Share

6. Playboy Boss

SABRINA

Ok, semua orang membicarakan tentang annual gala dinner. Even tahunan yang diadakan perusahaan. Semua hush dan fush tentang apa yang akan dipakai untuk gala dinner nanti. Fitri salah satu stafnya yang agak selalu pengen tahu sudah menanyakan dari awal “mbak Sabrina nanti mau pakai baju apa?”.

Sejujurnya dia belum atau tidak sempat memikirkan outfit untuk dinner. Menurut ( lagi-lagi ) Fitri, even sekarang lebih spesial karena temanya adalah “red carpet moment”. Seolah-olah kita selebriti saja, pikirnya. Dia melihat e mail pemberitahuan tentang dinner ini minggu lalu, akan diadakan di salah satu hotel bintang lima yang berlokasi tidak jauh dari gedung kantor. Minimal praktis, tidak perlu berpikir akan terjebak kemacetan.

“Mbak besok kita boleh selesai lebih awal yah, harus ke salon untuk blow rambut” oceh fitri dari seberang meja.

“Sure” Sabrina mendongak ke arah Fitri sebentar dan matanya kembali fokus lagi terhadap lembaran-lembaran dokumen di depannya.

“Mbak…mbak…tau nggak? Katanya ada cewek yang lagi ngejar-ngejar Pak Samudra, Mbak Nia sampai kewalahan diteror” bisik Fitri dengan aura muka penuh dengan gosip.

Mendengat nama Samudra dan cewek, radar Sabrina langsung waspada penuh. “O ya?” responnya sedatar mungkin dengan pandangan masih tertuju kearah lembaran dokumen, walaupun perhatiannya tertuju ke arah anak buah di depannya.

“Iya mbak, kali ini sepertinya psycho bener. Tetapi cewek mana sih yang nggak meleleh sama Pak Samudra yah. Gantengnya itu loh minta ampun”.

Kali ini Sabrina tidak bisa menahan senyum, walaupun dalam hati dia membenarkan cewek mana sih yang tidak terpesona melihat bos mereka. “Kamu naksir sama boss kita?”.

“Kalau mbak Sabrina?” tanya Fitri sok menyelidik.

“Loh kok balik tanya” dan yah….saya juga terpesona dengan bos kita. Tapi pemikiran ini Sabrina simpan dalam-dalam. Tidak boleh ada yang tahu, bahkan rumput yang bergoyangpun tidak boleh tahu. kalau-kalau mereka juga bisa bergosip yang mengakibatkan seluruh dunia tahu bahwa dia naksir dengan sang bos.

Dalam hati dia penasaran seperti apa cewek yang mengejar-ngejar sang bos. Selama ini dia hanya melihat sosok Samudra dari koran atau majalah, termasuk gosip tentang sang bos adalah womanizer. “Memang bos kita itu suka gonta-ganti pacar?” dia bertanya dengan nada sambil lalu.

“Mbak sudah jadi rahasia umum. Seluruh kantor juga tahu kalau Pak Samudra itu playboy”.

Playboy yang kaya. Paduan yang sempurna tapi mematikan. Sabrina membuang jauh-jauh ketertarikan dengan bosnya, lagipula sudah ada Teddy.

Teddy yang sudah lama menemaninya, Teddy yang selalu penuh pengertian, Teddy yang selalu sabar ketika dia sedang moody, Teddy yang sekarang sedang menelpon dia. Sabrina melihat nama “mon amour” melunjak-lunjak dari layar handphonenya. “Halo”

“Hon….dinner?”

Teddy yang sepertinya punya six sense, karena dia tahu bahwa Sabrina sedang memikirkan dia. Berusaha memikirkan dia lebih tepatnya.

Saking lamanya mereka berpacaran, mereka tidak perlu lagi menyelesaikan satu kalimat, keduanya akan sama-sama tahu dengan persis apa yang dimaksud.

“Nggak bisa hari ini, lagi padat banget” Sabrina menjawab sambil menyandarkan punggung di kursi.

“Besok then, weekend kan?”

Telepon mejanya berdering, dari nomernya adalah extension Nia, sekertaris sang bos. “Emergency call dari si bos. Aku telpon lagi ok?”.

