Share

PENDEKAR TAPAK DEWA
PENDEKAR TAPAK DEWA
Penulis: Emde Mallaow

PART 01

         SUASANA rimba Sorowua, seperti biasa, begitu lengang. Burung-burung pun seakan-akan enggan bernyanyi kepada alam. Hari sebenarnya sudah menjelang siang, namun karena rimbunnya pepohonan yang demikian rapat dan berlumut, menjadikan keadaan di rimba ini seperti senja saja. Sinar matahari tak mampu menembus langsung ke dalamnya. Kabut-kabut abadi yang bertebaran di seantero rimba membatasi jarak pandang. Batu-batu cadas yang besar-besar dan berlumut bertebaran di mana-mana. Kondisi yang demikian bukan saja menjadikan suhu di daerah ini begitu dingin, namun juga memberi kesan demikian angker. Maka tidaklah berlebihan, jika warga di desa-desa sekitar kaki gunung rimba ini menilainya sebagai rimba yang sangat besar uraga-nya (sangat angker dan wingit), sehingga amat jarang orang yang memasuki rimba ini seorang diri, baik untuk berburu rusa, sarang madu, maupun untuk mengambil kayu.

      Konon, rimba Sorowua dijaga oleh sesosok siluman putih: berjubah putih, berjenggot putih, berkulit putih, serta bermata sipit. Entah dari mana desas-desus ini bermula. Namun yang jelas, desas-desus itu telah terlanjur dipercayai oleh masyarakat yang bermukim di sekitar kaki gunung sebagai sebuah kebenaran, setidaknya sejak lima belas tahun yang lalu. Walhasil, keperawanan rimba pun masih terjaga!

         Dalam pada itu, di tengah rimba yang katanya sangat angker tersebut, mendadak sesosok bocah laki-laki berlari dengan demikian ringan dan cepatnya menuju ke arah barat.

         Apakah ia juga sesosok siluman selain sesosok siluman yang berjubah putih, berjenggot putih, berkulit putih, serta bermata sipit seperti yang dipercayai oleh masyarakat di sekitar kaki gunung?

        Entahlah. Namun yang pasti, kondisi rimba yang berkabut dengan pepohonan dan bebatuan yang besar-besar dan rapat di sana sini, sama sekali  tidak digubris oleh si bocah yang naga-naganya baru berusia belasan tahun dan berperawakan kekar itu.  Ia berlari seperti layaknya di tanah yang lapang dan jelas. Rupanya si bocah sudah sangat hafal dengan medan rimba. Di kedua belah tangan masing-masing menjinjing seekor kelinci hutan. Rambutnya yang panjang melewati pundak dan terikat semacam kain, masih bisa bebas meriap kebelakang akibat kencangnya larinya.

       Ketika tapak kakinya mendekati mulut sebuah jurang panjang sempit namun sangat curam yang menghadang di depannya, si bocah bukannya menghentikan larinya. Namun…

       "Hupp...!!"

      Hanya dengan satu gerakan ringan mulut jurang itu pun dilampauinya. Kedua kakinya menapak indah di pinggir jurang seberang. Sesaat si bocah berhenti, menengok ke belakang, ke mulut jurang, dan berucap ngeri, "Hiiih...!!" Seperti ada sesuatu yang lucu, ia pun cekikikan, lalu kembali melanjutkan larinya.

       Akan tetapi, belum lagi jauh dari mulut jurang sempit, mendadak satu kilatan cahaya putih kemilau menderu dahsyat kearah si bocah.

      Wusss...!!

     "Eittt...!" si bocah melakukan satu gerakan salto yang sangat cepat, melampaui ujung cahaya putih yang sangat mematikan itu.

     Dummm...!!

     Sebuah bunyi dahsyat terjadi. Cahaya putih kemilau itu menghantam dinding sebuah bebatuan raksasa yang tak jauh dari samping si bocah. Dinding batu cadas itu rontok dalam bentuk serpihan-serpihan kecil yang menghitam. Bisa dibayangkan, jika serangan cahaya itu mengenai tubuh si bocah, mungkin tubuh si bocah akan berubah menjadi setumpuk abu, yang kemudian lenyap berhamburan dalam sekejap! 

      Tetapi anehnya, si bocah, yang rupanya bukanlah seorang bocah sembarangan, bukannya menggubris serangan berbahaya itu, apalagi sekedar mengelus dada, justru dengan cueknya ia kembali cekikikan sembari melanjutkan larinya.

       Namun, belum lagi beberapa jauh si bocah berlari, tiba-tiba sebuah bola api raksasa kembali menderu, memburu cepat ke arahnya.

        

   Seolah-olah si bocah tak ambil peduli. Akan tetapi, ketika bola api itu tinggal beberapa meter lagi menghantamnya, tiba-tiba tubuh si bocah seolah-olah menyemplung ke dalam bumi dan bola api menghantam sebatang pohon yang berada di depan hingga tumbang dan terbakar. Lalu tiba-tiba si bocah muncul kembali ke permukaan, menggeleng-geleng pelan, cekikikan, lalu melanjutkan lagi larinya.

