Share

Bab 3 Mereka dengan Penyesalan

Ryan harus menemukannya dan berusaha agar gadisnya bisa kembali padanya bagaimana pun caranya. Bahkan walau harus dengan cara teregois sekalipun.

Daniel Hatmaja lelaki yang sebentar lagi berumur 45 tahun, masih sibuk dengan setumpuk berkas di atas meja kerjanya. Membaca dan menandatangani banyak berkas membuatnya seolah berada di dunia lain.

Sejenak Daniel memandang kalender yang menunjukkan tahun 2020, lalu menghela nafasnya lemah. Kini sepuluh tahun sudah Daniel berpisah dengan keluarganya, karena kesalahan fatal yang diperbuatnya dulu.

Penyesalan, bagaikan kawan hidupnya kini.

Jadi jangan salahkan lelaki itu jika ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bekerja dan terus bekerja, semua hanya untuk mengalihkan pikirannya yang selalu merindu pada anak-anaknya dan juga mantan istrinya.

Dan hanya sebuah foto lama yang keadaannya sudah robek namun di satukan kembali walau tidak begitu sempurna yang berada di atas mejanya lah sumber kekuatan untuk dirinya bertahan selama ini.

"Kalian di mana? Ayah rindu" Ucapnya sendu mentapa foto tersebut.

Hidup nya sekarang sangatlah hampa, pernikahannya yang kedua akan iming-iming harta yang di sangka nya akan memberikannya sebuah kebahagiaan kini terbukti salah, dia sadar keluraganya lah kebagaiannya dan bukanlah sebuah harta.

Tok Tok Tok

Ketukan di pintu di iringi dengan masuknya seorang wanita dewasa, yang merupakan Raya yaitu ibunya Dany dan juga Nayla. Ia datang untuk mengantarkan kopi kepada Daniel.

"Ini mas kopinya" Ucapnya lembut lalu meletakkan kopi diatas meja Daniel.

Daniel yang melihat kedatangan Raya hanya menghela nafas kemudian meletakkan kembali foto keluarganya di atas meja. Dan Raya yang melihat itu hanya tersenyum maklum.

"Sudah kubilang kau tidak perlu melakukannya. Bawalah lagi kopi itu" Ucap Daniel lalu membuka beberapa berkas.

Raya hanya menunduk tidak bersuara lalu mengmabil kembali kopi tersebut, ia tidak bisa memaksa karena sudah dari awal lelaki di hadapannya menolak setiap pelayanan darinya.

"Kalau begitu aku permisi mas" Ucapnya lalu keluar dari ruangan Daniel tanpa banyak kata.

Daniel hanya diam dan masih sibuk dengan beberapa berkas di hadapannya.

"Kau benar-benar... Bukankah sudah kubilang jika kau harus menemani Raya ke acara ulang tahun Perusahaannya Fery Hermansyah!!" Bentak Ian, pria tua yang hampir berumur 65 tahun itu tiba-tiba masuk dan membanting pintu ruang kerja anaknya.

Melihat kedatangan Ayahnya membuat Daniel memejamkan matanya lelah, setiap hari selama 10 tahun ini jika mereka bertemu selalu terjadi perselisiahan.

"Saya sibuk" Ucapnya dengan sangat formal. Daniel menggunakan bahasa formal kepada Ayahnya untuk menciptakan jarak diantara mereka.

"Alasan kau saja! Harusnya kau yang lebih tahu jika dia adalah salah satu investor penting di perusahaan kita"

Daniel hanya diam, namun sebenarnya ia kurang suka dengan Fery Harmansyah. Fery memang Investor yang cukup menjanjikan tapi rumor di sekitarnya sangatlah buruk. Juga entah kenapa Fery bisa mengetahui perihal Alesha dan sorot mata lelaki itu sungguh sangat mengganggu Danile saat dia selalu bertanya mengenai putri sulungnya.

"Aaaa... Aku tahu alasanmu, kau sengaja kan ingin semua orang tahu jika kau dan Raya sudah bercerai bukan!!" Tiba-tiba saja perkataan Ayahnya membuat ia terpancing emosi.

"Bukankah kami memang udah bercerai, anda saja yang selalu menutupinya" Jawab Daniel yang mulai kembali memperhatikan berkas-berkasnya seolah malas meladeni Ayahnya.

"Ini semua untuk kebaikan perusahaan mu bodoh" Balas Ari sambil memukul meja kerja anaknya itu.

Daniel menatap mata Ayahnya tajam.

