Share

Mawar Sunsprite

Mawar Sunsprite menjadi salah satu jenis bunga yang di jaga dan di rawat dengan segenap hati oleh Emma. Jika kebanyakan orang memelihara hewan kesukaan, maka mawar Sunsprite seperti anak bagi Emma.

Emma juga memelihara jenis mawar lainnya, namun untuk mawar yang satu ini memiliki kisah tersendiri.

"Siapa yang memotong mawar itu?" Suara Ester terdengar sendu. Ia tahu bagaimana Emma merawat mawar itu. Emma sengaja menanam di samping kamarnya agar dapat menikmati keindahannya setiap saat ia butuh ketenangan.

"Siapa yang berani memotongnya, Bu?" tanya Emma masih dengan air mata menetes di pipinya. "Apakah wanita itu?"

Emma teringat beberapa hari lalu ada seorang wanita yang datang membeli mawar dan meminta mawar Sunsprite. Namun, Emma tidak menyanggupinya.

"Apakah mereka diam-diam mencurinya?" tanya Emma mulai naik pitam.

"Jangan menuduh seperti itu kalau belum ada bukti. Tanya Alin dulu. Jangan sampai dia tahu kemana mawar itu."

"Teganya mereka mengambil mawar yang sudah aku rawat dengan susah payah, Bu." Emma belum bisa menerima kenyataan. "Padahal mereka lagi mekar dengan indahnya." Kembali air mata mengalir dari pipinya.

"Sudah. Masih ada dua tangkai yang tersisa. Kamu bisa merawatnya lagi." Ester berusaha menenangkan putrinya. Walau ia tahu usahanya tidak akan berhasil.

"Tapi kasihan, Bu. Mereka di potong oleh tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab." Emma bangkit berdiri dan membuat Ester terkejut dengan tingkah tiba-tibanya.

"Mau kemana?" tanya Ester bingung ketika melihat Emma mengambil celana jeans panjang dan baju rajut berwarna putih.

"Ingin menenangkan diri, Bu."

"Kemana, Emma?" tanya Ester mulai khawatir. Putrinya terlihat seperti seorang ibu yang kehilangan anaknya.

"Aku ingin keluar bersama Jane, Bu." Mendengar nama Jane, Ester merasa lega.

"Baiklah. Hati-hati dan jaga diri selalu. Ibu tidak mau terjadi apa-apa sama kamu," ucap Ester penuh perhatian.

"Iya, Bu."

Ester berjalan keluar dari kamar Emma, ia membiarkan putrinya berganti pakaian. Dalam hatinya, Ester juga sedih melihat Emma menangis.

Lima belas menit kemudian Emma pamit pada ibunya. Rambutnya di kuncir dengan pita rambut berwarna navy. Baju rajut berwarna putih yang sedikit longgar pada tubuhnya dipadukan dengan straight jeans membuat Emma terlihat cantik dan ramping.

"Hati-hati, Emma." Pesan ibunya ketika Emma mulai mengendarai motor Scoopy merahnya.

***

Kafe Janases.

"Apa? Siapa yang berani mengambil mawarmu, Emma?" tanya Jane ketika mendengar cerita Emma.

"Aku pun tak tahu, Jane," tegas Emma.

Jane berpikir sejenak. Sebelah alisnya terangkat. "Apakah wanita yang tempo hari?" tanya Jane.

"Aku pun berpikir begitu. Tapi apakah mereka berani senekat itu?"

"Yah jelas mereka berani, Emma. Anak kamu kan satu-satunya yang ada di Vunia ini," jelas Jane. Emma manggut-manggut.

"Aku akan cari tahu," ungkap Emma.

Jane tersenyum senang mengingat Emma adalah seorang wanita pembobol jaringan terhebat yang pernah dilihatnya.

"Keluarkan jurus kamu, Emma. Pencuri yah tetap pencuri." Jane mulai memanasi Emma. Ia juga sudah lama tidak melihat kehebatan sahabatnya itu.

"Aku boleh pinjam laptop?"

"Yah jelaslah. Apa sih yang tidak buat kamu," goda Jane.

"Ngeri deh." Emma memutar bola matanya melihat tingkah konyol sahabatnya itu.

"Tunggu aku ambilin yah." Jane kemudian berjalan menuju kasir dan mengambil tas ransel yang biasa dibawanya.

