Danau Zarpen yang belum diketahui oleh banyak orang, terlihat indah dengan airnya yang jernih. Dengan latar belakang gunung dan bukit yang hijau membuat danau itu terlihat biru kehijauan dan berkilau. Semakin dekat, dapat dilihat angsa-angsa berenang membentuk kelompok dan burung yang terbang dengan bebasnya. Di bagian barat danau Zarpen terdapat sebuah kastil dengan aneka bunga di halamannya.“Aku tidak tahu jika danau seindah ini di negara kita,” ucap Jane dengan nada kagum.Emma tidak bisa berkata-kata dan melihat ke seluruh danau. “Vunia serasa di Zwitzerland,” tukas Emma.Ethand menghampiri kekasihnya dan melihat mata wanita itu berbinar-binar. “Apakah kamu menyukainya?” tanya Ethand. Emma menganggukkan kepalanya senang.“Aku hanya melihat gambar di internet tentang danau Luzern di Zwitzerland ternyata di Vunia ada juga danau seindah ini.” Emma sangat mengagumi keindahan alam yang membuatnya bahagia. Selain kasih dan sayang, keindahan alam juga memberikan kesan tersendiri untuk k
Ester mulai cemas namun tetap berusaha tenang. “Ibu baik-baik saja, Emma,” tegas Ester.“Jika Ibu baik-baik saja, apakah bisa katakan padaku apa yang Ibu sembunyikan dariku?” tanya Emma. Setelah sekian lama memendam rasa penasaran dengan sikap ibunya, Emma akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada Ester.“Ibu tidak menyembunyikan apa-apa darimu.” Ester dengan dahi mengernyit.“Aku bisa merasakan jika Ibu sedang menyembunyikan sesuatu dariku dan Alin, Bu.” Emma dengan nada memohon. Matanya mulai berkaca-kaca menahan kecewa dan juga sedih.“Benar, Emma. Ibu tidak menyembunyikan sesuatu darimu.” Ester dengan nada tegas.“Apakah Ibu bisa menjelaskan darimana uang untuk membeli apartemen ini?” tanya Emma.“Itu adalah tabungan ibu dan ayahmu dulu, Emma.” Ester juga menahan sedihnya. Emma segera menghapus air matanya. “Aku sudah memeriksanya, Bu. Uang itu berasal dari akun yang tidak di kenal, Bu. Bahkan berasal dari bank luar negeri dengan nama yang tidak ku kenali.” Emma mengusap waj
Ethand dan Ryan dalam perjalanan menuju sebuah hotel ternama di Vunia. Mereka sudah ditunggu oleh investor dari Jerman. “Apakah Alves akan bekerja sama dengan mereka?” tanya Ryan. Melihat kebiasaan Ethand, ia tidak akan melakukan kerja sama dengan orang yang gampang berubah arah.Sebuah senyum yang sudah lama tidak dilihat oleh Ryan, senyum buaya dari seorang Ethand Giorgino Alves. Sepertinya atasannya sudah menyiapkan semuanya sebelum bertemu dengan para investor tersebut.“Sepertinya dewi fortuna tidak bersama mereka hari ini.” Ryan terus fokus ke jalanan dan mengendarai Buggati Chiron dengan lihainya. Sudah lama ia tidak seperti ini. Mereka berdua sibuk dengan urusan percintaan sehingga urusan perusahaan tidak sepenuhnya mereka laksanakan.“Mungkin ke depannya akan ada kejutan yang tak terduga. Siapkan semuanya,” ucap Ethand.“Siap, Pak!” Ryan dengan jiwa semangatnya.Di dalam hati Ethand merasa ada yang mengganjal setelah melihat Emma dan ibunya. Apalagi Ryan menemukan nama kontak
Emma terperanjat kaget melihat siapa wanita yang masuk ke dalam lift tersebut. Wanita yang pernah membuatnya hatinya panas dingin ketika di Maldaves vila.“Thanks,” ucap wanita itu dengan senyum yang dipaksakan. Emma hanya membalasnya dengan anggukkan kepala. Melihat Emma tidak mengeluarkan suaranya membuat Caroline berputar otak untuk mencari topik pembicaraan.“Apakah kamu tinggal di sini?” tanya Caroline tiba-tiba. Emma mengernyit heran dengan bola mata terlihat menari-nari. Ia merasa jika wanita di sampingnya sengaja berbicara dengannya.“Iya,” jawab Emma singkat.“Lalu kamu mau ke mana?” tanya Caroline lagi. Nada suaranya terdengar lebih ramah namun Emma tidak ingin jatuh dalam keramahannya itu.“Supermarket.” Emma memasukkan tangannya ke dalam saku long coat yang dikenakannya. Ia merasa jika lift hari ini terasa lambat.“Saya juga mau ke sana. Kita barengan saja.” Caroline berucap sambil tertawa di sela-sela kalimatnya membuat Emma bergidik ngeri. Ia seperti wanita psikopat yang
