Hutan pinus mengelilingi Gircharon Vila. Berada di dataran yang sejuk dan jauh dari keramaian kota membuat Emma menutup matanya dan menghirup napas dalam udara yang sejuk itu. Sudah lama ia tidak menimati udara sesejuk ini. Terakhir kali dirinya bersama Ethand pegi ke lembah surga Sanis dan sekarang dia mendapatkan kesejukan yang berbeda ditemani dengan kicauan burung yang terbang ke sana kemari dari pohon yang satu ke pohon lainnya.
“Kamu menyukainya?” Emma seketika membuka matanya. Ia tidak mendengar langkah kaki lelaki itu. Entah dengan apa ia bisa berdiri di sisi Emma.
Emma mengulum senyumnya lalu menengadah menatap wajah kekasihnya itu. “Terima kasih selalu membawaku ke tempat yang indah,” ucap Emma dengan nada tulus.
Emma menoleh dan manik hitamnya langsung bertemu dengan hodeed eyes milik Emma. “Aku hanya berusaha membuatmu bahagia,” balas lelaki itu. Emma langsung mencolek lengan Ethand. Suara ringisan pelan Ethand mem
“Apakah anda Emma Liandra?” Seorang wanita menghentikan langkah kaki Emma yang hendak menaiki tangga.“Iya benar,” jawab Emma.“Perkenalkan saya Riana sekretaris ketua panitia. Pak Doni meminta saya untuk memberikan kunci kamar ini pada Anda.” Riana menyerahkan sebuah kunci dengan nomor 25 terlihat jelas oleh Emma.“Terima kasih,” ujar Emma lalu menerima kunci tersebut. Riana langsung pergi tanpa pamit pada Emma. Melihat tingkah Riana, Emma hanya bisa mengangkat kedua aslisnya karena tidak mengerti dengan sikap wanita itu. “Mungkin sikapnya memang seperti itu.” Emma kembali menapaki tangga menuju kamar nomor dua puluh lima sesuai dengan kunci yang sudah dipegangnya.“Halo, Emma,” sapa Json. Lelaki itu baru saja keluar dari kamarnya.“Halo, Json,” balas Emma lalu mencari letak kamarnya. Sudah sampai di angka dua puluh, Emma mempercepat langkahnya agar segera sampai d
Ruangan aula vila sudah nampak ramai oleh tim IT. Alunan musik dari piano menemani acara pembukaan pelatihan mereka malam ini. Emma sudah cantik dengan dress suits berwarna navi, kakinya memakai high hills hitam dan membuatnya sedikit lebih tinggi. Ia melihat ke sekeliling aula dan mencari sosok lelaki yang sejak siang tadi pergi bersama Ryan dan belum kembali menemuinya.“Apakah mereka masih membahas tentang pekerjaan?” gumam Emma lalu pergi bergabung dengan rekan timnya. Sobig yang melihat kehadiran Emma langsung menyambut kedatangannya.“You look so beautiful, NN,” ucap Sobig. Ia memang tidak peduli dengan keadaa di sekitarnya namun matanya tidak bisa membohongi setiap kali melihat Emma. Apalagi malambini wanita itu begitu memesona dengan dengan gaun navi yang melekat di tubuhnya. Ditambah lagi dengan senyum manis yang senantiasa menghiasi wajahnya. Seakan menjadi paket lengkap dari segala keindahan seorang wanita.“Thank y
Mendengar Caroline akan datang ke Gircharon villa, Ethand menjadi tidak tenang. Wanita itu sudah mengganggu ketenangannya selama beberapa hari ini. Ia juga baru saja berbaikan dengan Emma. Ethand ingin menemui mantan kekasihnya itu namun hatinya belum siap.“Aku lihat kamu masih dilemma. Pikirkan hal ini dan putuskan yang terbaik. Satu hal yang ingin ku katakan, jangan mengecewakan kami.” Ryan dengan nada serius lalu pergi meninggalkan Ethand di taman itu.Drt…drt…Ponsel Ethand bergetar. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kala melihat isi pesan tersebut. Lelaki itu langsung berlari dan tidak peduli Ryan memanggil namanya.“Kemana dia pergi?” Ryan segera menyusul Ethand. Ia semakin bingung ketika melihat atasannya itu sudah melesat pergi dengan Buggati Chironnya. “Apakah telah terjadi sesuatu?” gumam Ryan.Karena Ethand pergi tanpa memberitahunya, Ryan memutuskan untuk menyusul atasan
“Rahasiamu ada di tanganku. Perlakukan keponakanku dengan baik!” Sebuah pesan tanpa nama pengirim. Namun Ethand tahu siapa pengirim itu.“Aku akan mengantarkanmu ke Vunia,” ujar Ethand setelah keluar dari kafe. Terlihat Ryan masih menunggunya. Lelaki itu duduk bersandar di kursi kemudi dan terlihat sudah terlelap.“Aku ingin ke Gircharon vila, Gino.” Caroline dengan nada tegas.Mendengar nama panggilan yang biasa dipanggil oleh wanita itu membuat Ethand sesak napas. “Bagaimana jika penyakitmu kambuh?” tanya Ethand. Bagaimana ia bertemu Emma nanti. Bagaimana Ethand harus menjelaskannya pada wanita yang kini mengisi hatinya itu.“Aku sudah membawa obatnya. Aku janji tidak akan kambuh dan mempersulit dirimu,” jawab Caroline dengan riangnya. Ethand tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya bisa menuruti perkataan wanita itu.“Masuklah ke mobil.” Ethand langsung berjalan menuju mobi
