Share

3

Adila berada di lapangan upacara bersama beberapa siswa-siswi yang mendapatkan hukuman berdiri di depan bendera sampai jam istirahat.

     "Gue dengar-dengar dari sekolah sebelah, ada yang mau ngedrop salah satu sekolah di daerah sini"

     Adila yang mendengarkan berita dari orang di depannya pun tertarik untuk mendengarnya.

     "Sekolah daerah sini kan ada tiga. Nah, yang mana yang mau di drop?"

     "Ya mana gue tau, gue kan cuman denger dari sekolah sebelah"

     "Kalau sekolah kita enggak mungkin mereka berani, kecuali mereka nekat berhadapan sama Jovan dkk"

     Saat asik mendengarkan percakapan mereka tiba-tiba ada siswa yang memberitahu Adila jika ada seseorang yang menunggunya di depan.

     "Tapi gue lagi di hukum"

     "Gue udah bilang Jovan, katanya boleh tapi cuman 10 menit"

     Tanpa menunggu lama Adila bergegas pergi untuk mencari tahu siap orang yang menunggunya. Saat Adila hampir sampai ke pintu yang menghubungkan halaman depan, dirinya di suguhkan pemandangan seorang siswi yang baru saja akan memasuki sekolah.

     Deg.

     Tatapan mereka bertemu. Satu dengan tatapan kebencian satu dengan tatapan rindu yang kentara di matanya.

     Ingatan-ingatan masalalu Adila tiba-tiba berputar seperti kaset rusak yang membuat kepalanya pusing. Di ingatanya ada tiga orang gadis yang sedang bertengkar entah karena apa. Ingatan terakhir yang terputar di otaknya membuat dirinya ingin membenturkan kepalanya saat itu juga.

     Seorang perempuan yang gantung diri tepat di depan matanya. Bahkan dirinya masih ingat senyum tulus perempuan itu yang di berikan untuk nya sebelum menghembuskan napas terakhirnya.

     Tiba-tiba suara sirine sekolah berbunyi, membuat Adila kembali tersadar dari pikirannya. Dari arah selatan tiba-tiba muncul segerombolan anak sekolah yang membawa balok di tangan mereka, seketika dirinya teringat percakapan di lapangan upacara tadi.

     Adila melihat situasi di dalam sekolah yang tadinya aman terkendali menjadi gaduh, ada beberapa kaca kelas yang pecah karena di lempari batu. Beberapa pengurus sekolah dan guru-guru mengamankan siswa-siswi, sebagian berlarian kearah pintu masuk untuk menutup pintu gerbang sebelum mereka memasuki sekolah.

     "Masuk bodoh. Jangan buat gue tambah benci sama lo!" teriak Adila kepada siswi tadi.

     Menyadari jika siswi tadi tidak berniat beranjak masuk, Adila berlari keluar menghampirinya. Beberapa guru dan pengurus sekolah yang melihatnya berusaha mencegah, tetapi terlambat, Adila sudah berlari melewati pintu masuk.

     "Adila, berhenti! "

     "Ibu bilang berhenti, Adila Dirgantara! "

     Teriakn-teriakn di belakangnya tidak membuatnya berhenti, justru itu membuatnya menambah kecepatan larinya. Tepat saat dirinya sampai di depan siswi tadi, Adila membalikkan tubuh mereka, dengan adila menghadap barat dan Aqia menghadap timur. Untuk menghalangi batu-batu yang akan mengenai Aqia.

     Buk.

     "Menyingkir. Bodoh!"

     "Adila! lo nggak papa!" tanya Aqia panik saat salah satu batu yang di lempar mengenai kepala bagian belakang Adila.

     "Lo itu orang paling bodoh yang gue kenal. Dan sekarang gue semakin benci sama lo!"

     "Maaf..." lirih Aqia, "tapi itu enggak penting. Yang terpenting sekarang kita harus pergi dari sini" Aqia berusaha menarik tangan Adila tetapi Adila menepis nya dengan kasar.

     "Bukan kita, tapi lo yang harus pergi. Gue masih ada urusan sama mereka, dan lo harus pergi mencari tempat aman"

     "Tap-"

     "Pergi dari sini sekarang juga, Aqia Megantara!" bentak Adila. Yang membuat Aiqa berbalik pergi meninggalkan Adila dengan perasaan tidak rela.

     Buk.

     Tepat saat Aqia berbalik, sebuah balok kayu mengenai punggung Adila.

     "Jangan lihat kebelakang. Atau lo bakal menyesal!" teriak Adila memperingati Aqia.

     Adila bangkit berdiri dan menatap seorang siswa yang memukul punggung nya.

     "Noval Sebastian, benar?"

     "Wow, lihat guys siapa yang ada di depan gue"

     "Dia kan ad-"

     Sebelum teman Noval menyelesaikan kalimatnya, Adila sudah menghajar Noval habis-habisan untuk melampiaskan rasa marahnya di masa lalu.

