“Hamba berharap, suatu saat angkatan perang yang hamba bangun ini dapat menjadi pasukan penyokong bagi angkatan perang Kerajaan Mbojo juga, jika kelak kerjaan ini mendapat musuh seperti yang dialami oleh Kerajaan Goa saat ini, Yang Mulia. Sebab, datangnya kemungkinan buruk itu sama sekali di luar dari perkiraan kita. Bisa terjadi, dan syukur-syukur tidak terjadi. Kewajibab kita, menurut hamba, ada senantiasa waspada dan bersiap se
Galara Mudu mengabulkan permintaan mantan murid dadakannya dan seluruh anak buahnya dikerjakan di kapal-kapal penangkapan ikan dan pengolahan ikan di daratan. Kebetulan perusahaan-perusahaan di Tanaru itu memang masih terus menambah tenaga kerjanya. Hanya rumah penampungan mereka saja yang dibangunkan. Untuk mereka dibangun lagi beberapa puluh rumah di kawasan kaki gunung di sebelah barat perkampungan utama. Seperti usulan La Sangga, di lembah kecil yang berada di barat daya yang bernama Sera Maju, dibangun perkampungan kecil khusus untuk menampung para wanita dan anak-anak serta kaum jompo jika terjadi pertempuran suatu saat nanti. Lembah yang bernama Sera Maju itu adalah sebuah lembah yang berbentuk tapal kuda karena dikelilingi oleh barisan pegunungan berlereng terjal yang berbentuk setengah lingkaran. Di kaki pegunungan itu terdapat sebuah alir
Dato Hongli mendehem kecil sebelum berkata, “Tentu kami sangat menyambut baik keinginan dari para Sangaji. Hanya saja, tempat tinggal yang kami siapkan makin terbatas. Namun jika para Ndai Sangaji berniat untuk membangun rumah-rumah penampungan khusus untuk para calon prajurit masing-masing, kami sangat berterima kasih. Untuk lahannya, kami bisa mengusahakannya. Di sekitar Tanaru masih banyak lahan yang kosong.” Ucapan yang sama, telah disampaikan pula oleh sang mantan jenderal perang kekaisaran Dinasti Ming itu terhadap para utusan kerajaan lainnya. “Baiklah, Dato, Galara, kami akan menyampaikan hal ini kepada Paduka Sangaji kami,” sahut utusan dari Kerajaan Mbojo, yang diikuti oleh ucapan yang sama dari para utusan kerajaan lainnya. Seperti kesepak
Apa yang diramalkan oleh Dato Hongli itu terbukti beberapa bulan kemudian. Kompeni Belanda yang berada di wilayah Celebes mengirimkan lima kapal perang menuju Tanaru. Lima kapal perang besar itu berisi lebih kurang seribu serdadu. Para nelayan dan kapal penangkap ikan dari Tanaru yang sedang melakukan kegiatannya di Selat Celebes telah memantau kedatangan kapal-kapal itu langsung mengangkat layar dan segera balik ke Tanaru untuk memberitahukan kepada Galara Tanaru, La Mudu. La Mudu pun segera mempersiapkan segala sesuatunya. Termasuk hal pertama yang dilakukan adalah memasang ratusan meriam di sepanjang pesisir sekitar Tanaru, yaitu mulai Pelabuhan Wadu Mbolo sampai ke Pantai Panjang. Demikian juga kapal-kapal perang bekas pampasan dari Pulau Sangiang yang di dalamnya masih terpasang meriam, pun langsung disiapkan di sekitar Selat Gilibanta dengan berpura-pura sebagai kapal nelayan. Di kap
Akan tetapi, ketika ratusan prajurit laut sudah turun ke sekoci-sekoci di kedua sisi kapal-kapal mereka, tiba-tiba dentuman meriam terdengar menggelegar dan beruntun. Peluru-peluru besar sebesar tempurung kelapa itu langsung menghantam keempat kapal secara bertubi-tubi dan membuat dinding kapal besar yang lumayan besar itu bobol bolong di mana-mana. Tetapi kapal yang tengah yang ditumpangi oleh sang perwira pemimpin tak mendapat serangan. Seluruh pasukan laut Belanda yang sama sekali tak menduga mendapat sambutan yang seolah-olah tak masuk akal itu, teramat kaget dan panik. Keadaan huru hara pun terjadi. Mereka yang belum melakukan persiapan sama sekali menjadi kalang-kabut. Lebih-lebih serangan meriam itu disusul oleh suara senapan yang bagai petasan renteng. Segenap prajurit laut langsung merunduk di perut sekoci-sekoci yang mereka tumpangi untuk melindungi diri mereka dari terjangan pelor-pelor itu. Sebagian besar langsung menerjunkan
