Share

3. Blackhole

SAMUDRA

“Very formal” Samudra bergumam sembari masih menatap layar handphonenya. Sangat businesslike, pikirnya. Tapi memang apa yang bisa dia harap? Obrolan panjang lebar seperti teman lama, ngobrolin tentang kejadian hari ini, planning lunch esok harinya. Konyol, pikirnya lagi. Walaupun dia tanpa sadar berharap lebih dari sekedar pembicaraan telepon formal. Tapi paling tidak Sabrina bisa bergabung lebih awal, plus dia bisa datang lebih awal lagi untuk diskusi masalah pekerjaan. There is something to look forward to.

But why?

Ini kan urusan pekerjaan? Bukan kali pertama dia mempekerjakan seseorang. Jadi bukan sesuatu yang spesial. Tiba-tiba dia teringat “big plan” yang dia tawarkan ke Sabrina. Shit!

Dia sendiri tidak tahu plan macam apa yang bisa disebut big. Ok, masih ada waktu buat berfikir. Dia bisa saja membikin – bikin sesuatu, toh perusahaannya sendiri.

Sabrina.

Why on earth sosok wanita ini tiba-tiba sibuk mondar-mandir di pikirannya? Semenjak kali pertama interview, sosoknya rajin nongol tanpa diundang ke kepalanya. Seperti tidak ada wanita lain saja, pikirnya sinis ke diri sendiri. Walaupun banyak bergonta – ganti pacar, dia memang tidak terlalu sibuk untuk memikirkan perempuan. Buat dia pacar adalah selingan diantara kesibukan pekerjaan, selingan untuk mencerahkan hari, pelengkap untuk dibawa ke resepsi bukan untuk memenuhi pemikiran. Mendapatkan pacar baru buat dia sama mudahnya seperti membeli jas baru, sekali lirik bisa dipastikan perempuan akan tersipu – sipu kepincut. Siapa yang tidak? Samudra abimanyu, pengusaha muda, kaya dan tampan.

Tetapi Sabrina lain. Ada sesuatu tentangnya yang menyedot perhatian Samudra. Cantik, yes…tapi lebih dari itu. Gayanya yang anggun tapi terkesan berjarak, ada sesuatu darinya yang menyedot perhatian Samudra. Seperti black hole yang menyedot semua energi dan masa di sekitarnya, Sabrina juga menyedot semua fokus dan perhatian Samudra.

Dia adalah calon staf kamu!

Samudra mengingatkan ke diri sendiri. Prinsipnya untung tidak kencan dengan stafnya sendiri selalu dipegang teguh, dan tidak ada alasan untuk melanggarnya sekarang.

****

“Ini schedule bapak untuk hari ini” Nia sekertaris Samudra menyerahkan notepad. Setiap pagi sang sekertaris selalu menyerahkan jadwal hariannya. Samudra meneliti dengan seksama. “Sabrina larasati menelpon untuk meeting dengan bapak, saya bikin dihari kamis….”

“Kamis? Make it tomorrow please” perhatian Samudra ke notepad  langsung terpecah begitu mendengar nama Sabrina, seperti radar NASA mendapatkan sinyal alien dari angkasa.

“Tapi jadwal bapak sudah sangat penuh besok” respon Nia.

Cancel salah satunya, you know how to do it” jawab Samudra masih dengan mata ke arah notepad pura-pura fokus dengan susunan jadwal, walaupun tidak setitikpun pikiran tertuju kearah deretan tulisan dan jam di dalamnya. Pikirannya tertuju meeting dengan Sabrina dan dia tidak bisa menunggu sampai hari kamis.

“Tapi Pak…” Sambung Nia yang langsung terhenti di tengah jalan begitu sang bos mendongakkan kepala. Walaupun tanpa berkata apapun Nia tahu bahwa bosnya tidak bisa dibantah lagi. “Baik Pak” respon Nia pasrah.

Samudra tersenyum “Thank you Nia”. Dia membayangkan bertemu dengan Sabrina, melihatnya lagi. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba tidak bisa menunggu untuk bertemu dengan sosok anggun itu lagi, mendengar suaranya dan….shit big plan!

 “Nia minta team A untuk membikin laporan bisnis sekarang”.

“Apa bapak perlu meeting dengan team A?” tanya Nia dengan pen dan notebook siap ditangan.

“Tidak perlu laporan saja cukup. Thank you” selama posisi business manager di team A kosong dia menghandle sendiri semua gerak team A, jadi sedikit banyak dia menguasai kondisi. Dan pastinya ini sangat membantu untuk membuat “big plan” yang dia janjikan ke Sabrina. Walaupun the biggest plan of them all adalah bertemu dengan Sabrina. Secepatnya!

Samudra tersenyum mendapatkan nama Sabrina di jadwal keesokan harinya. Nia memang sekertaris yang sangat bisa dihandalkan, tanpa dia entah apa jadinya Samudra. Nia menempatkan jadwal Sabrina di penghujung hari. good enough, pikir Samudra. Tanpa ada jadwal lain sesudahnya, meeting akan berjalan rileks. Atau mungkin dinner sesudahnya? Dia menimbang-nimbang opsi tersebut yang cepat-cepat dia buang. Sangat tidak pantas mengajak dinner calon salah satu staf di pertemuan pertama. Be professional Samudra, is just work. Nothing more! Dia meyakinkan diri sendiri.

Seperti bisa membaca jalan pikiran Samudra Nia sang sekertaris berkata “ Sabrina adalah calon staf bapak” dengan raut muka mengingatkan. Mau tidak mau dia tersenyum mendengar perkataan sekertaris andalannya tersebut.

