Share

10. Cora

SABRINA

Pak Samudra dengan Cora?

Wow.

Dia tahu bahwa bosnya adalah playboy kelas ulung, tapi Cora ada di level berbeda dengan para perempuan yang pernah dikencani bosnya. CORA!

Dia salah satu penyanyi papan atas untuk saat ini, sangat bertalenta, dengan suara emas yang sangat unik. In a short, very impressive! Bahkan Sabrina ngefans berat dengan Cora. Selama ini penyanyi ini selalu bersih dari gossip, dan tahu-tahu…BAM! Foto dia dengan bosnya ada di mana-mana. Tentunya dia bukan siapa-siapa dibanding dengan Cora, pikirnya agak kehilangan kepercayaan diri. Lah memang kenapa pakai membandingkan diri dengan Cora segala?

Tapi lagi-lagi siapa yang bisa menolak pesona sang bosnya. Dia bisa saja playboy, tapi dia muda, ganteng dan kaya. Bahkan Sabrina sendiri luluh lantak kesengsem dengan sang bos, tapi sekarang sudah terang benderang, seperti tengah hari yang terik sang bos berpacaran dengan Cora. Dia tersenyum asem, seperti habis menelan air lemon satu kilo.

Ketika dia berjalan kembali ke arah ruangannya dia melihat beberapa staf wanita sedang asik bergosip tentang sang bos dan Cora. Dan sekarang seluruh kantor tahu bosnya menggaet artis papan atas. Sisi baiknya, gunjingan antara dia dan bossnya sewaktu gala dinner kemarin akan lenyap. Sisi buruknya? Why does it have to be Cora????

Tetapi kenapa dia harus sangat perduli dengan sang bos dengan siapapun, walaupun itu Cora sekalipun. Yes, bosnya sangat charming tapi dia sudah bertunangan. Dengan pacar yang tidak kalah tampan. Sabrina melirik cincin tunangan di jari manisnya. Sang bosnya bisa berpacaran dengan 10 perempuan sekaligus, dia tidak akan perduli. Tidak akan!

Dia menghempaskan diri di kursi duduknya, termenung kesal dengan berita tentang Samudra dan Cora sebelum kemudian ingat akan trip ke Paris. Yes Paris, dengan sang bos.

Biarin aja Cora yang jadi pacarnya, gue yang akan terbang ke Paris sama dia!

Bagaimana rasanya trip dengan Samudra, hanya berdua saja, selama beberapa hari, ke Paris pula. Sabrina tanpa sengaja tersenyum, dalam hati dia semangat dengan kesempatan berdua saja dengan bosnya. Menikmati Paris.

Konyol ! Ini kan trip untuk kerja, menyelesaikan bisnis deal, bukan pacaran. Lagi pula sang bos sedang tergila-gila dengan Cora. Dia membikin note dalam hati untuk tidak ngefans lagi dengan penyanyi satu itu. Absolutely no!

Ooohh…tapi lagu barunya itu catchy banget.

Dia mendapatkan panggilan darurat untuk pulang ke rumah. “Ada rembug penting” kata ibunya di telpon yang membikin dia berpikir rembug penting apakah gerangan sampai-sampai dia diharuskan pulang di hari kerja. Lokasi apartemen dia tidak terlalu jauh dari rumah, dan biasanya dia selalu rajin mengunjungi orang tuanya setiap weekend, sudah menjadi acara keluarga untuk sarapan pagi bersama di hari minggu. Keluarga yang berisi tiga orang, bapak ibu dan Sabrina.

“Jadi kalian sudah menentukan tanggal belum” sang ibu menodong ketika Sabrina baru duduk dan memandangi gudeg buatan ibunya dengan penuh pesona.

“Tanggal apa bu?” jawab Sabrina, tidak sabar menunggu bapak atau ibunya menyendok makanan ke piring-piring beliau yang berarti dia bisa bebas untuk mulai menikmati gudeg idola.

“Kok tanggal apa piye? Ya buat pernikahan kalian to” sang ibu menjawab sembari mengambil piring Sabrina untuk menyendokkan makanan. Dia tahu putri satu-satunya sudah tidak sabar untuk menikmati menu favoritnya.

“Oohh…” Sabrina benar-benar lupa bahwa tahapan setelah tunangan adalah menikah. Dan mereka harus menentukan tanggal pernikahan, baik keluarganya dan keluarga Teddy sudah sama-sama tidak sabar. Tapi kenapa harus terburu-buru? Toh mereka sudah bertunangan, dan Sabrina dengan sangat khidmat selalu mengenakan cincin pertunangannya. Menikah bisa kapan saja, maksud dari kapan saja adalah nanti-nanti, lagipula dia tidak akan ke mana – mana.

