Mendengar Caroline akan datang ke Gircharon villa, Ethand menjadi tidak tenang. Wanita itu sudah mengganggu ketenangannya selama beberapa hari ini. Ia juga baru saja berbaikan dengan Emma. Ethand ingin menemui mantan kekasihnya itu namun hatinya belum siap.
“Aku lihat kamu masih dilemma. Pikirkan hal ini dan putuskan yang terbaik. Satu hal yang ingin ku katakan, jangan mengecewakan kami.” Ryan dengan nada serius lalu pergi meninggalkan Ethand di taman itu.
Drt…drt…
Ponsel Ethand bergetar. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kala melihat isi pesan tersebut. Lelaki itu langsung berlari dan tidak peduli Ryan memanggil namanya.
“Kemana dia pergi?” Ryan segera menyusul Ethand. Ia semakin bingung ketika melihat atasannya itu sudah melesat pergi dengan Buggati Chironnya. “Apakah telah terjadi sesuatu?” gumam Ryan.
Karena Ethand pergi tanpa memberitahunya, Ryan memutuskan untuk menyusul atasan
“Rahasiamu ada di tanganku. Perlakukan keponakanku dengan baik!” Sebuah pesan tanpa nama pengirim. Namun Ethand tahu siapa pengirim itu.“Aku akan mengantarkanmu ke Vunia,” ujar Ethand setelah keluar dari kafe. Terlihat Ryan masih menunggunya. Lelaki itu duduk bersandar di kursi kemudi dan terlihat sudah terlelap.“Aku ingin ke Gircharon vila, Gino.” Caroline dengan nada tegas.Mendengar nama panggilan yang biasa dipanggil oleh wanita itu membuat Ethand sesak napas. “Bagaimana jika penyakitmu kambuh?” tanya Ethand. Bagaimana ia bertemu Emma nanti. Bagaimana Ethand harus menjelaskannya pada wanita yang kini mengisi hatinya itu.“Aku sudah membawa obatnya. Aku janji tidak akan kambuh dan mempersulit dirimu,” jawab Caroline dengan riangnya. Ethand tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya bisa menuruti perkataan wanita itu.“Masuklah ke mobil.” Ethand langsung berjalan menuju mobi
Sudah dua puluh menit Ethand menunggu di kamarnya. Lelaki itu sedang menunggu Caroline menyiapkan diri. Di dalam hatinya merasa cemas bagaimana reaksi Emma ketika melihat dirinya bersama Caroline nanti.Tok…tokEthand segera membuka pintu kamarnya. Caroline sudah terlihat cantik dengan dress merah yang menampakkan body goalsnya. “Kita sudah terlambat. Ayo kita ke aula.”Caroline menelan salivanya kesal karena Ethand tidak memuji penampilannya malam ini. Lelaki itu tidak menggandeng tangannya dan berlalu pergi melewatinya. “Gino, tunggu dong,” panggil Caroline. Ethand menghembuskan napas kesal dan menghentikan langkahnya. “Kamu lupa menggandeng tanganku.” Caroline melingkarkan tangannya di lengan Ethand.“Kita akan menuruni tangga dan pasti rumit jika harus bergandengan seperti ini.” Kernyitan di dahi lelaki itu terlihat jelas pertanda ia sedang menahan kesalnya. Caroline segera melepaskan genggaman tangannya di lengan Ethand.“Baiklah.”Mereka akhirnya berjalan menuju ruangan aula. Su
Ethand tidak memedulikan Caroline yang mengucapkan kalimat manis padanya. Ia hanya berhenti sejenak dan enggan berbalik menatap wanita itu.“Kamu sudah tahu bagaimana statusku. Aku sudah mencintai wanita yang bersamaku sekarang,” ujar Ethand lalu kembali melanjutkan langkahnya. Ia tidak peduli ketika mendengar suara isak tangis dari wanita itu. Ethand sudah mengecewakan Emma. Entah wanita itu akan memaafkannya atau tidak.Kamar nomor 25 membuat langkahnya terhenti. Ingin sekali rasanya ia masuk ke dalamnya. Ethand melihat Caroline sudah masuk ke kamarnya. Dengan menguatkan mental, Ethand mengarahkan tangannya pada handle pintu kamar tersebut. Setelah terdiam sejenak, lelaki itu memberanikan diri memutarnya.“Dikunci?” gumam Ethand. “Apakah dia belum kembali ke kamarnya?” tanya Ethand. Ia kemudian mengetuk pintu kamar Emma. Setelah tiga kali mengetuk, pintu itu tetap terkunci dan tidak ada tanda-tanda penghuninya membukakan pintu.“Emma tidak ada?” tanya Ryan yang baru saja datang sete
Satu bakat tersembunyi Emma selain jenius dalam dunia peretas, wanita juga suka memanjat. Bahkan pohon yang sukup tinggi saja wanita itu dapat memanjatnya. Ia biasa melakukan itu sejak dirinya masih kecil. Emma selalu memanjat pohon dengan tujuan untuk memantau ayahnya sudah pulang kerja atau belum. Sudah berulang kali Ester menegurnya namun wanita itu tetap kekeh pada kebiasaannya.“Jika aku kembali ke kamar lewat tangga pasti akan bertemu dia,” gumam Emma lalu berjalan keluar dari vila dan menyusuri bagian taman sampai di bawah balkon kamarnya. Emma tersenyum senang. Sebelumnya ia hampir ketahuan oleh Ethand, kini ia melihat di balkon lelaki itu tidak terlihat batang hidungnya.Emma seperti atlet pemanjat. Dalam waktu yang singkat saja ia sudah sampai di balkon kamarnya. Wanita itu menepuk tangannya untuk menghilangkan debu yang melengket di tangannya.Sudah pukul 23.00 malam, Emma belum juga mengantuk. Ia memutuskan untuk membuka kembali laptopnya. Selain hatinya yang kecewa, wani
