SAMUDRA
Sambil menyapa satu grup ke grup lainnya dia meneliti ballroom hotel tempat gala dinner diadakan. Tidak ada Sabrina. Tidak bayangannya, apalagi sosok yang nyata. Apa dia terlalu keasyikan bekerja dan telat ke acara sosial kantor pertamanya?
Samudra mendongakkan kepala setiap ada sosok masuk dari pintu luar. Sudah jam 7 lewat Sabrina masih tidak kelihatan batang hidungnya.
Salah satu anak buah Sabrina menjawab “belum datang Pak” ketika Samudra menanyakan keberadaan sang manager. Mungkin dia harus menelpon, memberikan sedikit omelan kenapa dia belum datang padahal acara akan dimulai beberapa menit lagi. Walaupun yang sebenarnya Samudra hanya ingin memastikan kehadiran Sabrina.
Dia berjalan ke arah pintu keluar sembari merogoh handphone dari dalam kantong suitnya. Mencari nomor Sabrina dari kontak handphonenya. Sebelum dia sempat menekan tombol “telepon” di layar handphonnya dia melihat sosok itu.
Mengenakan gaun merah satu bahu, membiarkan kulit bahu yang lainnya terlihat. Siluet bagian dada sedikit terbuka, sedikit saja cukup membuat semua laki-laki menerka-nerka penasaran. Gaunnya berbelahan cukup tinggi di atas lutut, memperlihatkan Sebagian kulit pahanya yang halus mengkilat. Sabrina selalu berpakaian classy di kantor, dengan dress atau rok yang selalu di bawah lutut. Hari ini dia terlihat sexy, sangat sexy. Atau sensual adalah kata yang lebih tepat.
Seluruh ruangan seperti menahan nafas ketika Sabrina memasuki ruangan. Hampir seluruh mata tertuju ke arahnya. Samudra terpaku sesaat, seperti melihat sosok dewi yang turun dari langit. Hanya saja ini bukan dewi hayalan, ini adalah Sabrina sosok yang beberapa bulan terakhir selalu memenuhi pikirannya. Dia mengambil gelas minuman lalu berjalan ke arah Sabrina.
“Speaking about making a grand entrance” katanya sedikit menggoda, memberikan gelas minuman ke arah Sabrina like a true gentleman.
“Maaf Pak, terjebak video call dengan Paris” Sabrina agak salah tingkah.
Samudra bisa mencium aroma wangi tubuh Sabrina, dia menghirup nafas dalam-dalam menikmati aroma wangi dari wanita di depannya. Mereka berdiri cukup dekat, dia bisa merasakan hangat tubuh Sabrina di kulitnya, membuat jantungnya berdetak bak sedang lari marathon. Matanya sebentar tertuju ke bagian dada atas Sabrina yang sedikit terekspos, pikiran laki-lakinya berpacu liar namun cepat-cepat dia tepis.
“Nice dress” dia berbisik ke arah Sabrina, memastikan tidak ada staf di sekitarnya mendengar. Dia yakin betul Sabrina sadar ketika dia melirik ke arah dadanya walaupun hanya sebentar. Dia membiarkan. Membiarkan Samudra menikmati pemandangan di depannya. Sabrina memberikan senyum menggoda.
Is she really Sabrina?
Sabrina yang biasanya selalu sopan dan berjarak, sekarang seperti menjadi sosok yang lain. Dengan gaun merah sexy dan senyum menggodanya.
Dia baru akan membuka mulut untuk berbicara lagi ketika Sabrina mendahului, “Maaf pak, saya menyapa anggota saya dulu” and she walk away, just like that. Meninggalkan Samudra yang terpaku. She left me, pikir Samudra. Belum pernah ada wanita yang meninggalkan dia begitu saja.
“Pak, waktunya untuk speech” Nia sekertarisnya, menyelamatkannya dari kemungkinan para staf menangkap basah bagaimana dia begitu tersihir dengan Sabrina.
