SAMUDRA
Dia tidak pernah merasa cemburu, paling tidak dalam waktu yang sudah cukup lama. Dia tidak perlu merasa cemburu ketika berkencan dengan entah berapa banyak wanita. Kali ini dadanya penuh sesak, marah, cemburu, semua menjadi satu. Tanpa Sabrina harus menceritakan dia bisa mengetahui apa yang terjadi di luar pintu. Ketika dia harus menunggu “bersembunyi”. Bersembunyi! Dia mendengus marah ketika kata itu terlintas di kepalanya. Bersembunyi seperti orang bersalah, bersembunyi karena dia adalah orang ketiga, orang yang tidak boleh diketahui oleh dunia. Dia seorang Samudra Abimanyu sebagai seorang selingkuhan. Lelucon yang sangat tidak lucu!
Mereka masih terdiam semenjak meninggalkan apartemen Sabrina, dia mengemudikan mobilnya ke arah Sudirman. Samudra menggenggam erat kemudi mobilnya seolah-olah benda mati itu akan meloncat keluar kalau sedikit saja dia melonggarkan pegangannya.
“I am sorry”
SABRINA“Sudah saatnya Sabrina….kalian sudah bertunangan beberapa bulan to. Ndak ilok kalau lama-lama” ibunya memberikan wejangan ketika mereka sarapan keluarga bersama di minggu pagi. Sarapan keluarga yang juga dihadiri oleh Teddy yang tadi pagi begitu semangat menjemputnya. Buat bapak dan ibu Sabrina, Teddy sudah termasuk keluarga. Tidak aneh ketika Teddy hadir di acara-acara keluarga Sabrina.Dia menghela nafas lirih, mencoba menyembunyikan keberatannya. Jujur dia tidak mau mengingat-ingat tentang tunangan, apalagi memikirkan tanggal pernikahan. Bagaimana dengan Samudra seandainya dia menikah? Sabrina menyeruput kopi di cangkirnya dengan perlahan, sengaja mengulur waktu untuk memberikan jawaban. Jawaban yang sejujurnya dia tidak punya. “Ibu ini…sekarang kan sudah jaman modern, masak masih ada istilah nggak ilok” hindarnya.“Ya kalau kamu tunangan tapi ndak nikah-nikah, itu namanya tidak ilok. Lha kamu
SAMUDRA Samudra menghela nafas dalam, seolah ingin mengeluarkan beban di dalam tubuhnya. Dia memutar kursi memandangi pemandangan Jakarta dari arah ruangannya. It’s gone! Dia pikir dia mendapatkannya, tapi ternyata tidak. Untuk beberapa saat dia merasa menjadi seseorang paling beruntung di dunia, tapi tidak berlangsung lama. Dia tahu dia merasa Bahagia ketika bersama Sabrina, tetapi dia baru sadar betapa membahagiakannya momen-momen tersebut. Sekarang, setelah dipastikan bahwa dia bukanlah laki-laki yang akan mendampingi Sabrina selamanya. Dia sudah lupa atau sengaja melupakan betapa sakitnya ditinggal seseorang yang sangat dia cintai. Dan sekarang lagi. I should have known better, pikirnya. Dia tahu Sabrina sudah bertunangan dan dia masih mecoba menjalin hubungan dengannya. I should prepare better, pikirnya lagi. Tiga hari setelah dinner dengan Sabrina dia belum bertemu dengannya lagi. Kebetulan jadwalnya sel
Samudra menenggak gelas brandynya. Dia tidak terlalu suka alkohol, tetapi hari ini dia merasa membutuhkan sesuatu untuk membuatnya rileks. Dia tidak kembali ke ruang kerjanya setelah berbicara dengan Sabrina. Melangkah keluar meninggalkan gedung kantor tanpa rencana, hanya meninggalkan pesan ke sekertarisnya bahwa dia tidak akan kembali ke kantor.Akhirnya dia duduk di sini. Di bar salah satu hotel bintang lima tidak jauh dari lokasi kantornya. Dia menenggak habis gelas brandy di tangannya. Kepalanya agak pusing, perpaduan antara alkohol dan kehidupan cintanya yang kandas ternyata adalah resep manjur untuk sakit kepala.“Sepertinya masih terlalu sore untuk minum” suara seseorang disampingnya. Dia menoleh mendapati sesosok wanita cantik berpakaian seksi. Dia merespon dengan senyuman. “Samudra Abimanyu? Saya Karina” lanjut wanita seksi itu lagi.Hal terakhir yang dia inginkan adalah gangguan, apalagi dari seorang wanita. Sudah cukup satu wa
