Share

7. Lady in red

SAMUDRA

Sambil menyapa satu grup ke grup lainnya dia meneliti ballroom hotel tempat gala dinner diadakan. Tidak ada Sabrina. Tidak bayangannya, apalagi sosok yang nyata. Apa dia terlalu keasyikan bekerja dan telat ke acara sosial kantor pertamanya?

Samudra mendongakkan kepala setiap ada sosok masuk dari pintu luar. Sudah jam 7 lewat Sabrina masih tidak kelihatan batang hidungnya.

Salah satu anak buah Sabrina menjawab “belum datang Pak” ketika Samudra menanyakan keberadaan sang manager. Mungkin dia harus menelpon, memberikan sedikit omelan kenapa dia belum datang padahal acara akan dimulai beberapa menit lagi. Walaupun yang sebenarnya Samudra hanya ingin memastikan kehadiran Sabrina.

Dia berjalan ke arah pintu keluar sembari merogoh handphone dari dalam kantong suitnya. Mencari nomor Sabrina dari kontak handphonenya. Sebelum dia sempat menekan tombol “telepon” di layar handphonnya dia melihat sosok itu.

Mengenakan gaun merah satu bahu, membiarkan kulit bahu yang lainnya terlihat. Siluet bagian dada sedikit terbuka, sedikit saja cukup membuat semua laki-laki menerka-nerka penasaran. Gaunnya berbelahan cukup tinggi di atas lutut, memperlihatkan Sebagian kulit pahanya yang halus mengkilat. Sabrina selalu berpakaian classy di kantor, dengan dress atau rok yang selalu di bawah lutut. Hari ini dia terlihat sexy, sangat sexy. Atau sensual adalah kata yang lebih tepat.

Seluruh ruangan seperti menahan nafas ketika Sabrina memasuki ruangan. Hampir seluruh mata tertuju ke arahnya. Samudra terpaku sesaat, seperti melihat sosok dewi yang turun dari langit. Hanya saja ini bukan dewi hayalan, ini adalah Sabrina sosok yang beberapa bulan terakhir selalu memenuhi pikirannya. Dia mengambil gelas minuman lalu berjalan ke arah Sabrina.

“Speaking about making a grand entrance” katanya sedikit menggoda, memberikan gelas minuman ke arah Sabrina like a true gentleman.

“Maaf Pak, terjebak video call dengan Paris” Sabrina agak salah tingkah.

Samudra bisa mencium aroma wangi tubuh Sabrina, dia menghirup nafas dalam-dalam menikmati aroma wangi dari wanita di depannya. Mereka berdiri cukup dekat, dia bisa merasakan hangat tubuh Sabrina di kulitnya, membuat jantungnya berdetak bak sedang lari marathon. Matanya sebentar tertuju ke bagian dada atas Sabrina yang sedikit terekspos, pikiran laki-lakinya berpacu liar namun cepat-cepat dia tepis.

“Nice dress” dia berbisik ke arah Sabrina, memastikan tidak ada staf di sekitarnya mendengar. Dia yakin betul Sabrina sadar ketika dia melirik ke arah dadanya walaupun hanya sebentar. Dia membiarkan. Membiarkan Samudra menikmati pemandangan di depannya. Sabrina memberikan senyum menggoda.

Is she really Sabrina?

Sabrina yang biasanya selalu sopan dan berjarak, sekarang seperti menjadi sosok yang lain. Dengan gaun merah sexy dan senyum menggodanya.

Dia baru akan membuka mulut untuk berbicara lagi ketika Sabrina mendahului, “Maaf pak, saya menyapa anggota saya dulu” and she walk away, just like that. Meninggalkan Samudra yang terpaku. She left me, pikir Samudra. Belum pernah ada wanita yang meninggalkan dia begitu saja.

 “Pak, waktunya untuk speech” Nia sekertarisnya, menyelamatkannya dari kemungkinan para staf menangkap basah bagaimana dia begitu tersihir dengan Sabrina.

Selama memberikan speech beberapa kali dia mencuri pandang ke arah Sabrina. Dia duduk di area depan, dari podium Samudra bisa dengan jelas melihatnya, menyilangkan kaki membiarkan Sebagian kulit pahanya terlihat. Dia mengalihkan pandangan ke arah kertas yang dia genggam, bukan untuk melihat apa yang tertulis disitu tapi untuk menenangkan detak jantungnya yang berpacu. Sebelum dia gugup dan kehilangan kata-kata, di depan ratusan para stafnya.

Matanya sepintas tertuju ke arah Sabrina lagi. Is she smiling to me? Pikirnya.

“How is your first office social event?” tanya Samudra. Sabrina yang pandangannya sedang terpaku ke arah handphone agak kaget “seru, ternyata para staf sangat kreatif”.

“Boyfriend?” tanya Samudra lagi sembari mengarahkan pandangan ke handphone yang di genggam Sabrina.

“Hah…uh….Pont Nord. Saya menunggu respon tentang proposal yang saya ajukan”

Paling tidak bukan “mon amour” itu yang memenuhi pikiran Sabrina. Dia agak lega “you look different”.

“Do I?” dia mencondongkan tubuh untuk mengambil gelas dari waiter yang sedang lewat di belakang Samudra, sangat dekat Samudra bisa mencium aroma wangi tubuh Sabrina.

Dada Samudra berdegup kencang, seandainya tidak ada ratusan staf di sekitar mereka dia sudah pasti akan memeluk pinggang sosok sexy di depannya ini, menikmati aroma tubuhnya lebih lama dan mendaratkan bibirnya ke bibir merah Sabrina. “Your certainly make an impression”.