Selama memberikan speech beberapa kali dia mencuri pandang ke arah Sabrina. Dia duduk di area depan, dari podium Samudra bisa dengan jelas melihatnya, menyilangkan kaki membiarkan Sebagian kulit pahanya terlihat. Dia mengalihkan pandangan ke arah kertas yang dia genggam, bukan untuk melihat apa yang tertulis disitu tapi untuk menenangkan detak jantungnya yang berpacu. Sebelum dia gugup dan kehilangan kata-kata, di depan ratusan para stafnya.
Matanya sepintas tertuju ke arah Sabrina lagi. Is she smiling to me? Pikirnya.
“How is your first office social event?” tanya Samudra. Sabrina yang pandangannya sedang terpaku ke arah handphone agak kaget “seru, ternyata para staf sangat kreatif”.
“Boyfriend?” tanya Samudra lagi sembari mengarahkan pandangan ke handphone yang di genggam Sabrina.
“Hah…uh….Pont Nord. Saya menunggu respon tentang proposal yang saya ajukan”
Paling tidak bukan “mon amour” itu yang memenuhi pikiran Sabrina. Dia agak lega “you look different”.
“Do I?” dia mencondongkan tubuh untuk mengambil gelas dari waiter yang sedang lewat di belakang Samudra, sangat dekat Samudra bisa mencium aroma wangi tubuh Sabrina.
Dada Samudra berdegup kencang, seandainya tidak ada ratusan staf di sekitar mereka dia sudah pasti akan memeluk pinggang sosok sexy di depannya ini, menikmati aroma tubuhnya lebih lama dan mendaratkan bibirnya ke bibir merah Sabrina. “Your certainly make an impression”.
Sulit untuk mengontrol diri melihat sosok Sabrina yang seperti seorang dewi malam ini. Seorang dewi yang sangat sexy. Dia bukan satu-satunya laki-laki yang terpesona, beberapa staf prianya tanpa malu-malu terlihat “sangat ramah” terhadap Sabrina.
Dia menimbang-nimbang untuk menawarkan “minum kopi” setelah acara selesai, apakah pantas? Mungkin tidak. Tetapi dia ingin memperpanjang malam bersama Sabrina, terlebih berdua saja. Tanpa ratusan staf yang lain.
Mengantar dia pulang. Alasan yang jitu. Mereka bisa berdua saja, tanpa ada ratusan orang lain mengganggu dan dia bisa tahu di mana Sabrina tinggal. Sounds like a good plan. Hanya saja bagaimana dia akan mengeksekusi rencananya tanpa kelihatan janggal. Dia adalah bos Sabrina.
Dia mencari kata-kata yang tepat untuk mengantarkan Sabrina pulang “I will take you home?”. Hhhmm terlalu straight forward dan agak mencurigakan. Bagaimana dengan “boleh aku antar kamu pulang?”, tapi terdengar seperti anak SMA. Baru kali ini dia kehilangan kata hanya untuk menawarkan mengantar seorang wanita pulang. Tidak pernah sesulit ini biasanya.
“Sabrina, pulang dengan siapa? Aku bisa antar?” suara Ario salah satu managernya menggugah lamunan Samudra.
Damn! Kalah cepat, pikirnya. Bagaimana aku bisa selambat ini? Disaat dia terlalu banyak berpikir, orang lain sudah dengan cepat memberikan tawaran.
Dia melirik ke arah Sabrina, berharap dia akan menolak tawaran Ario. Sabrina sekilas melihat ke arah Samudra. Apakah dia berharap aku yang mengantar pulang? Pikir Samudra, mendadak penuh harap.
“Thanks. Sudah ada yang jemput” jawab Sabrina sambil melambaikan tangan ke arah laki-laki yang sedang berjalan dari pintu masuk. Pandangan Samudra dan Ario serentak mengikuti ke arah lambaian tangan Sabrina.
