Share

Beauty In The Shadow
Beauty In The Shadow
Author: Ang Lin H

PROLOG

Lampu blitz kamera tampak bercahaya menyorot sosok bertubuh indah di lantai pemotretan. Wanita beraparas cantik, lekuk tubuh nan indah, dan kulit putih bercahaya, dia adalah Neona Bagaskoro.  

Sejak membintangi iklan produk kecantikan di salah satu perusahaan ternama, sejak saat itu nama Neona melejit dalam kurun waktu satu tahun. Karirnya melonjak menyetarai artis Diva Indonesia.

Smile, Mbak Neona!” seru Rio, sang kamerawan, yang sedari tadi mengambil beberapa gambar dari pose Neona yang berbeda-beda.

Setelah satu jam pemotretan, Neona menuruni panggung pemotretan. Dia berjalan ke kursi santainya. Dua wanita dating menyambutnya. Rara—Penata rias Neona—memoles spon bedak di pipi Neona, sedangkan Tuti—manager Neona—langsung  menjabarkan jadwal Neona untuk besok.

“Besok, lo tanda tangan kontrak Smell Production, Na. Terus syuting FTV di Bogor. Lalu, pemotretan gaun pengantin di Lapante Boutique,” jabar Tuti sembari membalikkan kertas jadwal Neona.

Neona mendengus kesal. Ia merasa begitu jengkel mendengar serentetan jadwal kegiatannya yang tak habis-habis. Neona memejamkan mata sejenak. “Huft,” Neona mengendus kesal, “Tut, ada nggak lo agendakan istirahat buat gue? Please, Tut, gue manusia bukan robot.”

“Ada, besok jam satu siang kita ke Darris Hotel, berendam air hangat. Gimana? Lo mau?” cetus Tuti.

Seketika ekspresi sumringah tergambar di wajah Neona. Tatapannya kini tertuju ke layar iPad, membaca sederetan komentar netizen akan sosok dirinya. Seulas senyum menyungging di ujung bibir. Tuti dan Rara saling berpandangan, tatapan mereka penuh tanda tanya, kenapa senyum itu muncul.

“Lo kenapa, Na?” tanya Rara.

“Iya, tingkah lo aneh,” sambung Tuti.

“Hm, gue geli aja baca komentar netizen,” jawab Neona.

“Terus?” Suara Tuti menyidik.

“Andai mereka tau, siapa gue sebenarnya … dulu,” lirih Neona sembari membuang pandangnya.

Rio dan kru yang lainnya sudah bersiap-siap untuk pulang, di sisi lain Neona dan tim manajemennya masih tinggal di ruangan.

Sebelum Tuti melanjutkan kalimatnya, mendadak suara tapak sepatu datang dari arah pintu masuk studio. Ditambah lagi terdapat satu buket bunga mawar di tangannya. Orang itu berhasil mengalihkan perhatian semua orang.

Zenan Alexander, putra pengusaha sukses Gian Alexander, seorang perwira polisi berpangkat Letnan. Lelaki berkepala pelontos itu mendatangi studio tempat Neona bekerja. Ia memang sengaja datang untuk memberikan apresiasi kepada gadis pujaannya.

“Neona, apa kabarmu?” sapa Zenan. Dia menyodorkan buket bunga yang ia bawa khusus untuk Neona.

“Baik,” jawab Neona sekedarnya.

Rio dan beberapa kru lainnya, yang semula hendak meninggalkan tempat itu, kini berhenti dan memilih tinggal. Menonton apa yang akan terjadi kali ini pada lelaki yang selama tiga minggu selalu mendatangi Neona. Hasilnya? Lelaki itu selalu mendapat jawaban berupa tamparan. Rara dan Tuti bahkan sudah lelah menasehati Neona agar tidak berperilaku kasar kepada lelaki yang faktanya masuk kategori lelaki idaman setiap wanita. Entah alasan apa. Bagi seorang Neona, lelaki itu tak jauh seperti sampah.

Neona berjalan mendekat dan menerima pemberian bunga Zenan. Auranya terlihat tenang, tanpa sorot tajam. Rara dan Tuti cukup lega melihat penerimaan Neona tatkala itu, begitu juga dengan Rio yang mengurut dada karena matanya tidak akan ternoda oleh aksi sarkas Neona lagi.

“Kamu nggak capek ya, Ze?” suara Neona yang mulai terdengar mengerikan.