"Seandainya saja perceraian kami diketahui public, mungkin keluarga saya akan kembali!" Ucap Daniel dingin mengepalkan kedua tangannya, selalu saja jika ia teringat kesalahannya dulu membuat dadanya terasa sesak.

Ian hanya terkekeh "Bukankah kau sendiri yang mengambil keputusan itu? Sekarang kau hanya bisa menyalahkan orang lain atas keputusan yang kau ambil sendiri" Ejek Ian dan itu membungkam Daniel.

Ayahnya benar, dia lah yang dulu sempat tergoda sehingga mengambil keputusan yang salah. Semuanya memang murni kesalahannya!

"Dua minggu lagi akan ada acara yang diselenggarakan oleh keluarganya Raya, ingat kau harus hadir bagaimanapun caranya. Jangan membuat publik makin curiga dengan hubungan kalian!" Tegas Ian.

Daniel pun masih bungkam.

"Dan juga prihal Nayla dan Ryan, kapan kita akan meresmikan hubungan mereka?" Sambung Ian yang berharap jika hubungan Nayla dan Ryan dapat memperkuat perusahaan mereka.

Daniel menatap Ayahnya jengah, lagi-lagi permasalahan itu.

"Bukankah anda tahu jika Ryan tidak mencintai Nayla? Ryan hanya menganggap Nayla sebagai adiknya!"

"Tapi apakah kau tidak tahu jika Nayla mencintai Ryan? Bukankah sebagai seorang Ayah harusnya kau bisa mendukung keinginan putrimu!?"

"Saya menyayangi Nayla walaupun ia bukanlah anak kandungku, tapi Ryan mencintai putriku, Alesha" Jawaban Daniel mengundang dengusan oleh Ian.

