Share

4. Keraguan Bella

Menganga tidak percaya, Bella takjub dengan interior mewah unit apartemen milik Ellard.

Setelah tebak-tebakan akan kemana Ellard membawanya pergi akhirnya ditempat inilah unjungnya.

Bella mengulum senyumnya, tangannya masih bertaut mesra dengan Ellard berjalan lebih dulu.

"Kau suka?"

Tentu saja. Bella mengangguk, lampu-lampu ruangan terlihat menakjubkan dengan warna-warna soft tepat seperti seleranya.

"Satu unit apartemen untukmu."

"Untuk ku?"

Ellard tidak mungkin bercanda kan?

"Iya, untuk wanita cantik bernama Bella Nayaka." Ellard menggodanya lagi, lalu apa yang bisa Bella lakukan selain tersipu dengan pipi memerah.

"Hadiah ulang tahun yang tertunda."

Ellard mencebik mengejek dirinya sendiri. Ulang tahun Bella yang ke dua puluh tujuh, dua bulan lalu. Hari berharga sang kekasih yang tidak sempat mereka rayakan bersama karena kesibukan masing-masing.

Bella berdecak geli, "kuenya mana?" Pintanya mengejek dan itu membuat Ellard tertawa.

"Kau tahu, kue ulang tahun bukan diperuntukkan bagi wanita berusia seperempat abad."

"Dasar!" Bella berpura-pura ingin meninju Ellard yang langsung mengambil tindakan untuk menghindar.

Mereka kemudian tertawa bersama, menertawai diri mereka sendiri layaknya guyonan konyol.

Jauh daripada itu Ellard tiba-tiba menatap Lamat wanita yang tertawa lepas didepannya. Sekarang berdosakah Ellard jika mengatakan 'Keinginan nya memiliki Bella seolah bertambah berkali-kali lipat, setelah menikahi Alura?'

Ah. Sepertinya Ellard memang sudah gila. Tapi pikiran untuk memiliki Bella tetap tidak bisa disingkirkan begitu saja.

Lantas senyum dibibirnya ia terbitkan, seraya membuka kedua tangan Ellard memberikan isyarat pada Bella.

"Sini, cium dulu."

Berdecak geli namun tidak menolak ketika Ellard merengkuh dirinya dan mengecup bibirnya sekilas.

"Ck!"

Bella baru saja ingin memprotesnya, tapi Ellard kembali membawanya masuk sebelum ia membuka suara.

"Kau harus melihat semuanya."

Tentu saja Bella mau, melihat setiap keseluruhan ruangan dengan rasa takjub luar biasa.

Dapur didekorasi modern dengan segala kelengkapan alat-alatnya. Kamar utama yang luasnya hampir lima kali lipat lebih besar dari kamar Bella dirumah. Buku-buku tersusun rapi di bagian kanan kamar. Dan Bella terkejut ketika tidak sengaja menekan salah satu tombol kecil di sisi tembok, tiba-tiba rak buku terbagi menjadi dua. Alhasil pemandangan ruang olahraga dilengkapi fasilitas lengkap langsung memukau Bella.

"Ellard??"

Dia bahkan tercekat, seraya menatap tidak percaya. Sementara Ellard hanya mengedikan bahu mempersilahkan Bella masuk.

"Nanti diwaktu luang kita bisa berolahraga bersama disini."

Pasti akan sangat menyenangkan. Mereka belum pernah melakukanya, jadi tempat ini seperti sebuah mimpi yang dibuat nyata.

Bella benar-benar menyukainya

Hingga kini kaki Bella tertahan pada balkon kamar.

Pemandangan malam memang menakjubkan jika dilihat dari gedung lantai dua belas. Kelap-kelip lampu bangunan dibawah sana, serta lalu lalang kendaraan dijalanan menjadi objek menyenangkan untuk dipandang.

Apalagi ketika Bella menaikan padangan, langit cerah menyambut gembira dengan menampilkan kerlapan bintang pun bulan penuh bersisian seolah tengah berbincang hangat. Yang tak Bella sangka kehangatan itu menular pada dirinya ketika tahu-tahu Ellard memeluknya dari belakang ikut memandang arah yang sama.

"Sedang melihat apa?"

Bella tersenyum, menyentuh tautan tangan Ellard di dadanya, "tidak ada."

"Aku sudah lama sekali memikirkan untuk tinggal bersamamu. Tapi waktuku tidak sesenggang itu untuk mengurus semuanya."

Bukan hanya Ellard, Bella pun sama. Waktu yang Bella miliki juga kian minim. Karena tiga bulan terakhir bolak-balik luar negeri untuk urusan pekerjaan.