****

“Sabrina, come in

Dia melihat sang boss duduk di sofa panjang dengan laptop dipangkuan, bukan di meja kerja seperti biasanya. Sabrina duduk di sofa yang sama, agak sedikit canggung.

“Saya meneliti detail bisnis dengan Pont Nord, sepertinya ada yang kurang pass” Samudra menaruh laptop di atas meja, ke arah Sabrina. “angka-angka ini agak kurang pas sepertinya” lanjutnya.

Sabrina menggeser duduk ke arang sang bos, agak dekat. Terlalu dekat. Dia bisa mencium aroma wangi dari Samudra, bahkan merasakan aliran hangat tubuhnya. Ssshhh…fokus Sabrina, dia mengarahkan pandangan ke laptop, ke angka-angka yang ditunjukkan sang bos.

“Ada perbedaan di sini, kurang dari yang saya diskusikan dengan Pont Nord tempo hari”.

“Saya akan telpon Paris untuk….” Pintu terbuka sebelum Sabrina berhasil menyelesaikan kalimatnya. Seorang wanita berwajah cantik dengan bibir bak Angelina jolie masuk disusul dengan Nia yang kelihatan tergopoh-gopoh.

“Halo honey, sekertaris kamu masak nggak ngebolehin aku masuk”

Aaaa…ok, mungkin ini si wanita itu. Yang mendadak popular satu kantor karena mengejar-ngejar sang boss. Sabrina melirik ke arah Samudra yang kelihatan kaget tetapi dengan cepat berganti dengan aura tenang. Laki-laki ini ternyata tidak hanya selalu tenang dalam menghandle rapat-rapat penting, tetapi juga saat ada perusuh menyerbu seperti sekarang.

Tunggu…..perusuh? O well, aku menyebutnya perusuh. Who cares…begitu pikir Sabrina.

“Christina” kata Samudra tenang dan tidak beranjak dari tempat duduknya.

Nia sang sekertaris meminta maaf sembari memberikan kode mata rahasia terhadap sang boss. Ternyata mereka mempunyai sandi rahasia.

“Sabrina, let me know if you need my help” kata Samudra setenang laut tanpa ombak.

“Terimakasih Pak, saya bisa handle. Laginpula…bapak kelihatannya sibuk” ada nada jenaka dalam omongan Sabrina yang disambut senyuman Samudra.

*****

Jam 5.30 sore. Sabrina melihat ke ruangan anak buahnya, semua tidak ada. Pergi untuk ke salon, ganti baju atau apalah. Bahkan suasana seluruh kantor sangat sepi. Semua orang bersiap-siap untuk gala dinner malam ini.

Sedangkan dia masih berkutat dengan urusan pekerjaan, terutama masalah Pont Nord yang ternyata agak bertele-tele. French with all their bureaucracy, pikirnya. Acara akan dimulai jam 7 malam, bearti dia masih punya 1.5 jam untuk menyelesaikan pekerjaan. Ok, kalau dia ngebut dia bisa mengirimkan draft agreement dengan Pont Nord. Di Paris masih jam 11.30 siang, cukup waktu untuk meneliti draft yang akan dikirim Sabrina dan dia bisa memfollow up di sela-sela dinner.

Terdengar pintu diketuk, ketika dia mendongak Samudra sang bos ada di ambang pintu as charming as always.

“Kamu masih di sini? Don’t you need to get ready or something?”

“Hampir selesai Pak, hanya perlu mengirim draft ke Paris”

“Ok, jangan telat. Sampai ketemu di dinner”

OK, plan memang selalu lebih gampang dari kenyataan. Kurang dari 20 menit sebelum dinner dimulai, Sabrina masih jauh dari siap. Dia berpikir untuk pergi dengan baju yang sama, tanpa perlu ganti. Melirik dress selutut berwarna orange yang dia pakai, is it red carpet enough? Pikirnya. Tapi siapa yang perduli.

Aaahhh….. Dia dengan terburu-buru mematikan laptopnya dan berlari menuju basement di mana dia memarkir mobil. Dia tidak ingin menjadi si newbie yang tidak tahu cara bersenang-senang.

Bersambung.....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status