Lelaki tua itu pun memilih meninggalkan ruang kerja Daniel dengan sekali lagi membanting pintunya. Lihat saja, Ian sudah menyusun rencana untuk Ryan dan Nayla. Kemudian lelaki tua itu langsung menghubungi seseorang untuk merealisasikan rencana yang di milikinya.

~~~

Mobil yang ditumpangi Alesha berhenti disebuah Rumah berlantai dua yang mana di depannya ada sebuah toko roti lumayan besar yang berpalang nama Ara&Ari CakeBakery. Dan disisi kanan toko roti tersebut terdapat Florist, juga bernama Ara&Ari Florist.

Terlihat Bunda Anika langsung keluar dari Florist dan menyambut kedatangan mereka dengan penuh senyum.

"Aku langsung ke kamar, Bun. Thanks Samuel" Ucap Alesha yang langsung masuk kedalam rumah, Bunda Anika pun bisa merasakan jika anak putri sulungnya itu sedang tidak baik-baik saja.

"Sam, Restonya lagi ada masalah ya?" Tanya Bunda Anika langsung kepada Samuel yang sedang mengeluarkan koper milik Ara.

"Mmmm... Bukan masalah Resto sih Bun" Jawab Samuel ragu yang juga memanggil Anika dengan sebutan Bunda. Samuel bahkan sudah mengetahui semua masa lalu keluarganya Alesha dan juga sebaliknya.

"Tadi ketemu sama kak Ryan, Bunda" Celetuk Ara yang tahu-tahu sudah ada di sebelah Bundanya, lalu menyeret kopernya masuk ke dalam rumah meninggalkan Samuel dan sang Bunda.

Sontak kabar tersebut mengejutkan Anika, pikirannya bertanya-tanya apakah putri sulungnya tidak apa-apa? Ia tahu suatu saat pertemuan pasti akan terjadi namun apakah putrinya sudah siap?

"Ale hanya diam, seperti biasanya" Jawab Samuel yang tahu akan kekhawatiran Bunda Anika. Namun jawabannya juga bukanlah untuk menenangkan Bunda Anika, karena tidak ada yang tahu pasti apa yang ada di pikiran seorang Alesha.

"Apa Bunda telpon nak Bayu aja yah?"

Samuel menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jujur ia juga bingung. Masalahnya Alesha sepertinya sangat anti untuk bertemu dengan Bang Bayu, yang notabennya adalah kakak Samuel sendiri. Apalagi jika mengingat pertemuan terakhir mereka berdua yang berakhir di rumah sakit.

Bayu bahkan mendapat amukan dari kedua orang tua mereka di Bali yang langsung terbang ke Jakarta saat itu.

"Bukan ide yang bagus yah?" Tanya Bunda yang melihat raut ragu di wajah Samuel.

"Bukan gitu sih Bun... Cuman Ale sepertinya gak suka kalau terlalu di usik terus, atau gini aja. Kita minta tolong sama Mila mungkin Alesha mau dengerin sahabat nya itu. Kan Bunda tahu sendiri Mila si cewek yang gak bisa dibantah, nah biar bang Bayu urusan Sam" Usul Samuel.

"Mila? Bukannya dia gak pernah menang kalau ngomong sama Ale?" Batin Bunda Anika ragu.

Samuel tersenyum melihat Bundanya yang seperti ragu dengan Mila.

"Tenang aja Bunda, biarpun selalu kalah tapi terkadang omongan Mila bisa langsung diterima oleh Ale" Ucap Samuel.

Bunda Anika mengangguk setuju.

Di tempat lain, sedari Samuel dan Anika berbincang Alesha pun memasuki perantaraan rumahnya yang dapat dilalui dari sebelah kiri CakeBakery yang juga di jadikan sebagai garasi mobil.

Rumah Alesha bisa dikatakan lumayan besar, ada ruang tamu, ruang keluarga, dapur sekaligus ruang makan. Sedangkan kamar tidur ada lima.

Alesha pun langsung menaiki tangga menuju lantai dua, di sana ada kamarnya dan Ari. Sisa kamar lainnya ada dilantai bawah.

Sesaat setelah memasuki kamarnya, Alesha pun membuka gorden yang langsung menghadap halaman samping yang menyimpan stok bunga dan tanaman. Kemudian ia memandang keluar atau lebih tepatnya memandang birunya langit di atas sana.

Alesha tanpa sadar mencengkeram erat gorden yang sedari tadi belum di lepasnya hingga terlihat telapak tangannya sedikit memerah. Hingga akhirnya Alesha menghembuskan nafasnya pelan, ia pun kemudian memandang lengannya yang sedikit bergetar.

"Kumohon... Berhenti" Ucapnya pelan.

Di tempat lain, setelah mengantar Nayla pulang kerumahnya Ryan pun langsung menuju Perusahaannya. Sudah lima tahun ini ia menggantikan posisi Ayahnya.

Ryan mengecek Hpnya dan melihat banyaknya artikel tentang kejadian di bandara tadi. Benar kata Nayla, apapun bisa menjadi berita bagi segelintir orang.

Terlihat Ryan menelpon seseorang dan wajahnya berubah dingin saat mendengar perkataan seseorang di ujung telepon sana.

"Hanya itu yang kau dapatkan heh" Ucapanya lalu langsung mengakhiri panggilan tersebut dengan kasar.

Ryan kemudian memandang keluar melalui jendela kaca di ruangannya yang berada dilantai sepuluh. Ia masih memikirkan gadis itu yang sangat diyakininya adalah Alesha. Kemudian seperti Alesha, ia menghembuskan nafasnya pelan.

Kini pikirannya melayang saat pertama kali bertemu dengan Alesha, saat gadis itu masih berumur 8 tahun.

Alesha dulu adalah gadis manis, berambut pendek dengan tingkah seperti preman sekolah. Dan tidak sedikit pun menarik perhatiannya yang saat itu masih berumur 10 tahun, Alesha dikenalkan padanya saat itu karena dia adalah putri teman baik Ayahnya.

Saat pertama bertemu, Ryan bisa melihat kekaguman di mata Alesha padanya. Dan mulai saat itu Alesha selalu mengikutinya, mengatakan rasa sukanya dan mengkalim dirinya sebagai istri masa depannya.

Kesal tentu saja, tapi semakin lama Ryan pun mulai terbiasa dan tanpa sadar senyuman Alesha adalah hal yang wajib untuk ia lihat setiap hari. Sampai dirinya melakukan kesalahan paling fatal dalam hidupnya.

Seandainya saja dulu ia lebih peduli dengan apa yang terjadi pada gadisnya.

Dan seandainya dulu ia tidak hanya memikirkan dirinya sendiri.

Ryan yakin Aleshanya pasti sangat membenci dirinya. Kini ia hanya bisa berharap jika nanti mereka bertemu, Alesha dapat memaafkannya dan memberikannya kesempatan untuk memperbaiki dan membahagiakannya.

Ryan takut penyesalannya akan tak berujung dan tidak sanggup ia akui, jika harus hidup tanpa ada Alesha di sampingnya.

Ryan harus menemukannya dan berusaha agar gadisnya bisa kembali padanya bagaimana pun caranya. Bahkan walau harus dengan cara teregois sekalipun.

"Aku tak akan berhenti Alesha... Tak akan pernah berhenti"

~~~

Avialviolita

Terima kasih telah membaca cerita aku :)

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status