Dan dia, si “mon amour” dari handphone Sabrina. Berjalan ringan dan sumringah mendekati mereka. Jadi ini si boyfriend itu, pikir Samudra. Saingan yang dia sangat tidak suka walaupun mereka belum pernah bertemu.
“Hi hon” sapanya riang ke arah Sabrina.
Dia meneliti si perusuh ini, seseorang yang membuyarkan rencananya, saingan beratnya yang untuk saat ini skor 1-0. Samudra 0, telak! Ok, dia mengerti kenapa laki-laki ini adalah pacar Sabrina. Berbadan cukup tinggi dan tegap, dengan dagu tegas dan muka tampan. Bukan hanya itu, dia sepertinya adalah seseorang yang baik. Dada Samudra bergemuruh dengan perasaan cemburu.
“Pak Samudra, kenalkan ini Teddy” Sabrina mengenalkan.
Samudra mendadak ingin meninju laki-laki ini. Laki-laki yang memanggil Sabrina dengan sebutan hon….honey. “Halo….Samudra” dia menjabat tangan laki-laki yang bernama Teddy ini dengan tegas namun sopan.
“Halo Pak Samudra, saya fans berat bapak. Senang sekali akhirnya bisa bertemu” Teddy menjawab dengan sangat sopan.
Fans berat eh. Apakah betul dia masih ngefans seandainya dia tahu bahwa Samudra juga ngefans berat dengan pacarnya.
Ario terlihat sangat kecewa dengan kehadiran Teddy. Paling tidak untuk saat ini dia tidak sendirian, mungkin mereka berdua bisa menepuk pundak masing-masing untuk sedikit melapangkan diri dengan kehadiran makhluk Teddy ini.
“Maaf Pak, Ario…. saya pamit. Selamat malam, see you Monday” Sabrina berpamitan dengan sopan, ditambahi lambaian tangan dari Teddy.
Mereka berjalan berdua, beriringan, lalu Teddy memelukkan tangan ke pinggang ramping Sabrina. Merapatkan tubuh Sabrina ke arahnya dan Sabrina membalasnya dengan tersenyum sumringah ke arah Teddy.
Samudra terbanting kembali ke realita. Dia bukan seseorang yang akan menghabiskan waktu lebih lama dengan Sabrina malam ini. Bukan orang yang memeluk pinggang Sabrina. Damn!
Dadanya bergemuruh dengan api cemburu. Seandainya saja dia adalah orang itu, yang memeluk Sabrina, mengantarkannya pulang dan entahlah apa yang akan terjadi setelah itu. Dengan susah payah dia membuang jauh-jauh pikiran itu.
Mereka hanya berpacaran. Selama belum ada komitmen resmi pintu masih tetap terbuka. Insting kompetitif Samudra seperti tercambuk begitu melihat Teddy. He might be good, but I am definitely better.
“Sudah ada yang punya, tentu saja” gumam Ario, membangunkan Samudra dari lamunan cemburunya.
“Hhmm” dia hanya bergumam sambil menepuk pundak Ario.
Mereka berpamitan. Samudra berjalan pulang, letak apartmennya tidak jauh dari lokasi hotel. Sabrina masih mendominasi pikiran Samudra sepanjang malam, walaupun kali ini dia membuang sosok Teddy jauh-jauh. Hanya Sabrina.
Bersambung....