"Kau tahu... Kau tidak boleh menyesalinya." Katanya bercanda nyatanya harus menekan kuat hati yang kian terasa perih.

Ellard mengangguk samar menyetujui, tiba-tiba merapatkan diri. Memeluk lebih erat.

"Kau merasakannya?"

Suara rendah Ellard menerpa kulit lehernya membuat Bella nyaris menahan napas.

"Detak jantungku... Apa kau merasakannya?" Ellard memberikan jawaban atas apa yang tak mampu bella tanyakan.

Dan ya... Bella tentu merasakan bagaimana debuman itu bergerak nyaris sama seperti miliknya.

Ia mengangguk.

"Dia terus seperti itu jika bersamamu." Kecupan lembut Ellard labuhkan pada sisi lehernya, "hal yang tidak pernah aku rasakan pada wanita manapun... Bahkan alura sekalipun."

Ellard benar-benar ingin membangun kembali kepercayaan Bella yang sempat ia hancurkan.

"Aku menyesal sudah membuat hubungan kita menjadi serumit ini. " Sesalnya terdengar putus asa "maafkan aku."

Maaf karena telah mengkhianati. Maaf karena sudah menikahi alura. Maaf karena tidak bisa lagi sepenuhnya bersamamu seperti sebelumnya. Dan banyak maaf-maaf lain yang tidak bisa Ellard ungkapkan dengan kata-kata.

Bibirnya terlalu kelu, tapi berharap Bella mau mengerti.

"Permintaan maaf tidak diterima."

Ellard menegang, apalagi tiba-tiba Bella melepaskan diri darinya berbalik dengan wajah tanpa ekspresi.

"Bella-"

Wanita itu kemudian menarik sedikit sudut bibirnya dan perdetik kian melebar.

"Sejak kapan Ellard William yang dominan ini menjadi sangat melankolis dengan meminta maaf berkali-kali atas kesalahan yang sama?"

Bella terkekeh, menangkup kedua sisi pipi Ellard dengan jemarinya. "Jangan membuatku berubah pikiran dengan terus mengungkitnya, Ellard."

Lalu mengecup bibir Ellard Lamat seolah memberikan jawaban kalau ia benar-benar telah melupakan tentang alura.

Ellard belum bisa percaya, tapi ia senang jika Bella menerimanya tanpa mengungkit kesalahan yang bahkan ia sendiri tidak ingin mengingatnya.

"Bukankah aku sudah mengatakan, kalau aku tidak peduli akan status. Karena kau yang tetap bersamaku sudah sangat cukup untuk ku."

Bella memang wanita luar biasa. Ia rengkuh wanita itu kedalam pelukannya, "terimakasih Bella."

Ellard terharu, katakan saja dia lelaki cengeng karena sudut matanya yang mulai berair.

"Aku berjanji tidak akan pernah menyia-nyiakan mu lagi di hari-hari berikutnya..." Mengecup puncak kepala Bella lamat seolah ingin menyampaikan perasaannya melalui itu, "aku berjanji Bella... Aku berjanji."

Mereka terlalu larut dalam perasaan haru, tanpa sadar perselingkuhan itu dimulai dihari ini.

Ya... meskipun tidak bisa dikatakan perselingkuhan telak karena hubungan mereka memang sudah ada jauh sebelum Ellard mengenal Alura. Bahkan Alura pun sempat menjadi selingkuhannya.

Oh Tuhan!

Yang Ellard harapkan, hanya hubungan sederhana penuh cinta bersama wanita yang ia cintai.

Bella Nayaka bukan wanita lain.

***

Terbangun seorang diri diruang temaram ini, Bella sadar ia tidak akan pernah menang bersaing dengan pekerjaan Ellard.

Karena ketika Bella menyalakan televisi, wajah tampan lelaki itu langsung menyambutnya, bagai ucapan selamat pagi tak langsung.

Bella jadi mengira-ngira, jam berapa Ellard terbangun dan bersiap-siap jika di waktu sepagi ini ia sudah tampak mempesona dilayar Tv.

Kini Bella terduduk di sofa menyimak berita apalagi kali ini yang menyoroti Ellard. Namun kemunculan Alura seketika membuat senyum dibibir Bella memudar.

Wanita itu menggandeng mesra kekasihnya. Tersenyum manis kearah kamera.

"Jadi bagaimana mbak Alura, tentang reality show yang katanya akan menampilkan kehidupan sehari-hari rumah tangga kalian. Apakah mbak Alura menerimanya?"

Mata Bella melotot seketika. Pertanyaan salah satu wartawan dijawab tawa ringan oleh Alura, lalu menatap sang suami, "kalian bisa tanya langsung sama suami saya." Katanya sambil menepuk lembut lengan Ellard.