“I never crossed that line Nia” so far, pikirnya.

Otak rasionalnya berkata untuk tetap berpegang teguh dengan prinsip tersebut, sedangkan pikiran irasional dia mengatakan sebaliknya.

Samudra agak resah ketika meeting terakhir sebelum jadwal bertemu Sabrina berlangsung agak lama. Seharusnya bisa selesai 30 menit yang lalu, tetapi sang partner bisnis rupanya hoby mengulur diskusi. Dia melirik jam patek pilippe di pergelangan tangannya, 10 menit lagi sebelum jadwal dengan Sabrina. Dia meletakkan jemari diatas dagu, seolah-olah fokus mendegarkan pembicaraan sang partner bisnis walaupun sebenarnya dia kepengin cepat menyudahi meeting ini dan lari ke ruangannya. Menunggu Sabrina.

15 menit berlalu. Meeting masih berjalan.

Walaupun ini adalah salah satu partner bisnis dia yang cukup besar, tapi meeting selanjutnya lebih penting. Dia berbisik ke salah satu managernya untuk melanjutkan tanpa dia “Gentlemen’s I have another meeting waiting for me. Andika will continue the discussion with you” pamitnya. .

Dengan agak tergesa dia berjalan ke arah ruang kerjanya.

”Sabrina sudah disini?” tanyanya ke sang sekertaris. Nia memberikan gestur bahwa Sabrina sudah menunggu di dalam ruang kerjanya.

Dia ada di sana.

Duduk di salah satu sofa hitam di ruang kerjanya dengan anggun. Kali ini mengenakan blus berwarna kuning dipadu dengan rok berwarna hijau, sangat pas dengan warna kulitnya. Kakinya mengenakan stiletto berwarna biru muda, sangat sexy. Samudra hampir lupa untuk mengambil nafas gara-gara sosok yang duduk di sofa tersebut. Ada perasaan lega yang aneh ketika melihatnya lagi, membikin dunianya terasa lebih ringan. What the hell is this feeling, pikirnya. “Halo. Sudah lama menunggu?” Dia berjalan ke arah Sabrina.

Sabrina berdiri sembari tersenyum ke arahnya. Senyum yang seperti magnet, menyedot segala fokusnya, perhatiannya. Mungkin juga senyum paling indah yang pernah dia lihat “apa kabar?” tanyanya sembari mengulurkan tangan”.

“Halo, baik. Saya datang agak awal” Sabrina menjabat uluran tangannya. Lembut dan hangat, membuat jantungnya berdetak seperti sedang lari marathon.

“Saya sudah menyiapkan summary dan rencana bisnis team A untuk kamu” dia berjalan ke meja kerjanya, mengambil map dan diserahkan ke Sabrina. Sungguh, meeting ini sebenarnya lebih untuk bertemu dengan Sabrina daripada membahas urusan kantor. Dia yakin Sabrina akan dengan cepat beradaptasi dengan pekerjaannya, walaupun tanpa meeting hari ini. Dia sangat pintar, dan selama ini Samudra belum pernah salah menilai orang.

Bagaimana mungkin untuk bisa berpegang teguh ke prinsipnya, ketika dia selalu susah untuk fokus di depan sosok wanita ini. Dalam hati dia mulai menimbang-nimbang untuk melanggar prinsipnya sendiri yang dia coba tangkas dengan sia-sia.

Married?

Is she married? Atau punya pacar? Tiba-tiba status ini menjadi sangat penting. Di resume dia tidak mencantumkan statusnya, walaupun biasanya dia tidak begitu perduli dengan status karyawannya kali ini adalah sesuatu yang tidak biasa.

“Kamu akan cukup sibuk dengan overseas business trip. Will that be ok?” dengan kata lain apakah ada famili yang kurang suka kalau kamu pergi bisnis trip?

“Tentu saja tidak. Satu paket dengan pekerjaan” jawab Sabrina agak ambigu.

Dia kurang puas dengan jawaban Sabrina “Married?” tanya Samudra pendek yang dengan sangat cepat dia sesali. Terlalu pribadi, pikirnya dilain pihak dia juga sangat menunggu jawabannya. Please say no, please say no.

“Boyfriend” jawab Sabrina singkat sambil tersenyum. Ada perasaan tidak suka yang aneh dalam pikiran Samudra. Dia tersenyum sembari melanjutkan diskusi dengan Sabrina. Hhhmm…I wonder what he looks like, laki-laki beruntung yang mempunyai pacar secantik ini.

Boyfriend. Nothing attached yet, bisik sisi sang pemburu dalam diri Samudra. Memang apa yang akan terjadi? Dia mengingatkan ke diri sendiri lagi. Be professional, jangan ada hubungan asmara di kantor.

Waktu berjalan sangat cepat, ketika berdiskusi dengan Sabrina. Tanpa terasa jadwal mereka sudah selesai. Dia masih kepengin mengulur jadwal diskusi ketika Sabrina bertanya “ada lagi yang perlu kita diskusikan Pak?”. Pertanyaan yang terdengar seperti pernyataan bahwa waktu sudah selesai. Please have a drink with me, pikir Samudra. “No, that will be all” itu yang keluar dari mulutnya, sangat professional dan meyakinkan. “Sampai jumpa dua minggu lagi kalau begitu” Sabrina mengulurkan tangannya.

Please have a drink with me, pikir Samudra lagi. “I’ll look forward to it” katanya jujur professionally dan personally.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status