     "Laki-laki br**** kayak lo nggak pantas menginjakkan kaki di sekolah gue!" raung Adila sambil memberikan bogem di pipi kiri Noval.

     Buk.

     Satu tendang mendarat di betis noval"Dan ini untuk lo yang berani nyakitin Lily"

     Buk.

     Kali ini bukan Adila yang memukul Noval, tapi teman Noval yang menendang betis Adila. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Noval langsung menginjak pergelangan kaki Adila dengan keras.

     "Ups maaf gue lupa kaki lo cacat, karena pertandingan itu."

     Noval tertawa mengejek ke arah Adila yang meringis kesakitan.

     "Sakit hmmm? Kalau mau gue lepas lo harus ngasi-"

     Adila meludah tepat di sepatu Noval yang di sertai darah, "Nggak sudi gue ngasih 'itu' ke orang kayak lo"

     Krek— Noval menambah tekanan nya pada kaki Adila. Adila mati-matian menahan dirinya agar tidak berteriak.

     Noval berjongkok tepat di depan Adila tanpa melepaskan pijakan kakinya, "Gue lepasin tapi lo jilat ludah lo di sepatu gue!"

     "Nggak mau, dan enggak akan pernah!"

     "Jangan salahkan gue kalau kaki lo kali ini bener-bener enggak bisa di gunain."

     Noval menginjak kaki Adila semakin keras, membuat Adila mengigit pipi bagian dalamnya untuk mengalihkan rasa sakit. Aqia yang sudah berada di dalam sekolah merasa bersalah, karena dirinya Adila dalam bahaya.

     "Kak, Tolongin Adila cepet" desak Aqia kepada kakak kelas di sampingnya.

     "Lo yang tenang ya, itu Jovan sama Revano lagi mau nolongin Adila"

     Saat Aqia menoleh kearah yang di tunjuk kakak kelasnya, ternyata benar ada orang yang sudah menolong Adila. Tapi yang anehnya Adila tidak ada di tempatnya, bahkan beberapa menit kemudian siswa-siswi dari sekolah musuh pergi tanpa sebab, seolah-olah apa yang mereka mau sudah tercapai.

     *****

     Adila berjalan terseok-seok ke samping sekolahnya. Dia tidak perduli dengan luka-luka di tubuhnya, yang terpenting adalah dirinya harus segera menjauh dari lingkungan sekolah—sebelum teman-teman nya menemukan nya dalam keadaan mengenaskan.

     Karena sudah tidak kuat berjalan, Adila terduduk lemas bersandarkan tembok. Sekarang Adila mulai menyesal karena dirinya justru memilih jalan di gang kecil samping sekolah yang sepi, jangankan orang bahkan kendaraan pun tidak ada di sini.

     Hanya tembok perpustakaan kota yang menjulang tinggi di depannya. Saat kesadarannya mulai menipis, Adila melihat sepasang sepatu fantofel di depannya.

     "Nyusahin!"

     "Gue enggak minta lo nolongin gue..."

     Tanpa memperdulikan ucapan Adila, dirinya menyuruh Adila untuk segera berdiri.

     "Buta mata lo. Kaki gue enggak kuat buat berdiri!" ringis Adila saat berusaha menggerakkan kakinya "lo bisa pergi kalau enggak mau bantu," ucap Adila saat melihat orang di depannya justru memasukan kedua tangan nya ke dalam saku celana, tanpa ada niatan membantunya.

     Tiba-tiba Adila merasakan tubuhnya melayang, dan saat dirinya berusaha membuka matanya ternyata siswa tadi menggendong nya di punggung. Karena sudah tidak kuat, akhirnya kesadaran Adila benar-benar hilang.

     "Gue enggak tau kalau lo udah balik, gue juga enggak tahu kalau kaki lo cidera," ucap siswa tadi sambil menoleh menatap wajah Adila yang babak belur, "kalau tadi enggak ada Jovan yang nahan gue, udah gue habisin orang yang udah berani membuat lo kayak gini, "

     "lo harusnya bilang, kalau kaki lo sakit sama Jovan. Biar Jovan enggak menghukum lo berdiri di lapangan yang justru membuat kaki lo tambah sakit"

     "Lo tahu? Sekian lama gue cari lo dimana-mana, dan akhirnya gue ketemu sama lo. Tapi kenapa setiap gue ketemu lo, pasti lo dalam keadaan terluka. Apa karena gue lo jadi terluka? Apa perlu gue pergi biar lo enggak terluka lagi? "

     Tanpa mereka sadari sejak tadi ada seseorang yang memperhatikan mereka dari awal siswa tadi datang menghampiri Adila sampai sekarang—dirinya masih memperhatikan mereka.

     "Gue sayang sama lo laa...tapi bukan sebagai Kakak Adik. Gue tahu rasa sayang gue enggak akan terbalaskan"

TBC.

Membuat seseorang yang kita sayang berbahagia memang menyenangkan.

Tetapi, mengingat kebahagiaan mereka bukan karena kita. Bukankah itu menyakitkan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status