Sulit untuk mengontrol diri melihat sosok Sabrina yang seperti seorang dewi malam ini. Seorang dewi yang sangat sexy. Dia bukan satu-satunya laki-laki yang terpesona, beberapa staf prianya tanpa malu-malu terlihat “sangat ramah” terhadap Sabrina.

Dia menimbang-nimbang untuk menawarkan “minum kopi” setelah acara selesai, apakah pantas? Mungkin tidak. Tetapi dia ingin memperpanjang malam bersama Sabrina, terlebih berdua saja. Tanpa ratusan staf yang lain.

Mengantar dia pulang. Alasan yang jitu. Mereka bisa berdua saja, tanpa ada ratusan orang lain mengganggu dan dia bisa tahu di mana Sabrina tinggal. Sounds like a good plan. Hanya saja bagaimana dia akan mengeksekusi rencananya tanpa kelihatan janggal. Dia adalah bos Sabrina.

Dia mencari kata-kata yang tepat untuk mengantarkan Sabrina pulang “I will take you home?”. Hhhmm terlalu straight forward dan agak mencurigakan. Bagaimana dengan “boleh aku antar kamu pulang?”, tapi terdengar seperti anak SMA. Baru kali ini dia kehilangan kata hanya untuk menawarkan mengantar seorang wanita pulang. Tidak pernah sesulit ini biasanya.

“Sabrina, pulang dengan siapa? Aku bisa antar?” suara Ario salah satu managernya menggugah lamunan Samudra.

Damn! Kalah cepat, pikirnya. Bagaimana aku bisa selambat ini? Disaat dia terlalu banyak berpikir, orang lain sudah dengan cepat memberikan tawaran.

Dia melirik ke arah Sabrina, berharap dia akan menolak tawaran Ario. Sabrina sekilas melihat ke arah Samudra. Apakah dia berharap aku yang mengantar pulang? Pikir Samudra, mendadak penuh harap.

“Thanks. Sudah ada yang jemput” jawab Sabrina sambil melambaikan tangan ke arah laki-laki yang sedang berjalan dari pintu masuk. Pandangan Samudra dan Ario serentak mengikuti ke arah lambaian tangan Sabrina.

Dan dia, si “mon amour” dari handphone Sabrina. Berjalan ringan dan sumringah mendekati mereka. Jadi ini si boyfriend itu, pikir Samudra. Saingan yang dia sangat tidak suka walaupun mereka belum pernah bertemu.

“Hi hon” sapanya riang ke arah Sabrina.

Dia meneliti si perusuh ini, seseorang yang membuyarkan rencananya, saingan beratnya yang untuk saat ini skor 1-0. Samudra 0, telak! Ok, dia mengerti kenapa laki-laki ini adalah pacar Sabrina. Berbadan cukup tinggi dan tegap, dengan dagu tegas dan muka tampan. Bukan hanya itu, dia sepertinya adalah seseorang yang baik. Dada Samudra bergemuruh dengan perasaan cemburu.

“Pak Samudra, kenalkan ini Teddy” Sabrina mengenalkan.

Samudra mendadak ingin meninju laki-laki ini. Laki-laki yang memanggil Sabrina dengan sebutan hon….honey. “Halo….Samudra” dia menjabat tangan laki-laki yang bernama Teddy ini dengan tegas namun sopan.

“Halo Pak Samudra, saya fans berat bapak. Senang sekali akhirnya bisa bertemu” Teddy menjawab dengan sangat sopan.

Fans berat eh. Apakah betul dia masih ngefans seandainya dia tahu bahwa Samudra juga ngefans berat dengan pacarnya.

Ario terlihat sangat kecewa dengan kehadiran Teddy. Paling tidak untuk saat ini dia tidak sendirian, mungkin mereka berdua bisa menepuk pundak masing-masing untuk sedikit melapangkan diri dengan kehadiran makhluk Teddy ini.

“Maaf Pak, Ario…. saya pamit. Selamat malam, see you Monday” Sabrina berpamitan dengan sopan, ditambahi lambaian tangan dari Teddy.

Mereka berjalan berdua, beriringan, lalu Teddy memelukkan tangan ke pinggang ramping Sabrina. Merapatkan tubuh Sabrina ke arahnya dan Sabrina membalasnya dengan tersenyum sumringah ke arah Teddy.

Samudra terbanting kembali ke realita. Dia bukan seseorang yang akan menghabiskan waktu lebih lama dengan Sabrina malam ini. Bukan orang yang memeluk pinggang Sabrina. Damn!

Dadanya bergemuruh dengan api cemburu. Seandainya saja dia adalah orang itu, yang memeluk Sabrina, mengantarkannya pulang dan entahlah apa yang akan terjadi setelah itu. Dengan susah payah dia membuang jauh-jauh pikiran itu.

Mereka hanya berpacaran. Selama belum ada komitmen resmi pintu masih tetap terbuka. Insting kompetitif Samudra seperti tercambuk begitu melihat Teddy. He might be good, but I am definitely better.

“Sudah ada yang punya, tentu saja” gumam Ario, membangunkan Samudra dari lamunan cemburunya.

“Hhmm” dia hanya bergumam sambil menepuk pundak Ario.

Mereka berpamitan. Samudra berjalan pulang, letak apartmennya tidak jauh dari lokasi hotel. Sabrina masih mendominasi pikiran Samudra sepanjang malam, walaupun kali ini dia membuang sosok Teddy jauh-jauh. Hanya Sabrina.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status