SABRINASenin pagi seperti biasa. Sibuk!Orang cenderung agak stress di hari senin. Why? Bukannya setiap minggu orang selalu bertemu dengan hari senin, sama dengan bertemu dengan hari selasa, rabu kamis dan selanjutnya? Paling tidak untuk Sabrina hari senin menyenangkan. Hari senin ini lebih tepatnya. Dia tidak berbohong, kadang dia juga merasa stress dan berat untuk berangkat bekerja di hari senin. Tapi sepertinya masa-masa itu sudah berlalu, sekarang dia merasa lebih bersemangat ke kantor.Tidak ada alasan untuk stress.Seperti pagi ini. Sudah ada respon dari Paris untuk proposal bisnisnya. Ini akan menjadi bisnis deal terbesar dia selama beberapa bulan bergabung dengan SAP group. Kata sang bos, ini akan menjadi deal terbesar untuk team A selama ini. Jadi belum lama dia bergabung dengan SAP group sudah membikin break through. Salah satu alasan untuk happy.Oh ya, sang bos yang super duper ganteng itu. Layakny
SAMUDRAAnother nice morning!Samudra bersiul ringan memasuki walk in closet nya yang berukuran besar. Meneliti deretan kemeja dan jas yang tergantung rapi. Dia memilih setelan jas kotak-kotak warna biru dipadankan dengan kemeja warna biru muda. Meneliti deretan koleksi jam mahalnya, kali ini dia memilih silver rolex favoritnya.Menyeruput secangkir kopi yang dia racik sendiri dari mesin kopi yang di pesan khusus dari Italy. “It’s another good day” gumamnya ringan. Tiba-tiba dia membayangkan seandainya ada orang lain yang menemaninya memulai pagi, berada di sisinya ketika dia bangun, bersama menyeruput kopi pagi. Seandainya ada orang lain.Seandainya ada Sabrina di sisinya setiap hari.Dia tersenyum kecil. Tidak lama lagi dia akan bertemu Sabrina. Walaupun hanya di kantor, bisa memandang wajah Sabrina membuat dadanya membuncah penuh kebahagiaan.Dengan ringan dia berjalan ke
SABRINAPak Samudra dengan Cora?Wow.Dia tahu bahwa bosnya adalah playboy kelas ulung, tapi Cora ada di level berbeda dengan para perempuan yang pernah dikencani bosnya. CORA!Dia salah satu penyanyi papan atas untuk saat ini, sangat bertalenta, dengan suara emas yang sangat unik. In a short, very impressive! Bahkan Sabrina ngefans berat dengan Cora. Selama ini penyanyi ini selalu bersih dari gossip, dan tahu-tahu…BAM! Foto dia dengan bosnya ada di mana-mana. Tentunya dia bukan siapa-siapa dibanding dengan Cora, pikirnya agak kehilangan kepercayaan diri. Lah memang kenapa pakai membandingkan diri dengan Cora segala?Tapi lagi-lagi siapa yang bisa menolak pesona sang bosnya. Dia bisa saja playboy, tapi dia muda, ganteng dan kaya. Bahkan Sabrina sendiri luluh lantak kesengsem dengan sang bos, tapi sekarang sudah terang benderang, seperti tengah hari yang terik sang bos berpacaran dengan Cora. Dia tersenyum asem, seperti
SAMUDRAParis.Sudah lama dia tidak ke sini, serasa sudah puluhan tahun yang lalu. Walaupun the city of love ini pernah sangat dekat dengannya. Samudra menghabiskan dua tahun di sini, dua tahun dalam hidupnya yang sangat membekas. Bertahun-tahun belakangan dia memilih menghindari kota ini, walaupun sebagai pebisnis dia banyak melanglang buana tetapi Paris adalah kota yang dia hindari.Trip kali ini adalah ide yang begitu tiba-tiba, tanpa rencana sebelumnya. Dengan qualiti sehandal Sabrina, kehadirannya tidak terlalu dibutuhkan. Tanpa diapun Sabrina akan berhasil menutup deal dengan mulus.Tetapi kenapa tidak? Kehadirannya adalah nilai plus dari sisi bisnis dan bisa berdua dengan Sabrina selama beberapa hari, walaupun itu harus di Paris.Nia sang sekertaris agak curiga ketika Samudra terkesan sangat picky dengan hotel. Dengan sangat tegas dia meminta hotel dengan the best view di paris, dan lagi-lagi Nia sang
