Seorang wanita patuh baya berlari menuju kamar delima yang berada di lantai lima.
"Raden!" panggil nya kepada seorang remaja pria yang duduk di depan ruang rawat inap.
"Tante," Raden berdiri dan mencium punggung tangan wanita tersebut.
"Bagaimana dengan Adila?"
"Kata dokter kaki Adila patah, seharusnya ini bukan masalah serius tetapi...karena Adila sering mengalami cidera pada bagian kakinya, itu menyebabkan Adila tidak bisa menggunakan kakinya untuk pekerjaan berat. Dan kemungkinan kambuhnya sangat besar," jelas Raden.
Vara terduduk mendengar penjelasan Raden. Dia tidak menyangka putrinya akan mengalami hal seperti ini, terutama Adila adalah tipe orang yang suka memaksakan diri.
Sebelum nya putrinya memang pernah mengalami cidera saat dirinya mengikuti lomba. Ada yang tidak sengaja melukai kakinya, ada juga yang sengaja, seperti Noval contohnya.
"Raden kamu kenapa tidak masuk kedalam? Di dalam ada siapa?"
"Di dalam ada Aqia sama Afia tante"
Vara terdiam mendengar nama-nama yang di sebut Raden. Dirinya tidak asing dengan nama itu, seketika dia mengingat seseorang yang dulu menemaninya.
(Kalian kembali) batin Vara— menerawang jauh mengingat kembali masa-masa dimana mereka remaja. Mereka pernah berjanji untuk selalu bersama sampai tua, tetapi akhirnya mereka terpisahkan karena pernikahan.
"Kalau begitu tante mengurus administrasi dulu, kamu masuk saja, enggak papa," ucap Vara sebelum berlalu pergi meninggalkan Raden.
Raden memilih masuk untuk melihat keadaan temannya. Pemandangan pertama yang dia lihat adalah Adila yang masih belum sadar dari pingsannya— mungkin karena pengaruh obat. Dirinya melihat Aqia dan Afia yang duduk di samping kanan Adila.
(Yang di takdirkan untuk datang pasti akan datang. Ini waktunya untuk kalian menyelesaikan kesalahan pahaman ini)
"Kalian kapan datang?" tanya Raden.
"Dari tadi kita di sini!" jelas Afia sedikit ngegas
Raden terkekeh melihat sifat Afia tidak berubah. Dirinya berpikir mungkin nanti saat mereka sudah baikan pasti sekolah akan heboh dengan tingkah laku mereka. Terutama Adila yang selalu menjadi biang masalah dan akan mengajak orang ketika melakukannya.
Dulu saat SMP mereka pernah membuat keributan di kelas. Adila mengajak teman sekelasnya untuk menonton film, bahkan saat guru pengajar mereka masuk tidak mereka hiraukan sampai membuat sangat guru itu tidak mau mengajar lagi.
Flashback.
"Woyy! Ayo nonton film, mumpung gua bawa laptop!" teriak Adila yang baru saja kembali dari kantin di ikuti oleh duo A.
"Nonton suzana aja!" teriak Aji memberi saran
"Nggak seru mending nonton tali pocong perawan!" balas Rama.
"Danur Danur!"
"Apaan mending nonton karma!"
"Karma terus. Nanti nangess!" teriak satu kelas kompak.
"Mending nonton barbie" usul Adila yang duduk paling depan. Dirinya sedang memperhatikan temanya yang sedang berusaha mencari Wifi yang di ada kat sandinya, dan dapat! Wifi sekolah sampingnya tidak memiliki kata sandi.
"Yeng bener dong La. Udah gede nontonnya barbie!" ejek Dimas, musuh bebuyutan Adila.
"Halah! Gue tahu kalian para cowok kalau gabut juga nonton barbie kan, ngaku lo pada!" seketika ucapan Adila membuat para cowok terdiam.
"Udah mending nonton doraemon," usul Afia
"Gue geprek lo!"
