Share

2

  Adila menatap heran kearah beberapa kelas yang sepertinya sudah dia lewati tadi, "Kantinya di mana sih. Perasaan gue muter-muter mulu dari tadi"

     Karena terlalu sibuk memperhatikan kanan dan kirinya untuk mencari petunjuk. Adila tidak menyadari jika di depannya ada rombongan pengurus sekolah yang akan menuju kelas 10, untuk melakukan pemeriksaan atribut seperti biasanya. 

     Bruk. 

     Adila yang tidak memperhatikan jalan nya menabrak salah satu di antara mereka, "Jalanya yang bener dong. Gue nabrak apa a****, keras bener" bentak Adila tidak sadar karena terkejut. 

     Jovan Rahardjo. Ketua keamanan SMA UIHS sekaligus Ketua basket sekolah yang sangat terkenal di kalangan siswa-siswi terutama para kaum hawa. Bukan karena dirinya adalah Ketua keamanan dan juga basket tapi, dia terkenal karena parasnya yang tampan, juga playboy pastinya. 

     Lihatlah parasnya. Dengan bentuk wajah heart dan juga garis tegas di rahangnya, mata kacang almond nya yang selalu membuat kaum hawa terpana dan juga bulu mata tegasnya dengan warna mata coklat yang menambah ketampanan nya, hidup mancung, bibir wide lips nya yang merah menggoda. Siapa yang tidak jatuh hati melihat ciptaan Tuhan yang satu ini? 

     Jovan yang tidak terima pun balik membentak Adila dan menatapnya tajam. Tapi saat matanya bersitatap dengan mata Adila dirinya terkejut bukan main, "Loh, Alana?"

     "Kita saling kenal?" tanya Adila terkejut sekaligus bingung. 

     "Lo enggak kenal gue?" tanya Jovan kebingungan. Untuk beberapa saat Jovan terdiam dan hanya menatap kearah Adila, menelusuri setiap inci wajahnya. Mungkin yang lain tidak menyadari nya tetapi Jovan kenal dekat dengan Alana atau mungkin Adila, "mungkin gue yang salah orang" lanjut Jovan

     "Oh, kalau gitu gue duluan Kak," ucap Adila dan bergegas pergi meninggalkan mereka. Tetapi setelah beberapa langkah Adila berbalik arah menuju kelasnya. 

     "Loh kok balik, Dek?" tanya salah satu teman Jovan. 

     Adila menoleh— mencari orang yang bertanya kepadanya, "Nggak jadi Kak. Nggak tau jalan nya," ucapnya sebelum pergi menuju kelasnya. 

     "Loh ngelawak dia wak. Padahal jalan di depan matanya, apa tidak terlihat"

     "Positif thinking, mungkin matanya barun"

     "Barun lambemu"

     Di saat teman-teman nya berdebat tentang barun— rabun maksudnya. Hanya Jovan yang masih berdiam diri memperhatikan punggung Adila yang sudah menghilang di balik tembok. 

     "Kenapa jov?" tanya temannya menyadarkan Jovan. 

     "Nggak papa. Tugas gue di kelas 10 kan?" tanya Jovan memastikan jadwal tugasnya hari ini. Yang di jawab anggukan oleh temannya "yaudah gue duluan. Itu yang tugasnya di kelas 11 sama 12 jangan lupa," ucap Jovan sebelum berlari menyusul Adila ke kelasnya. 

*****

     Bagas yang melihat Adila baru saja memasuki kelas bertanya kepada Adila, "Darimana lo?"

     Dirinya hanya heran karena Adila tidak biasanya keluar kelas. Adila lebih suka menghabiskan waktunya di kelas dengan tumpukan-tumpukan buku yang memusingkan kepala. 

     Sebenarnya Bagas mulai curiga jika orang di sampingnya ini adalah orang yang berbeda dari Adila biasanya. Bukan tanpa sebab Bagas mencurigainya. Dilihat dari cara berbicara, tingkah laku, pakaian dan juga yang paling menonjol adalah matanya— Bagas ingat sekali temannya ini memiliki mata dengan tatapan lembut yang menenangkan. Bukan tatapan tajam yang akan membuat orang-orang gentar melihatnya. 

     "Gue tadi mau ke kantin, tapi karena gue nggak tahu jalanya jadi gue balik ke kelas"

     "Kantin?" gumam Bagas yang masih dapat di dengar oleh Adila

     "Kenapa? ada yang aneh?"

     "Enggak ada," jawab Bagas meyakinkan. Meskipun begitu Adila tetap tahu ada sesuatu yang ingin Bagas tanyakan kepadanya. 

     "Kalau mau tanya sesuatu, tanya aja," celetuk Adila sambil mengeluarkan buku mata pelajaran pertamanya. 