“Sampai kapan pun aku akan tetap mengejar kamu Neona,” tegas Zenan.

“Sampai kapan?”

“Sampai kamu nerima aku,” pungkas Zenan.

Neona menatap sesaat ke arah bunga mawar yang kini berada di tangannya. Ia pun menghela napas dalam dan kembali menatap Zenan denga senyum seringai yang membingungkan.

"Kenapa kamu senyum gitu,Na? Ada yang salah?"tanya Zenan menyidik.

"Kenapa,Ze? Kenapa setelah papa Buyung meninggal,kamu baru baik kayak gini ke aku?Asal kamu tau,jika cinta kamu begitu mahal untuk ku miliki,maka aku lebih memilih untuk tidak memiliki cintamu itu. Jadi Zenan Alexander, berhentilah." Pungkasnya.

Tak berselang lama, ia pun membuang buket mawar, lalu menginjak-injak dan mengusut-ngusut dengan kaki. Sepatu high heels berhasil menggiling dedaunan mawar hingga menempel pada karpet lantai.

Sontak aksi Neona membuat seluruh pasang mata yang ada di dalam ruangan terkejut. Mereka tak menyangka jika sosok artis terkenal dan terhormat seperti Neona begitu kejam dan tak berperasaan terhadap sosok lelaki yang datang dengan ketulusan.

Rio menutup wajah, Rara dan Tuti hanya menutup mulut lebar. Mereka yang terkejut dengan perbuatan Neona yang sudah di luar batas.

“Gila si Neona,” lirih Rio yang membelalak.

“Mbak Tuti, kok ayang bebe kek gitu ya, ih jadi atut Yaya,” kata Rara capruk.

“Dah, Ra. Kita jangan ikut-ikutan, gue aja ngeri lihatnya. Salah apa, sih, tuh cowok sampai neng geulis kek gitu?” tanggap Tuti setengah berbisik.

GLEK

Zenan menelan ludah dalam kerongkongan yang kering. Ia tak menyangka cara kali ini pun tak mampu melunakkan hati Neona yang mengeras. Bayangan masa lalu itu kembali melintasi pikirannya. Bola mata Zenan hanya bisa menatap kosong ke bunga mawar yang sudah dibeli dengan hati tulus.

Dengan santai Neona berjalan melewati Zenan tanpa berucap sepatah kata pun. Rara dan Tuti segera menyusul Neona yang meninggalkan Zenan yang masih mematung.

Sejak saat itu, Zenan memilih mengurung diri beberapa hari dalam kamarnya tanpa aktivitas apapun. Gian cukup terpukul dengan perilaku Zenan yang berubah murung. Kesedihan dan duka yang tak berkesudahan sejak kembali dari L.A beberapa waktu lalu.

Di salah satu sudut ruang yang tak begitu gelap, seorang lelaki bertubuh tinggi tengah menerima panggilan seluler dari sahabat yang sangat akrab dengannya. Laki-laki yang selama hidupnya belum mendapatkan cinta yang diharapkan dari sosok Neona. Seorang laki-laki yang masih berstatus Kakak bagi gadis hatinya, Neona.

“Ya, Nan. Neona berubah. Gue banyak dengar dari manajer  dia. Sudah berapa kali beredar gosip miring soal Neona, Nan,” jelas Theo dari seberang.

“Ya gue tahu, gue akan atasi. Intinya jangan sampai itu mempengaruhi karir dia sekarang ini. Gue minta tolong sama lo ya,” pinta Adnan.

“Ya tapi mau sampai kapan, Nan? Lo juga, mau sampai kapan lo tolerir sikap dia kayak gini, Nan?” tukas Theo yang terdengar mulai kesal.

Adnan bersandar di sofa apartemen, pandangan dan pikiran pria itu menerawang pada sosok dara berusia 19 tahun. Neona Bagaskoro, gadis yang pernah menjadi adik baginya dan gadis yang sangat ia cintai. Sayangnya, sejak peristiwa mengerikan menimpanya, gadis berhati peri itu kini berubah drastis menjadi sosok yang berbeda, angkuh, kasar, acuh, dan dingin. Namun meski demikian, Neona masih menjaga lisannya, gadis itu tak pernah mencaci, menghujat ataupun menyumpahi orang lain. Kepada Adnan, Neona lebih memilih menghindari atau bersuara dingin kepada lelaki itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status