Ka?” tanya Edwin pada putranya. Raka yang akan masuk ke dalam kamar menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada Edwin.“Ada urusan kantor, Pa. Raka masuk dulu,” ujar Raka tanpa mau banyak berbasa-basi. Begitulah Raka dalam kesehariannya. Lelaki yang jarang sekali bicara dan sekalinya berbicara, hanya menjawab yang penting saja. Raka lebih banyak tenggelam di dalam kamar, berk
Semakin kuat Siwi meronta, maka semakin kejam Raka menghujamnya dengan berjuta kepedihan dan luka. Suaranya hampir habis karena berteriak kesakitan sambil mengiba minta dilepaskan, tetapi Raka bagaikan raja iblis yang sedang menghukum budaknya dengan kejam. Lelaki itu sama sekali tidak merasa perlu mengasihani Siwi, karena wanita itu adalah istrinya. Semua yang ada pada wanita itu adalah haknya dan dia bebas memperlakukannya bagaimana pun. Peluh bercucuran dari dahi dan seluruh tubuh lelaki itu, tetapi dia tidak lelah untuk terus mengoyak kepedihan Siwi. Tidak juga usai entah sudah berapa lama. Siwi pun akhirnya pingsan karena sudah tidak kuat menahan lelah dan sakit.“Cuih! Lemah!” Raka turun dari ranjang. Sebenarnya lelaki itu sudah mendapat kepuasannya, tetapi senjatanya tidak benar-benar bisa beristirahat. Jika papanya mempunyai masalah dengan senjata yang tidak bisa bangun, maka dia senjata yang tidak pernah bisa benar-benar tidur.Ra
Raka begitu senang karena Rena mau menerima lamarannya. Walau masih secara pribadi, tetapi wanita itu dengan senang memakai cincin pemberian pria pujaan hatinya, sambil mengangguk cepat. Raka, sang pengusaha yang sedang naik daun, menyukai Rena;sekretaris cantik dan juga seksi. Keduanya sering tampil bersama sejak enam bulan belakangan ini.Raka pribadi yang tertutup, akhirnya tunduk pada pesona Rena yang cenderung agresif mendekatinya. Hubungan keduanya belum diketahui oleh Edwin;papa Raka, ataupun keluarga dari pihak Rena. Mereka masih berhubungan secara sembunyi-sembunyi.Gadis itu masih duduk di pangkuannya dengan manja, sambil meletakkan kepala di pundak Raka. Memperhatikan kekasihnya yang sangat sibuk di depan laptop. Rena memainkan jari yang tersemat cincin mahal dan super bagus. Berkali-kali Rena mengangkat jari manisnya, dan tak hentinya takjub dengan cincin yang ia pakai."Kamu suka?" tanya Raka tanpa menoleh ke arah Rena.Cup!
"Bangun Siwi! Hei, bangun! Sial! Menyusahkan saja!" umpat Raka sembari melepas ikatan tali di kedua tangan istrinya. Siwi lagi-lagi pingsan dengan keadaan sangat menyedihkan. Bagaikan mayit hidup. Tubuhnya kurus kering, rambutnya berantakan tidak pernah disisir. Aroma tubuhnya mau keringat, belum lagi aroma Pesing di kasur, karena Siwi terikat dan terpaksa buang air kecil di sana.Dia bukanlah istri, melainkan budak yang dipasung. Dalam keadaan mungkin hampir mati, Raka sama sekali tetap tidak mengasihaninya. Lelaki itu memindahkan tubuh Siwi ke kursi kayu, lalu dia sibuk melepas kain alas kasur yang sangat berbau Pesing. Tubuh Siwi sama sekali tidak ia tutupi apapun. Lebih kepada, Raka sedikit jijik dengan penampilan Siwi yang kotor seperti gelandangan yang telanjang di jalanan."Kamu dan orang tuamu, bisanya menyusahkanku saja!" umpat Raka lagi dengan menahan napas.Setelah beres dengan kasur. Raka kembali menggendong tu