     "Al- maksdu gue Adila. Lo semakin kesini semakin aneh" terang Bagas yang membuat Adila terkejut seketika, walapun dalam beberapa detik kemudian dia bisa mengontrol ekspresi wajahnya. 

     "Anehnya dimana coba? perasaan lo doang kali"

     "Ya gimana enggak aneh. Semua yang lo lakuin bertolan belakang sama kebiasaan lo. Pertama, lo enggak berangkat hampir dua minggu, dan kemarin akhirnya lo berangkat dengan membuat heboh sekolah karena lo minta di panggil Adila bukan Alana seperti biasanya,

     ke-dua, Alana yang gue kenal enggak pernah suka keluar kelas, dia lebih suka menghabiskan waktu di dalam kelas, ke-tiga, Alana jelas tidak menguasai pelajaran bahasa asing tapi, Alana di depan gue bahkan dengan mudahnya mengerjakan soal bahasa asing, dan yang terakhir... Alana jelas tidak memiliki mata dengan tatapan mata tajam. "

     Deg. 

     "Karena gue mau menjadi diri gue yang baru. Emangnya lo mau temen lo ini di tindas terus tanpa perlawanan?" tanya Adila tenang, tanpa menampilkan raut wajah terkejut. Berbeda dengan Bagas dan satu orang yang sejak tadi mendengarkan percakapan mereka. 

     "Gue senang lo berubah. Tapi perubahan lo itu...arghhh terlalu mengejutkan"

     "Ya bagus dong biar surprise," jawab Adila di sertai tawa yang membuat siswa-siswi di kelas menoleh kearah nya. 

     Sejak kapan Adila tertawa. Kira-kira seperti itu lah isi pikiran mereka. 

     "Gue bahkan sampek mikir kalau Adila punya kepribadian ganda," sahut orang yang duduk di belakang Adila Farhan— kakak kembar Farel. 

     "Gini nih korban drama," timpal Farel

     "Diem lo. Gue lagi males debat sama lo"

     "Yang mau debat sama lo juga siapa"

     "GU-"

     "Selamat pagi Adik-Adik sekalian" sebelum duo kembar kembali bertengkar, Jovan dan rombongan OSIS memasuki kelas mereka, yang membuat siswa-siswi kelas 10 kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. 

      "Pagi Kak"

     "Tolong berdiri sebentar, dan perlihatkan ikat pinggang, kaus kaki, almamater, dan juga name tag kalian. Kakak-kakak silahkan di periksa, jika ada yang tidak lengkap di persilahkan untuk kedepan"

      Ada beberapa siswa-siswi yang kedepan entah itu karena tidak membawa name tag, almamater, dan kaus kaki— salah satunya adalah Adila. 

     "Lo ngapain bawa-bawa korek api ke sekolah? mau bakar sekolah lo?" tanya salah satu siswi senior yang memeriksa tas Adila. 

     "Itu kosong Kak enggak ada isinya"

     "Tetap saja, bawa benda-benda kayak gini di larang, masih anak baru udah bikin ulah. Maju kedepan"

     Lagi dan lagi Adila membuat heboh sebagaian siswa-siswi di dalam kelasnya— termasuk beberapa senior yang mungkin mengenalnya. 

     "Seriusan Alana ke tangkap razia?"

     "Makin hari makin aneh si culun"

     "Bener tuh...masak tiba-tiba minta di panggil Adila, dan sekarang malah bikin ulah! "

     Dan masih banyak lagi bisikan-bisikan yang di lontarkan teman-teman nya untuk Adila, bahkan beberapa ada yang mencaci maki dirinya karena mencoret nama baik kelas mereka. Tetapi Adila tidak pernh mengambil pusing, selama mereka tidak menganggu ke tenaganya di sekolah, Adila akan membiarkan mereka berbicara omong kosong sepuasnya. 

     (Jadi ini yang lo maksdu selalu dapat hadiah) batin seseorang yang menahan gejolak amarahnya saat mendengarkan caci maki yang di lontarkan untuk Adila. 

     Jovan menatap tajam mereka yang berisik tentang Adila, sampai membuat mereka menundukkan kepalanya. 

*****

     Sirine sekolah berbunyi memenuhi seisi sekolah yang menandakan ada keadaan berbahaya yang melanda sekolah. Sedangkan di halaman, siswa-siswi dari sekolah musuh sudah memasuki halaman depan berusaha menerobos pintu masuk. 

     Beberapa melemparkan batu yang membuat kaca di pintu masuk rusak, di tambah pos satpam yang sudah tidak berbentuk. 

     "Menyingkir bodoh"

     Buk. 

     "Si***"

     "Adila!!! Lo nggak papa? "

TBC. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status