SAMUDRASabrina memang manager yang sangat handal, seperti sudah dia prediksi, dia bisa menutup deal dengan sangat mulus. Mereka berdua berjalan ke arah hotel selesai makan malam bersama klien bisnis merena. “Well done Sabrina” puji Samudra, “tidak hanya sukses dengan deal satu ini bahkan sudah ada lampu hijau untuk bisnis yang lain. I am impressed”“Saya tidak akan berusaha untuk modest. I know what I am doing” kata Sabrina jenaka tetapi penuh percaya diri. Samudra tersenyum ke arah Sabrina, dia terlihat agak sedikit menggigil, mungkin jacket yang dia kenakan tidak cukup untuk menangkas udara malam musim gugur yang mulai dingin. Samudra membuka coat panjang yang dia pakai, dan mengenakannya ke pundak Sabrina. “There…this should keep you warm”.Agak kaget dia memandang ke arah Samudra, jelas-jelas tidak mengharapkan sikap dari sang bos. “Thank&
SABRINADia melangkah agak canggung di samping Teddy, celotehan Teddy hanya dia tanggapi dengan “e hem” atau “ya”. Merasa sangat bersalah dengan Samudra, dia bisa melihat jelas tatapan tidak suka Samudra ketika melihat Teddy yang walaupun dia coba tutupi dengan senyum ramah. Dia juga takut Teddy akan tahu bahwa dia sudah berselingkuh darinya.Jadi begini rasanya. Ini adalah pengalaman pertama dia berselingkuh dan dia bersumpah dia tidak ingin berselingkuh lagi. Tapi Samudra?It was so good and so right ketika dia bersamanya. Nggak tahu kenapa. Ternyata dia juga memendam rasa ke Sabrina, bahkan dia bilang dia mencintainya.Sabrina seperti terbang ke langit ke tujuh, kalau benar ada langit ke tujuh. Intinya dia Bahagia, super duper Bahagia. Dan sekarang dia setengah mati takut ketahuan.Aaarrgghh kenapa jadi complicated begini.“Hon…sudah sampai. Kamu dari tadi melamun terus&
SABRINA“Mau mampir ke tempatku?” tanya Samudra ketika mereka sedang “dinner rahasia” di tempat yang tidak terlalu rahasia.“Ada apa di tempat kamu?”“Mmmm…aku….and my foot prints all over the place”“Tidak terlalu menarik” kata Sabrina jenaka sambil menyendok makanan terakhir dari piringnya.“So….sudah berapa banyak wanita yang masuk ke apartmen kamu” Sabrina bertanya ketika mereka sedang di dalam lift menuju apartment Samudra.“Hmmm….kamu benar-benar pengin tahu?”. Sabrina mengangguk. “Aku nggak pernah menghitung”“Wow….that many eh?”Samudra merasa terjebak dengan jawabannya sendiri, “tapi tidak ada yang sespesial kamu?”.“Ya…ya….semua playboy bilang begitu”“Kamu menyesal…dengan…ak
SAMUDRADia tidak pernah merasa cemburu, paling tidak dalam waktu yang sudah cukup lama. Dia tidak perlu merasa cemburu ketika berkencan dengan entah berapa banyak wanita. Kali ini dadanya penuh sesak, marah, cemburu, semua menjadi satu. Tanpa Sabrina harus menceritakan dia bisa mengetahui apa yang terjadi di luar pintu. Ketika dia harus menunggu “bersembunyi”. Bersembunyi! Dia mendengus marah ketika kata itu terlintas di kepalanya. Bersembunyi seperti orang bersalah, bersembunyi karena dia adalah orang ketiga, orang yang tidak boleh diketahui oleh dunia. Dia seorang Samudra Abimanyu sebagai seorang selingkuhan. Lelucon yang sangat tidak lucu!Mereka masih terdiam semenjak meninggalkan apartemen Sabrina, dia mengemudikan mobilnya ke arah Sudirman. Samudra menggenggam erat kemudi mobilnya seolah-olah benda mati itu akan meloncat keluar kalau sedikit saja dia melonggarkan pegangannya.“I am sorry”