Segala perbuatan akan ada akibatnya. Ethand telah memilih langkah yang salah. Mendengar perkataan Emma membuat hatinya perih. Matanya menatap pintu kamar wanita itu. Kaki dan hatinya merasa enggan untuk keluar dari kamar Emma.“Aku tidak mendengar kalimat itu malam ini.” Ethand masih menatap pintu kamar. Ia tidak mau menunjukkan wajah sedihnya pada Emma. “Aku akan bertanggung jawab atas rasa sakit yang kamu alami hari ini.” Ethand kemudian berjalan mendekati pintu namun masih enggan membukanya. “Maafkan, aku.” Ethand kemudian membuka pintu kamar dan berjalan keluar dari kamar Emma.“Bagaimana caranya ia bertanggung jawab kalau yang terluka adalah aku,” gumam Emma yang merasa bingung dengan perkataan Ethand.Ethand berjalan dengan tergesa-gesa menuju kamarnya. Ia merasa hancur karena perkataan Emma mampu membuatnya terpuruk. Bahkan lebih hancur dari Caroline yang meninggalkannya. Dari kehilangan, sudah banyak yang dipelajari lelaki itu. Kehilangan tidak mampu mengembalikan yang telah h
Setelah mendengar adanya penambahan jam pelatihan, tim IT hanya bisa menghela napas panjang. Mereka mengira bahwa pelatihan ini membuat mereka sedikit lebih santai setelah sehari-hari hanya bekerja memperbaiki peralatan elektronik dan jaringan komputer. Begitu pula Emma dan Sobig yang setiap hari selalu bergumul dengan bahasa program dan alur coding yang membuat mereka lelah dan bosan.“Apakah performa kita selama ini kurang bagus sehingga pak Ethand menambah jam pelatihan kita?” tanya Page dengan wajah suram. Niat untuk bermain game kini telah sirna.“Bukankah atasan kita sedang bahagia bersama kekasihnya? Malah menambah jam pelatihan.” Linus tanpa sadar melontarkan kalimat itu. Emma yang sedang memutar sekrup di CPU langsung terhenti. Ia terdiam kemudian menengadah menatap langit-langit ruangan.Pagi ini ketika Emma lewat di depan kamar wanita itu, ia melihat jika ada seorang wanita paruh baya yang secara khusus membersihkan kamar tersebut. Sepertinya Ethand benar-benar masih peduli
Kecewa. Sebuah kata yang membuat seseorang berubah. Bahkan hal kecil yang kamu anggap sepele begitu membekas di hati orang lain. Apalagi perihal cinta yang sangat sensitive. Kadang seseorang selalu merasa bahwa segalanya bisa diterima oleh orang lain namun nyatanya tidak semudah itu.Ethand berhasil melepaskan seseorang yang tidak pantas digenggam. Lelaki itu berhasil menghapus segala kenangannya dengan Caroline. Wanita yang tidak layak dijadikan tempat pulang. Namun kini ia harus menelan pahit diabaikan oleh wanita yang bertahta di hatinya selama beberapa bulan ini. Bahkan sudah dua kali Emma memintanya untuk pergi.Satu hal yang didapat Ethand dari Emma adalah wanita itu berpendirian teguh. Dia wanita yang baik dan tegas. Sekalinya ia memberimu kesempatan jika tidak digunakan dengan baik maka hanya amukan yang engkau dapat darinya.Ethand hanya bisa memandang pintu yang sudah dibuka olehnya. Emma sudah berlalu pergi dan meninggalkan dirinya yang kalut. Belum pernah ada yang berani m
Bukan hanya Ethand saja yang geram namun Ryan juga. Ia menunggu kesempatan untuk memarahi Riana. “Jangan menjadi bodoh hanya untuk membela sahabatmu. Tahukah kamu jika sahabatmu itu sudah memiliki suami di Spanyol?” Ryan akhirnya mendapat kesempatan memarahi Riana.Emma menatap lucu pada kedua lelaki itu. Ia mengulum bibirnya dan menahan tawa.“Carol adalah masa laluku, kamu tidak berhak atas hubunganku dan Emma.” Ethand masih belum puas menyadarkan Riana.Bagaikan mendapat panah bertubi-tubi, Riana hanya bisa terdiam dan menundukkan kepalanya. Ia sangat malu diperlakukan seperti itu. Niat untuk mengatai Emma kini malah dirinya yang dikatai oleh para petinggi Alves Corp. Riana merasa wajahnya sangat panas.“Sudah-sudah. Sejak kapan kalian berdua terlihat seperti emak-emak?” Emma merasa iba melihat Riana yang diam tidak berkutik.“Jangan terlalu baik, Emma,” sergah Ryan. Emma tersentak kaget. Kedua lelaki itu benar-benar marah pada Riana. Emma langsung memegang tangan Ethand dan Ryan l