Jane adalah penulis novel. Ia sudah bersahabat dengan Emma semenjak sekolah menengah atas. Keduanya sama-sama menggeluti dunia freelance dan meraup keuntungan dari sana.

"Ini tuan putri," ucap Jane seraya memberikan laptop pada Emma.

"Makasih, Jane Diandra." Emma langsung membuka laptop dan menekan tombol power.

"Ini akan seru jika ada soda yang menemani." Jane terlihat semangat.

"Lama-lama kafemu bangkrut akibat ulah kamu sendiri."

"Dengan sahabat tak perlu perhitungan." Jane kembali menuju kasir. Kali ini dia menuju ke kulkas dan mengambil dua kaleng soda dan semangkuk keripik kentang.

"Aku jadi ngga enak kesini lagi lain kali." Emma dengan hooded eyes-nya memelas pada Jane.

"Nanti juga mawar kamu aku ambil gratis kok. Tenang saja." Jane dengan ekor matanya seakan menggoda Emma.

"Oke." Emma kembali berkutat pada layar laptop di depannya.

Beberapa saat kemudian baik Emma maupun Jane sama-sama terdiam. Mereka fokus pada layar laptop. Jari Emma sangat lincah di atas keyboard. Deretan kalimat yang sulit dipahami Jane terlihat di layar laptop. Sesekali Jane melihat jari jemari Emma yang bergerak ke sana kemari di atas keyboard. Ia juga dengan mata melongo ketika melihat layar laptop yang sudah muncul beberapa video cctv di sekitar rumah Emma.

"Daebak!" Jane seperti aktris Korea yang terkejut dengan apa yang dilihatnya. "Kenapa kamu tidak bekerja di tim g****e saja sih, Emma." Kesekian kalinya ia memuji sahabatnya itu.

"Kejauhan mimpinya, Jane."

"Kerja untukku saja. Aku pasti bayar kok." Bujuk Jane.

"Impossible. Kerja hanya ingin memunculkan novelmu di urutan nomor satu platform A begitu?" Emma mulai mengejek sahabatnya itu. Jane sudah berulang kali meminta Emma untuk berbuat curang namun itu bukanlah sifat Emma. Ia akan dengan tegas menolak bahkan tidak memedulikan permintaan sahabatnya itu.

"Ya iya aku tahu." Jane yang merasa kalah pun hanya ikut melihat rekaman cctv di layar laptop.

Beberapa saat kemudian, Emma melihat ada sebuah mobil Bugatti Chiron memasuki pekarangan toko bunganya. Ia merasa seperti pernah melihat mobil itu.

"Wow. Mobil horang kaya," ucap Jane terkejut.

Emma tidak merespon ucapan Jane. Ia masih fokus pada lelaki yang keluar dari dalam mobil.

"Lelaki itu lagi." Ucapan Emma membuat Jane menoleh padanya.

"Apakah kamu mengenalnya?" Jane dengan dahi berkerut.

"Dia adalah lelaki yang aku ceritakan tadi siang."

"Apa?" Jane mulai tertarik dengan apa yang terjadi pada sahabatnya itu. "Hubungan kalian memang tidak biasa."

"Hubungan dari Hongkong? Pertemuan kita saja sudah seperti kucing dan tikus."

"Eh kok Alin menuju taman?" Jane yang hendak menyahut perkataan Emma teralihkan dengan apa yang terlihat di rekaman cctv.

Emma tidak menjawab. Ia ikut penasaran dengan apa yang dilakukan adiknya.

"Oh, Tuhan." Jane menutup mulutnya. Ia kemudian berjalan meninggalkan Emma dan menuju ke kasir. Ia mengambil segelas air putih.

Raut wajah Emma terlihat merah padam. Tatapan lembut miliknya seakan lenyap digantikan amarah. Jane dengan cepat melangkah menuju tempat dimana Emma duduk.

"Ini, minum dulu." Emma menerima gelas air putih tanpa menatap wajah Jane. Segelas air putih langsung dihabiskan oleh Emma. Ia merasa tubuhnya terbakar. Kemarahan sudah memenuhi hatinya. Jane dengan cepat mengambil laptopnya takut terjadi apa-apa jika Emma sedang dalam keadaan marah.

"Aku pulang dulu."

"Eits tunggu. Aku yang antar." Cegat Jane. Ia takut jika Emma pulang sendiri dan mengendarai motornya.

"Akan ku habisi lelaki itu."

"What?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status