Ryan terus memuji dirinya sendiri ketika beraksi merebut pistol dari lelaki berbadan kekar di meeting room tadi. “Percuma berbadan kekar tapi tidak cekatan,” ucap Ryan dengan tatapan meremehkan.Ethand hanya terdiam dan terus berjalan menuju lift. “Ke toko perhiasan,” ujar Ethand.“Apakah kamu ingin membeli perhiasan untuk ibumu?” tanya Ryan.“Aku sudah merindukan ibuku.” Setelah kembali di Vunia, Ethand belum pernah mengunjungi ibunya. Jadi hari ini ia berniat untuk mengunjungi Giorgina di rumah sakit Cinta Kasih.“Baik, Pak,” jawab Ryan.Buggati Chiron sudah terparkir tepat di pintu keluar hotel, seorang lelaki petugas jasa valet memberikan kunci mobil pada Ryan. “Terima kasih,” ucap Ryan pada lelaki tersebut lalu membuka pintu untuk atasannya.“Apa model liontin yang disukai oleh wanita saat ini?” tanya Ethand. Ryan yang baru saja masuk ke dalam mobil langsung mengeluarkan ponselnya.“Keluaran terbaru dari Bvlgari adalah yang terbaik, Pak,” balas Ryan seraya menunjukkan ponsel pada
Emma sudah masuk ke dalam penthouse milik Ethand. Ia langsung berjalan menuju tangga. Sesuai dengan perkataan Ethand, ia mencari buku yang lumayan tebal lalu menggesernya. Tidak lama kemudian rak buku langsung bergeser dan tampaklah sebuah pintu da nada kode keamanan dekat handle pintunya. Emma segera memasukan sandi ‘Maldaves’ yang dikatakan Ethand sebelumya. Pintu ruangan itu langsung terbuka.Ruangan yang lumayan besar dan berisi komputer yang super canggih. Emma berdecak kagum ketika melihat begitu banyak alat elektronik semuanya tersedia di ruangan itu. Di dinding terlihat inisial huruf ‘NN’ dengan bentuk yang indah. Emma langsung mengulum senyumnya ketika melihat inisial tersebut. Mata Emma melihat ada sebuah benda yang diketahui Emma jika fungsi alat itu adalah penangkap jaringan.Emma kemudian membuka komputer dan menarik kursi agar lebih dekat dengan keyboard karena badannya yang lebih pendek dari Harvey. Ia mulai melakukan aksinya. Matanya tajam seperti biasanya mencermati k
Di sebuah ruangan yang tampak redup, Darek atau yang dikenal sebagai Melissa tertunduk sambil meneteskan air matanya. Ia menangis tertahan ketika putri sulungnya akhirnya menemukannya. Di satu sisi ia merasa bahagia di sisi lainnya ia menyesal karena telah menciptakan luka dalam hati putrinya. Darek telah membuat luka yang dalam bagi Emma yang tengah menjalin cinta dengan CEO Alves Corp.“Maafkan ayahmu, Emma,” ucapnya berulang kali dengan nada sedih.BOOM!Pintu seketika terbuka dan menimbulkan suara keras. Dari depan pintu tampak dua lelaki berjalan terburu-buru ke arahnya. Darek segera menekan beberapa tombol di keyboardnya.“Jadi NN itu adalah putrimu, Darek?” tanya Prima dengan wajah memerah dan mata memelotot.Sebelumnya Jenaver mamantau Melissa dan tidak sengaja melihat percakapan kedua peretas itu. Mengetahui hal itu, Jenaver segera memberitahu ayahnya dan menuju ke tempat Melissa.Prima memegang kerak baju Darek dengan kasar. Lelaki yang ditatapnya masih dengan wajah sendu na
Pertama kalinya dalam hidup Ester melihat Emma begitu marah. Bahkan kata-katany sudah tidak terkontrol lagi. Alin yang mendengar hanya bisa mengernyit sebelum mengerti sepenuhnya.“Ayah? Ayah yang mana? Ayah kandungku?” Alin juga nampak kaget namun masih terlihat bingung.Ester membeku. Hal terbesar yang disembunyikannya selama ini akhirnya ketahuan. Ia merasa bingung dan tidak kuat bagaimana menghadapi kedua putrinya.“Aku sudah tidak bisa ada di rumah ini lagi. Jangan mencariku!” Emma memegang tali ranselnya dan mulai berjalan keluar dari apartemennya.“Emma…”“Kakak?”“Rumah yang kuanggap adalah tempat pulang dan pemberi kenyamanan ternyata menyimpan luka dan bom yang kini membunuhku dengan kejinya. Membunuh harapan dan juga cinta dalam hatiku. Ibu juga tahu bagaimana kejadian Alves dan Prima tapi masih berlaku baik di depan Ethand. Betapa memalukan itu, Bu. Aku sudah tidak punya muka di depannya. Kedua lelaki yang kini ku cintai adalah musuh.” Air mata kembali mengalir dari hodeed