Bella masih berharap Ellard mengatakan tidak karena itu akan menyakitinya perhari karena pasti akan ditampilkan diseluruh platform media sosial, termasuk YouTube dan Instragram.

"Ya. Seperti yang sudah kalian dengar, program itu masih tahap penentuan kapan jadwal syuting akan dimulai. Jadi kalian tunggu saja, jam tayangnya akan segera diumumkan."

Luruh sudah, bahu Bella seketika jatuh. Ia jelas kecewa.

Jadi ini balasannya. Bella harusnya paham kalau Ellard memberikan apartemen ini tentu tidak cuma-cuma.

Ellard: Selamat pagi sayang. Maaf karena meninggalkan mu pagi-pagi sekali, kau tertidur terlalu pulas. Aku jadi tidak tega membangunkanmu. Hanya ingin mengingatkan, nanti sore jangan sampai lupa untuk bersiap pindah ke apartemen. Aku akan mengirimkan supir untuk menjemput mu. Your love Ellard."

Tak lupa emoticon hati Ellard tambahkan diujung kalimat.

Pesan dikirim setengah jam yang lalu, tapi baru Bella terima sekarang karena sebelumnya ponselnya dalam mode mati.

Mendesah kesal, Bella melempar benda pipih itu ke ujung kaki. Ia tidak berniat membalasnya. Entahlah, moodnya jatuh merosot Sampai Bella pun tidak tahu bagaimana cara memperbaiki nya.

***

Kembali pada gedung megah dihadapannya.

Pagi ini Bella kembali bekerja seperti biasa. Blush putih dengan rok pendek selutut menjadi pilihannya kali ini.

"Hi bell!"

Menyunggingkan senyum angkuh Bella melewati seorang pria muda yang menatap kagum padanya.

"Satu cheesecake untuk sarapan pagi."

"Panggil aku kakak, usiaku lebih tua lima tahun darimu."

Bella memang tidak begitu ramah pada orang baru. Apalagi orang sok dekat seperti Farrel.

Ah Farrel--bella bahkan tahu namanya dari Nana.

"Tapi aku tidak ingin menjadi seorang adik untukmu." Tolaknya mengikuti meski langkahnya tertinggal.

"Seorang teman kurasa--"

"Pacar!" Serunya menjengkelkan "bisakah kau melihatku sebagai seorang calon pacar?"

Bella tidak bisa untuk tidak menghentikan langkahnya.

"Apa kau sudah gila?!"

Dan Farrel tersenyum, "Iya... Aku tergila-gila padamu."

"Kau terlalu cil--"

"Cinta tidak harus memandang umur bukan?"

Ini gila. Bella menganga tidak percaya. Apa bocah kecil yang tampannya luar biasa ini baru saja menyatakan cinta padanya?

Bella menggeleng kecil. "Lebih baik kau selesaikan tugas magang dan dapatkan nilai yang lebih baik." Ia mengalihkan perhatian lelaki itu seraya berjalan cepat.

"Selamat pagi pak."

Sean Xabilo-CEO perusahaan tiba-tiba lewat menuntut Bella harus menunduk hormat begitu juga Farrel dibelakangnya.

"Mau kemana bang?"

"Kesiangan lagi?" Tanya Sean agak membentak yang biasanya semua karyawan pasti takut jika Sean sudah dalam mode marah. Tapi Farrel malah terdengar cengengesan seolah tak bersalah.

"Ya sudah. Sana masuk!"

"Siap Boss!" Farrel terkekeh menyenggol lengan Bella karena wanita itu seperti terhipnotis.

"Ayo!" Ajaknya ceria, Bella hanya mengangguk.

Tapi Farrel terlampau tidak sabaran menggandeng dirinya masuk, "cepat nanti Sean marah."

Hanya Farrel yang berani menyebut nama Sean tanpa embel-embel pak.

Tolong jangan katakan lelaki tengil ini ternyata salah satu pewaris OSH grup.

***

"Selamat pagi Nana."

Bella berdecak, bocah kecil seperti Farrel memang sangat meresahkan. Lihat saja bagaimana dirinya yang kini menggandeng mesra Bella tapi menyapa genit wanita lain secara bersamaan.

"Kakak Farrel kakak..." sunggut Nana berpura-pura kesal.

Wanita itu sedang merekap beberapa dokumen lalu menyerahkan pada Farrel. "Nih. Kakak minta tolong berikan berkas ini ke pak Sean."

"Kenapa gak kasih sendiri saja sih?"

"Heh! Anak magang tidak boleh protes."

Lantas Farrel mencebik, bibirnya menggerutu. Entah mengumpat atau apa, tapi Bella menganggap itu lucu.