        Akan tetapi lagi-lagi dari arah samping satu bola api lagi datang menderu ke arahnya. Kaget juga si bocah mendapat kiriman bola api maut itu. Ia menghentikan larinya. Sadarlah ia bahwa seseorang tengah mengintainya, dan menghendaki nyawanya. Namun ia tidak sempat berpikir tentang siapakah gerangan orang yang hendak mencelakakannya itu, karena bola api demikian cepat melesat ke arahnya. Dan ketika beberapa kejap mata lagi bola api itu akan meluluhlantakkannya, si bocah menghentakkan kakinya dan tubuhnya melesat ke atas lalu sehingga bola api lewat di bawahnya.

      Bumm...!!!

      Satu ledakan dahsyat yang disertai kepulan asap hitam pekat terjadi. Bola api menghantam permukaan bumi di mana si bocah tadi berdiri. Ketika asap hitam tebal lenyap, maka tampaklah sebuah lubang menganga yang menyerupai kawah telah tercipta. Kenyataan itu memberi gambaran, bahwa bola api itu merupakan hasil olah nafas dan tenaga dalam tingkat tinggi dari sang empunya. kedahsyatannya setingkat di atas serangan pertama berupa cahaya putih kemilau.

     "Woiii...!" Teriakan si Bocah membahana. Dengan sikap waspada tinggi, ia mengedarkan pandangannya ke seantero daerah di sekelilingnya. Tapi tak tampak siapa-siapa, kecuali senyap kembali setelah gema suaranya lenyap. "Aku bisa pastikan bahkan kau bukanlah jin atau henca Jadi tak perlu petak umpet. Jika ingin bermain-main denganku, maka tampakkan saja wujudmu. Tak perlu sembunyi-sembunyi begitu...!" (Henca = siluman; demit)

     Tak ada sahutan, kecuali gema suaranya sendiri.

     "Sangat burukkah wajahmu, sehingga kau tak berani menampakkan diri? Atau sangat bau...?" Si bocah kembali mencoba menyapa. Namun lagi-lagi hanya disahuti oleh gema suaranya sendiri. Beberapa lama menunggu, masih juga tak ada tanda-tanda jika sang pengintai dan penyerang ada di sekitar itu.

      "Jika kau tidak juga mau menampakkan diri, lebih baik aku melanjutkan perjalananku! Tak ada untungnya bagiku untuk melayani manusia aneh dan jelek sepertimu...!" Dan naga-naganya si bocah tak berminat untuk mendengar tanggapan dari si mahluk misterius, ia pun melanjutkan perjalanannya.

      Akan tetapi, baru beberapa langkah ia berlari si bocah, telinganya mendengar suara "krekk...!" dari arah belakangnya. Seperti suara reranting kering yang terpijak. Saat ia menoleh ke belakang...

      Wuss...wuss...wuss...!!

       Puluhan batang kayu yang rata-rata sebesar paha orang dewasa meluncur deras mengancam tubuh si bocah. Sesaat si bocah terkesiap mendapat ancaman itu.

       Kurang ajar! Rupanya dia benar-benar ingin mengajakku bermain...!        

       Si Bocah menjatuhkan begitu saja dua ekor kelinci yang dijinjingnya. Ia tidak mau menganggap enteng terhadap serangan itu. Dengan cepat kedua tangannya disilangkan di depan dada sembari menyedot kekuatan alam dengan satu tarikan nafas. Pada saat puluhan batang kayu itu hanya beberapa depa menghujam tubuhnya, si bocah segera memutar kedua tangannya sedemikian rupa yang disertai teriakan nyaring dan berat yang memekakkan telinga mahluk apa pun yang mendengarkannya.

      "Heaaahhh...!"

      Si bocah menghentakkan kaki kanannya. Seketika itu juga bumi di sekitar itu bergetar, angin laksana puting beliung menghembus keras, mengintari tubuhnya. Pertanda bahwa si bocah tengah mengerahkan tenaga dalam yang cukup tinggi. Pada saat kedua kepalan tangan si bocah diarahluruskan ke depan, angin itu langsung menyongsong dan menerbangkan kembali puluhan batang kayu itu ke berbagai arah. Beberapa batang patah berkeping-keping. Namun beberapa yang lainnya menancap dan menembusi pokok pohon besar yang dikenainya masing-masing.

      Beberapa saat kemudian, si bocah mengatur kembali nafasnya, lalu berkata santai, "Jika kau tidak mau juga menampakkan wujudmu, maka bagiku kau adalah mahluk pengecut dungu yang menyedihkan yang pernah aku kenal..!"

                                               

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Yuz Sindil
penulisan yang baik pengunaan bahasa yang bagus senang di fahami tidak merapu jln cerita yang bagus
goodnovel comment avatar
Bapa Mukti
kapan udah nya
goodnovel comment avatar
ady lazuardy
Hilang minat baca nya,seminggu sekali update cuma 1 bab.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status