“Sabrina sedang berdiskusi dengan Teddy ibu, kan nggak boleh sembrono memilih tanggal pernikahan” sejujurnya dia belum menyinggung masalah menikah dengan Teddy.

“Jangan terlalu lama, bapak sudah pengin menimang cucu” kali ini bapaknya angkat bicara.

Bam cucu!

Sabrina hampir keselek telur pindang coklat nan gempal, dia buru-buru meminum air putih yang tersedia di depannya. Rasanya seperti reality check, tidak hanya mereka diharapkan untuk menikah dengan segera tapi juga cepat memproduksi anak. Sesuatu yang belum pernah dia pikirkan. Dia mencintai Teddy, tapi punya anak? Ide itu masih sangat jauh dari pemikirannya. Teramat sangat jauh.

“Nggih pak” jawab Sabrina singkat.

Dalam hati dia mencelos, dan lagi-lagi Samudra muncul dalam kepalanya. Kenapa sih orang ini rajin banget nongol, suushh….suusshh….pergi sana.

****

Teddy sedang asik menonton tv ketika Sabrina kembali ke apartemennya “kamu nggak bilang akan ke sini?” tanya Sabrina agak kaget. Kali ini dia kuatir Teddy akan membicarakan hal yang sama dengan orang tuanya, tanggal pernikahan.

“Ibu memberi tahu kamu dipanggil pulang” kata Teddy dengan mata memberikan “kode rahasia”, dia tahu persis Teddy tahu apa yang bapak ibunya bicarakan dengan dia.

“Ya…ibu masak gudeg” jawab Sabrina mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Hon…sepertinya sudah saatnya kita menentukan tanggal”

There you go, kalimat yang dia coba hindari dari awal. Dengan bapak ibunya dia bisa menghindar dengan jawaban “nggih” atau “saya sedang diskusi dengan Teddy” tapi bagaimana dia bisa menghindar dari Teddy sendiri.

Sabrina duduk di samping Teddy, menggenggam tangannya dan menatap mata Teddy “aku lagi fokus sama deal dengan Paris, shall we talk about it after I get the deal? Ini deal pertama yang sangat penting buatku di SAP”

“Kapan menurut kamu urusan dealnya selesai?” jelas terlihat nada kecewa dalam pertanyaannya.

“3-4 weeks” Sabrina tersenyum.

“Anything for you honey” Teddy mencium bibir Sabrina. Dia membalasnya tidak dengan sepenuh hati, hanya karena dia harus membalas ciuman sang pacar. Teddy kembali mencium bibir Sabrina dengan sepenuh hati, sambil mulai meraba dada Sabrina. Dia dengan pelan menepis tangan Teddy.

What? Sekarang kamu tidak mau make out dengan aku?”

“Aku agak capek, meeting seharian dan besok ada meeting lagi pagi-pagi” kilah Sabrina sambil mengecup bibir Teddy meminta maaf. Sejujurnya tidak ada meeting besok pagi, dia akan sibuk tapi bukan meeting pagi-pagi. Bayangan Samudra berkelebat ketika Teddy menciumnya, dan dengan perasaan bersalah dia berharap Samudra yang mencium bibirnya.

Teddy menarik diri, biarpun kecewa dia selalu penuh pengertian terhadap Sabrina. Dia tidak pernah memaksakan sesuatu yang Sabrina tidak menginginkan, dan itu salah satu karakter yang dia sangat suka dari Teddy.

“Hey aku melihat bos kamu di berita hari ini…dengan Cora….wow…bos kamu memang hebat”

Bahkan Teddypun tahu gosip sang bos dengan Cora “hhmm ya” jawabnya singkat. Sumpah, dia tidak mau lagi menderngar tentang Cora. Sudah cukup…cukup dan cukup!

“Di kantor tidak jadi perbincangan? Photonya ada di mana-mana” celoteh Teddy lagi. Dalam hati dia tidak mau mendengar apapun tentang Samudra dan Cora.

“Itukan kehidupan pribadinya. Kantor nggak ngurusin kehidupan pribadi bos”

Bohong!!

Hampir seluruh kantor sibuk bergunjing antara sang bos dan Cora, bahkan Nia sang sekertarispun sepertinya ikut kebakaran jenggot.

*****

Lusia salah satu sahabat Sabrina menodong untuk mampir ke kantor sebelum acara bertemu mingguan mereka. “Pengen lihat kantor kamu, lagian siapa tahu suatu saat aku juga bisa ngantor di sana”, dia memang sudah lama “mengincar” SAP group untuk tempat bekerja. Dia muncul di kantor Sabrina dengan mengenakan celana capri biru dan blouse biru muda berbelahan dada cukup rendah “wow…kamu ada “bisnis” ke mana sista dengan outfit begini?” tanya Sabrina dengan melayangkan pandangan ke arah belahan dada Lusia.