SABRINA“Ini untuk breakdown acaranya mbak. Yang ini untuk siramannya dan ini untuk hari H nya” kata Cindy, event organizer yang sudah lama diincar oleh ibunya. Sang ibu dengan sumringah mengumumkan sehari setelah tanggal pernikahan ditetapkan bahwa beliau berhasil mendapatkan Cindy sang even organizer yang terkenal sangat mahir menangani pernikahan adat jawa. “Susah lho dapet dia, lha untung ibu ini masih punya koneksi” umum ibunya dengan bangga. Sang ibu membaca dengan seksama susunan acara pernikahan.“Gimana menurutmu Brie” Brie adalah nama panggilannya di keluarga. Selain bapak dan Ibunya, tidak ada orang lain yang memanggilnya Brie, bahkan Teddypun tidak. Dia akan memanggil dengan sebutan “honey” atau Sabrina.“Sabrina …” kali ini ibunya menyenggol tangannya yang membuat Sabrina tersentak dari lamunan.“Oh … iya bu … eh Cindy, bagus … saja set
SAMUDRAHari H semakin dekat, bukan menjadi lebih mudah, malah terasa lebih menyesakkan. Dia mencoba mendengarkan presentasi salah business managernya ke klien bisnis, tetapi pikirannya tidak di sini. Fokusnya ke Sabrina, hari pernikahannya semakin dekat. Dia pikir dia bisa merubah pikiran Sabrina dengan memintanya sekali lagi. Wistful thinking … well paling tidak dia sudah mencoba. Paling tidak dia sudah tahu bahwa keputusan Sabrina sudah bulat dan dia harus menghormatinya. Seberat apapun itu.Ario adalah salah satu managernya yang juga sangat handal, dia tidak perlu kuatir walaupun dia tidak disini sekalipun. Kehadirannya hanya sebagai penguat saja, kliennya sudah sangat percaya dengan Ario. Dia melirik jam tangan pathek Phillipe yang bertengger dengan elegan di pergelangan tangannya, jam 5.30 sore. Hari hampir berakhir, yang berarti dua hari lagi menuju pernikahan Sabrina. Dia masih menimbang-nimbang antara hadir atau tidak, te
SABRINABelum jam 8 pagi. Sabrina mengemudikan mobil sambil menahan kantuk. Hampir tiga hari dia tidak tidur, seluruh energinya terkuras untuk membatalkan pernikahannya. Memberi tahu satu-persatu ke para tamu undangan adalah hal paling berat. Dia tidak mau membebani kedua orang tuanya yang jelas-jelas berada dalam keadaan shok akibat keputusannya. Ibunya mengurung diri di kamar, hanya sang bapak yang menjadi penguat diantara kekacauan Sabrina dan kesedihan ibunya.Beberapa tamu undangan masih muncul di hari H karena luput mendapatkan pemberitahuan. Dia menguatkan diri menemui mereka, rata-rata mereka memberikan pandangan “kasihan” atau “kok bisa?”. Dia hanya menebalkan muka, semuanya akan berlalu pikirnya menghibur diri sendiri.Teddy dan keluarganya masih menolak menemuinya, dari calon menantu kesayangan Sabrina berubah menjadi musuh terbesar. Bagaikan Joker dalam cerita Batman, dia menelan
SABRINAParis. The city of love.Sabrina menghirup udara summer yang hangat. Memegang secangkir café noir, menikmati eifel tower yang serasa digenggaman. Aku tidak akan pernah bosan dengan Paris pikirnya, berjalan keliling kota yang dipenuhi café-café teras, menikmati petit café et croissant, atau berlama-lama di musium Monet favoritnya. I love Paris.Samudra mengusulkan untuk pergi berlibur bersama beberapa lama setelah drama pembatalan pesta pernikahannya. “Supaya kamu bisa rileks sejenak” katanya.Ide yang tidak buruk, Sabrina mengusulkan Paris. Menikmati udara hangat musim panas dan sekalian mengunjungi kembali tempat di mana beberapa bulan yang lalu Samudra mengungkapkan perasaan cintanya.“Tempat jadian kita” kata Sabrina tersenyum waktu itu.“Memangnya kamu anak SMA” jawab Samudra sambil terkekeh.Paris sel
SAMUDRAEloise.Seberapa besar kemungkinan akan bertemu dengan orang spesifik di kota dengan populasi lebih dari 11 juta orang? Hampir tidak mungkin. Apalagi ketika dia datang ke Paris hanya untuk berlibur. Dari semua kemustahilan itu, dia mengalaminya. Bertemu dengan Eloise, wanita yang tidak dijumpainya lagi lebih dari 15 tahun, di hari pertama liburan bersama Sabrina.Eloise. Dia sudah hampir melupakan wanita itu, apalagi dia sekarang sudah menapaki hubungan baru dengan wanita yang setelah sekian tahun berhasil membuatnya merasakan cinta lagi. Tetapi dia bertemu kembali dengan masa lalunya disaat dia begitu yakin untuk menapaki masa depannya.Eloise. Wanita itu seperti tidak berubah, masih semenarik yang dulu, dan bertemu dengannya masih membuatnya sanggup menahan nafas, seperti dulu setiap kali dia berada di samping Wanita itu. Cinta yang lama dia kubur dalam-dalam, sepertinya tidak pernah benar-benar pergi dari sudut hatinya.