Srak!Srak!Siwi terus berlari dengan kaki telanjangnya. Menyusuri jalanan hutan dalam gelap malam."Siwi! Matilah Kau dimakan harimau!" pekik Raka dengan suara menggelegar. Siwi pias, kakinya semakin cepat berlari meninggalkan rumah besar.Bugh!"Sst ... Aaargh!" Siwi terjatuh, lalu dengan cepat ia berdiri lagi dan berlari. Burung hutan berterbangan di atas kepala. Saling sahut makhluk hutan lainnya tak membuat Siwi urung, ataupun takut sama sekali. Ia terus berlari, walau kakinya menginjak duri.Jauh dan semakin jauh. Matanya tidak bisa melihat apapun, karena keadaan sangat gelap. Tangannya terluka terkena ranting pohon yang tajam, karena meraba jalan di sisi kanan dan kirinya.Brem!Brem!Suara mobil dari kejauhan, membuat Siwi ketakutan. Ia kelimpungan mencari tempat untuk bersembunyi. Pasti suara mobil itu adalah mobil Raka. Ia pun yakin, ja
3 Tahun Kemudian"Sayang, undangan untuk teman-teman kampus sudah kamu sebar'kan?" tanya Raka pada Rena saat keduanya tengah menikmati makan malam di sebuah cafe di bilangan di pusat kota Surabaya."Sudah semua, Sayang. Persiapan sudah sembilan puluh lima persen. Tinggal kita saja," sahut Rena sambil tersenyum lebar. Matanya kembali melirik cincin berlian pemberian Raka;lelaki yang hampir lima tahun ini menjadi pacarnya."Sepulang dari sini, kita mampir ke rumah ya? Udah kamu hias belum? Aku udah beli furniture yang kamu pesan itu. Udah dikirim dan sudah sesuai dengan kehendak Tuan Putri, bukan?" tanya Raka dengan senyuman hangatnya."Udah, Sayang ... Nanti saja ke sananya. Lagian pamali, belum menikah sudah menempati rumah baru. Kejutan pokoknya. Kamu pasti suka. Oh iya, mulai besok kita sudah tidak boleh ketemu, kata Mama. Aku dipingit," uja
Ini sudah botol minuman keras kesepuluh yang dihabiskan oleh Raka. Lelaki itu bagaikan orang gila yang kehilangan arah, saat ditinggalkan begitu saja oleh calon mempelai pengantinnya, tepat di hari bahagia mereka. Luka pedih itu semakin menganga. Luka akan kekecewaan pada wanita di masa lalu, kini ia dapatkan di masa depan. Lucunya lagi, kejadian itu sama persis saat dia menjadi pahlawan kesiangan untuk Siwi;wanita yang pernah menjadi istrinya.Katakan ini karma, tetapi ini terlalu kejam untuk seorang Raka yang sudah berusaha melupakan kelamnya masa lalu. Tangan kekarnya yang berurat tebal, masih memegang ujung botol kesebelas dan bersiap memasukkannya kembali ke dalam mulut."Jangan diteruskan, Bos! Nanti bisa berakhir di rumah sakit. Tolong, Bos!" Tangan kekarnya dicekal oleh Dion. Asistennya itu tidak tega melihat Raka yang menggenggam minuman keras bagaikan orang kesurupan."Jangan urusi aku! Aku tidak akan pernah mati
Siwi baru saja selesai memasukkan dua puluh kilogram singkong dan dua puluh kilogram jagung ke dalam karung besar. Subuh nanti, selesai salat, dia berencana akan mengantarkannya ke pasar di kota. Kakek Usman sedang tidak sehat, dari kemarin diare. Siwi tidak tega jika membiarkan kakek tua yang telah sangat baik padanya dan juga gadis kecilnya, melakukan pekerjaan berat, disaat kurang sehat."Kamu yakin mau mengantarkan ke pasar?" suara tua itu membuat Siwi menoleh. Kakek Usman masih setengah berbaring di ranjang kayunya yang sudah lapuk."Iya. Kasian Uda Jainal kalau kita tidak mengantar pesanannya. Udah Jainal sudah menjadi langganan terbaik Kakek'kan?" Siwi tersenyum. Lalu beranjak keluar rumah melalui pintu belakang. Maklumlah, namanya di kampung. Di dalam hutan pula. Tidak ada kamar mandi yang berada di satu ruangan. Kamar mandi pasti terpisah dari rumah utama.Awal-awal tinggal bersam