Sudah dua puluh menit Ethand menunggu di kamarnya. Lelaki itu sedang menunggu Caroline menyiapkan diri. Di dalam hatinya merasa cemas bagaimana reaksi Emma ketika melihat dirinya bersama Caroline nanti.Tok…tokEthand segera membuka pintu kamarnya. Caroline sudah terlihat cantik dengan dress merah yang menampakkan body goalsnya. “Kita sudah terlambat. Ayo kita ke aula.”Caroline menelan salivanya kesal karena Ethand tidak memuji penampilannya malam ini. Lelaki itu tidak menggandeng tangannya dan berlalu pergi melewatinya. “Gino, tunggu dong,” panggil Caroline. Ethand menghembuskan napas kesal dan menghentikan langkahnya. “Kamu lupa menggandeng tanganku.” Caroline melingkarkan tangannya di lengan Ethand.“Kita akan menuruni tangga dan pasti rumit jika harus bergandengan seperti ini.” Kernyitan di dahi lelaki itu terlihat jelas pertanda ia sedang menahan kesalnya. Caroline segera melepaskan genggaman tangannya di lengan Ethand.“Baiklah.”Mereka akhirnya berjalan menuju ruangan aula. Su
Ethand tidak memedulikan Caroline yang mengucapkan kalimat manis padanya. Ia hanya berhenti sejenak dan enggan berbalik menatap wanita itu.“Kamu sudah tahu bagaimana statusku. Aku sudah mencintai wanita yang bersamaku sekarang,” ujar Ethand lalu kembali melanjutkan langkahnya. Ia tidak peduli ketika mendengar suara isak tangis dari wanita itu. Ethand sudah mengecewakan Emma. Entah wanita itu akan memaafkannya atau tidak.Kamar nomor 25 membuat langkahnya terhenti. Ingin sekali rasanya ia masuk ke dalamnya. Ethand melihat Caroline sudah masuk ke kamarnya. Dengan menguatkan mental, Ethand mengarahkan tangannya pada handle pintu kamar tersebut. Setelah terdiam sejenak, lelaki itu memberanikan diri memutarnya.“Dikunci?” gumam Ethand. “Apakah dia belum kembali ke kamarnya?” tanya Ethand. Ia kemudian mengetuk pintu kamar Emma. Setelah tiga kali mengetuk, pintu itu tetap terkunci dan tidak ada tanda-tanda penghuninya membukakan pintu.“Emma tidak ada?” tanya Ryan yang baru saja datang sete
Satu bakat tersembunyi Emma selain jenius dalam dunia peretas, wanita juga suka memanjat. Bahkan pohon yang sukup tinggi saja wanita itu dapat memanjatnya. Ia biasa melakukan itu sejak dirinya masih kecil. Emma selalu memanjat pohon dengan tujuan untuk memantau ayahnya sudah pulang kerja atau belum. Sudah berulang kali Ester menegurnya namun wanita itu tetap kekeh pada kebiasaannya.“Jika aku kembali ke kamar lewat tangga pasti akan bertemu dia,” gumam Emma lalu berjalan keluar dari vila dan menyusuri bagian taman sampai di bawah balkon kamarnya. Emma tersenyum senang. Sebelumnya ia hampir ketahuan oleh Ethand, kini ia melihat di balkon lelaki itu tidak terlihat batang hidungnya.Emma seperti atlet pemanjat. Dalam waktu yang singkat saja ia sudah sampai di balkon kamarnya. Wanita itu menepuk tangannya untuk menghilangkan debu yang melengket di tangannya.Sudah pukul 23.00 malam, Emma belum juga mengantuk. Ia memutuskan untuk membuka kembali laptopnya. Selain hatinya yang kecewa, wani
Segala perbuatan akan ada akibatnya. Ethand telah memilih langkah yang salah. Mendengar perkataan Emma membuat hatinya perih. Matanya menatap pintu kamar wanita itu. Kaki dan hatinya merasa enggan untuk keluar dari kamar Emma.“Aku tidak mendengar kalimat itu malam ini.” Ethand masih menatap pintu kamar. Ia tidak mau menunjukkan wajah sedihnya pada Emma. “Aku akan bertanggung jawab atas rasa sakit yang kamu alami hari ini.” Ethand kemudian berjalan mendekati pintu namun masih enggan membukanya. “Maafkan, aku.” Ethand kemudian membuka pintu kamar dan berjalan keluar dari kamar Emma.“Bagaimana caranya ia bertanggung jawab kalau yang terluka adalah aku,” gumam Emma yang merasa bingung dengan perkataan Ethand.Ethand berjalan dengan tergesa-gesa menuju kamarnya. Ia merasa hancur karena perkataan Emma mampu membuatnya terpuruk. Bahkan lebih hancur dari Caroline yang meninggalkannya. Dari kehilangan, sudah banyak yang dipelajari lelaki itu. Kehilangan tidak mampu mengembalikan yang telah h