“Bos kamu kan ganteng, siapa tahu aku bisa ketemu” bisiknya pelan. Yeh, tambahan lagi deh nih calon penggemar bos ganteng. Seperti Cora kurang cukup saja untuk menyingkirkan semua wanita yang dengan berani-beraninya melirik Samudra.

Sabrina menarik Lusia ke arah ruangannya “be a good girl, aku perlu menyelesaikan sesuatu and we are good to go”.

Lusia berkeliling ruangan Sabrina “impressive” katanya mengagumi ruangan kerja sahabatnya yang cukup besar dengan view indah kota Jakarta.

“Evening ladies” terdengar suara yang sangat familiar, Sabrina mendongak dan bosnya sedang berjalan memasuki ruangan. Mempesona seperti biasa, dia bertanya-tanya bagaimana tampang sang bos sehabis bangun tidur. Walaupun dia yakin dalam keadaan rapi, melek atau merem sekalipun sang bos tetap menawan.

“Sore Pak” jawab Sabrina, terdengar lebih ramah dari biasanya.

“I see you got company”

“Oh Ini Lusia teman saya. Lusia ini Pak Samudra”

Lusia dengan terlalu sigap menghampiri tangan Samudra, menjabat tangannya dengan antusiasme yang agak berlebihan “Halo…Lusia, selamat sore”. Samudra menjabat tangan Lusia dan memberikan senyum terhangat, dia yakin saat ini sahabatnya sedang meleleh luluh lantak oleh pesona sang bos. You are not the only one dear….not the only one.

“Saya hanya perlu sebentar dengan Sabrina, setelah itu silahkan menarik dia dari kantor” kata Samudra dengan suara dalam penyiar radionya. Hhhmm…ini kenapa banyak perempuan takluk terhadap Samudra, dia yakin walaupun hanya dengan mendengar suaranya banyak perempuan akan setuju ngedate dengannya.

“Kamu sudah finalized schedule untuk ke Paris?”

“Sudah Pak, Nia sedang mengatur booking flight dan hotel”

“Ok kalau begitu. I’ll let you two have fun…evening ladies” Samudra memohon diri selayaknya seorang gentlemen sejati. “Tolong jangan biarkan Sabrina berada terlalu lama di kantor, dia terlalu banyak bekerja” lanjutnya lagi sembari mengedipkan salah satu matanya. Sumpah aku seperti es krim yang di jemur di tengah matahari terik. Meleleh.

“Omaygad…..sumpah bos kamu lebih tampan dari aktor manapun” Lusia terpesona dengan cring-cring mata bak poos in boots.

Sabrina menanggapi tersenyum dengan celotehan sahabatnya. “How can you stand it, punya bos seganteng itu?”

“Hhhmm….susah” jawab Sabrina sambil lalu.

“Gue berubah pikiran! Gue nggak mau kerja di sini. Gue mau jadi pacar bos kamu saja !” Lusia berkata seperti mendapat pencerahan.

“Girl….berarti kamu harus bersaing dengan Cora” dan bersaing dengan gue, pikir Sabrina. Dia memang belum pernah bercerita ke siapapun bahwa dia mempunya perasaan dengan sang bos. Semenjak bekerja di sini. Oh no…semenjak pertama kali dia melihat Samudra. in person, bukan di majalah. Dia kan bukan Leonardo de Caprio. “Menurut kamu apakah normal ketika kamu berada dalam serious relationship tapi mempunyai perasaan ke orang lain?” lanjut Sabrina.

“Maksud kamu, kamu tunangan dengan Teddy dan sekarang naksir bos kamu yang ganteng itu?”

“For example” Lusia sudah seperti dukun untuk Sabrina, percuma dia mencoba menutup-nutupi apapun dari sahabatnya ini. Dia selalu tahu, bak supir bajaj.

“Girl…kita nggak bisa ngatur mau naksir ke siapa, mau jatuh cinta ke siapa. Yang paling penting adalah you make the right choice. Sesuai kata hati kamu”

Right choice, sesuai dengan kata hati.

Sabrina memikirkan perkataan sahabatnya itu. Apakah sekarang dia membikin keputusan yang benar, bertunangan dengan Teddy disaat pikirannya tidak pernah bisa terlepas dari Samudra?

Baru kali ini dia benar-benar tidak tahu mana yang benar atau salah. Karena mungkin tidak ada benar atau salah, dia berada di area abu-abu. Di mana dia mencintai Teddy, dan hatinya terbagi dengan laki-laki lain.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status