Peristiwa tertawannya hampir seribu serdadu laut Kerajaan Belanda oleh angkatan perang Tanaru itu menjadi berita yang menggemparkan seantero Kerajaan Bima hingga ke kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya. “Semua itu tentu tak lepas dari kehebatan pemimpin mereka dalam mengatur siasat. Di Tanaru terdapat dua benteng yang sangat kokoh, yaitu Ndai Galara sendiri yang merupakan panglima perangnya dan gurunya yang merupakan mantan jenderal perang sebuah kekaisaran di Dataran Sinae yang menjadi pengatur siasatnya. Latihan perang yang mereka lakukan selama ini akhirnya terlihat hasilnya,”ucap Sangaji Mbojo dengan penuh rasa bangga di hadapan para pembesar kerajaannya. “Aku harap, peristiwa itu menjadi sebuah pelajaran bagi kita selaku sebuah kerajaan untuk tetap waspada dan mempersiapkan diri. Saya ingin, latihan perang angkatan perang kita h
Galara Mudu sangat haru mendengar kesungguhan hati dari para serdadu tawanan itu, lalu kemudian berkata, “Baiklah, saya menghormati keputusan kalian, seperti saya menghormati kalian selama kalian berada di desa ini. Jika memang kalian ingin bergabung dan melatih pajuri baru, saya persilakan...!” Para wakil serdadu tawanan tak mampu menutupi rasa gembira di wajah mereka. Mereka ternyata sudah membicarakan tentang predikat pahit yang mereka terima kelak jika mereka menolak untuk kembali ke Celebes. Mereka akan akan dikutuk oleh bangsanya karena dianggap sebagai serdadu-serdadudesertie(pembangkang). Namun bagi mereka, predikat itu jauh lebih baik daripada mereka disebut sebagai penjajah dan membunuh rakyat yang tak berdosa di kemudian hari! Sepekan kemudian, datang utusan dari Sangaji Mbojo yang memberi kabar, bahwa ada hampir sepuluh kapal dari Celebes dan beberapa
Tiga hari berselang, datang laporan dari Kerajaan Mbojo bahwa ada sekitar lima kapal perang Kompeni Belanda dari arah Celebes dan dua kapal penyokong dari arah barat. Kemungkin dari wilayah komando Lombok atau Bali. Mendapat laporan itu, Galara Mudu dan Dato Hongli segera melakukan koordinasi dengan berbagai pimpinan pasukan di berbagai bagian (divisi). Tiap-tiap bagian langsung mengatur posisi mereka masing-masing. Di luar dugaan, sehari sebelum pasukan penyerbu itu mencapai dataran bagian timur Pulau Sumbawa, pasukan sukarela dari berbagai desa datang dari berbagai desa di wilayah Kerajaan Mbojo berdatangan ke wilayah Tanaru. Jumlah mereka ada ribuan dengan menunggang kuda mereka. Mereka adalah para pemuda dan laki-laki tangguh yang terbiasa dalam berburu, terlihat dengan senjata panah dan tombak yang mereka bawa.
Galara Mudu lalu menoleh kepada Kangjian, sang panglima pasukan berbedil. “Tolong panggilkan Markus, Aldert, atau Timo ke mari.” “Baik, Galara...!” Tiga nama yang disebutkan oleh Galara Mudu adalah pemimpin tiga serdadu Kompeni Belanda yang ditawan yang menyatakan diri ingin berjuang bersama rakyat Tanaru. Karena ketiga serdadu tawanan itu hanya tinggal di Uma Naru yang tak jauh dari Uma Na’e, tak lama kemudian mereka sudah muncul. “Galara memanggil kami?” “Iya, Aldert, silakan duduk. Bagaimana keadaan kalian?” “Iya, terima kasih, kami baik-baik saja, Galara,” sahut Aldert sembari meletakkan pantatnya di kursi kayu ukir nyang diikut