"Ciee ketawa."

Sontak Bella memutar tubuhnya ke arah Nana. "Na, mau dibuat kan kopi gak?"

"Boleh."

Nana terlalu sibuk dengan pekerjaannya hanya sempat menyahut singkat.

"Bella tu orangnya gengsian ya."

Sudah kepergok memperhatikan Farrel, tapi mengelak.

"Tapi aku juga suka wanita gengsian kok." Ia berujar ceria, sekilas melirik Nana yang geleng-geleng kepala mendengar celotehan ngawur Farrel.

Diusianya yang ke dua puluh dua, kadang membuat Nana tergelak karena tingkah Farrel sama sekali itu belum menggambarkan itu.

"Tugasnya Farrel..." sahut Nana memperingati.

"Siap Nana sayang!"

Begitulah. Putra kedua keluarga Xabilo yang berbeda dengan sang kakak.

Kalau Sean memiliki kepribadian dingin khas pemimpin beda lagi dengan si bungsu Farrel yang berkepribadian ceria dan membawa kehangatan pada sekitar.

Namun kini.

Lelaki muda itu berlari terbirit meninggalkan ruangan setelah mencuri satu kecupan di pipi Nana.

"Farreeeeeeeeeeelll!!!!"

Bella yang masih beberapa langkah lagi mendekati pintu sampai terkejut mendengarnya.

Kemudian ketika melihat Farrel cekikikan sambil berlari keluar membuat Bella tahu apa yang telah terjadi.

"Kenapa?"

Bella terkekeh geli seraya meletakan secangkir kopi yang ia buat khusus untuk Nana, kemudian duduk dimeja kerjanya.

"Lelaki itu... Ah bocah itu." Nana mengganti sebutannya karena terlalu kesal, "dia baru saja menciumku."

Sontak kopi yang belum sepenuhnya masuk ke tenggorokan Bella, keluar menyembur.

"Jangan menertawakan ku!"

Muka Nana terlihat kesal. Tapi bukan itu masalahnya. Bisa-bisanya Nana di cium anak ingusan seperti Farrel.

"Pokoknya kau jangan sampai terpengaruh oleh mulut manisnya." Nana merapikan beberapa lembaran kertas yang sebenarnya tidak perlu ia lakukan, karena itu semakin membuatnya berantakan. "Dia juga mengatakan menyukai ku kemarin."

Bukannya Farrel memang begitu? Dari pertama bertemu saja Bella sudah bisa menilai.

"Semua laki-laki memang sama. Adik CEO, penyanyi, sampai aktor terkenal seperti Ellard pun tidak ada bedanya... Bisa nya cuma mempermainkan hati perempuan."

Seketika Bella menghentikan sesapannya pada kopi yang entah kenapa terasa lebih pahit Pada Bella yakin sekali gula yang ia berikan lebih banyak dari biasanya.

"Aku baru saja melihat berita di televisi. Ellard sepertinya memang bukan manusia... Dia itu setan berwujud malaikat." Nana masih terbawa emosi, "bisa-bisanya ia tersenyum manis seperti tanpa dosa setelah menyakiti mu."

Begitukah pendapat Nana? Seketika isi kepala Bella berputar pada kejadian batalnya pernikahan mereka.

Ellard tidak banyak berbicara ketika itu, hingga akhirnya ayah Bella geram dan menyeret Bella pulang.

Lelaki brengsek yang entah kenapa tetap tidak bisa Bella benci. Bella masih percaya Alura lah pelaku penyebab kehancuran mereka. Alura yang mengambil kebahagiaannya.

"Bell-"

Seolah tersadar Bella mengerjapkan mata, Nana tiba-tiba sudah didepannya menatap khawatir.

"Kau baik-baik saja?"

Tentu saja. Sebelum Nana mengungkit masalah Ellard. Tapi Bella mengangguk seraya tersenyum tipis. "Yaa... Aku baik-baik saja."

"Maaf aku tidak bermaksud--"

"Tidak apa-apa." Bella menyela cepat. Kemudian ia terbitkan senyum sebagai tanda kau ia memang tidak masalah Nana membicarakan Ellard.

Kecanggungan terjadi begitu saja. Beruntung telpon genggam berbunyi memecahkan kesunyian. Nana sudah berlari, menerima panggilan itu sebelum terputus.

"Iya pak?"

"Iya... Iya... Saya kesana sekarang."

Sean Xabilo. Siapa lagi yang bisa membuat karyawan disini memucat hanya karena sebuah panggilan.

Dan yaa... Farrel pemicunya. Karena Bella sempat mendengar Nana memaki namanya sebelum menyusul keruangan Sean.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status