Dan berakhir mereka menonton tali pocong perawan. Meja kursi di tumpuk kedepan dan mereka lesehan di bagian belakang kelas, bel pelajaran sudah berbunyi dari 30 menit yang lalu. Mereka tidak menghiraukan nya dan masih asik menonton di belakang.
Pintu kelas terbuka dan memperlihatkan guru guru IPS mereka. Mereka serempak menoleh sebentar dan kembali melihat film di laptop.
"Ayo, ini mau pelajaran tidak?" guru IPS yang sudah berdiri di depan memberikan peringatan. Ada beberapa anak yang kembali duduk itu pun hanya 5 orang, sedangkan sisanya tidak menghiraukan.
"Itu yang di belakang! Ini sudah jam pelajaran!"
"Bentar Bu! Satu film lagi!" jawab Adila tanpa mengalihkan perhatiannya.
"Adila. Kamu lagi kamu lagi"
"Bukan Bu, itu Aqia yang bilang!"
"Kok gue sih!" protes Aqia yang duduk di belakangnya.
"Ya mana saya tau."
"Sudah! Kalian mau belajar tidak? Jika tidak silahkan keluar!"
Tidak ada satupun dari mereka yang beranjak, bahkan menoleh pun tidak.
"Kalau kalian tidak keluar, saya saja yang keluar!" ucap guru IPS mereka. Beliau membereskan bukunya dan bergegas keluar kelas.
Karena kejadian di atas mereka satu kelas di hukum berlari keliling sekolah yang luasnya seperti stadion. Bukannya merasa kapok mereka justru membuat ulah yang lain sampai membuat kelas mereka di tandai oleh guru-guru.
Meskipun begitu kelas mereka adalah kelas yang berisikan anak-anak yang memiliki otak cemerlang. Hanya saja akhlak mereka tidak se cemerlang otak mereka.
*****
Aqia menjitak kepala Afia, "Maksud dia kapan kita pindah kesini"
"Apa sih! Kan gue bener, kita dari tadi di sini"
"Yang dia maksud kapan kita ke kota ini, Afia!"
"Ya mana gue tau. Dia aja tanya nya enggak jelas, Aqia!"
"Bukan dia yang enggak jelas. Tapi otak lo tuh yang harus di pertanyakan"
Terjadilah perdebatan kecil di antara mereka. Raden memilih duduk di samping kiri Adila, sambil menatap wajah Adila yang tidur dengan damai.
Raden memegang tangan Adila, "Lo kapan bangun?"
"Heh! Tangannya, mau gue cincang?" peringat Afia kepada Raden.
Sedangkan Aqia kembali memainkan handphone nya saat melihat Afia sudah tidak berniat meladeni dirinya.
Raden reflek melepaskan tangannya karena teriak Afia.
"Lo siapa sih? Muka lo enggak asing?!" tanya Afia saat menyadari muka Raden tidak asing di matanya.
Aqia menendang betis Afia, "Dia Raden bego!"
"Raden, Raden Rad- oh lo Raden gebetannya Aquwheh?" sebelum Afia menyelesaikan kalimat nya, Aqia dengan cepat menyumpal mulut nya menggunakan kaus kaki milik Adila.
"Makan tuh kaos kaki keramat. Punya mulut kok ember!"
Afia segera melemparkan kaos kaki di mulutnya ke arah Raden,"Gusti! Ini kaos kaki Adila enggak di cucu berapa tahun. Udah bau asin lagi rasanya uwekkk!" Afia berlagak muntah tepat di atas kepala Aqia.
"Afiaaa!" teriak Aqia.
Raden hanya menyimak tanpa mau ikut campur. Dia menatap Adila yang sama sekali tidak terganggu, terkadang dia bertanya-tanya apakah menyenangkan memiliki saudara yang bisa di ajak bercanda seperti mereka.
Dia iri dengan teman-teman nya yang masih memiliki keluarga yang utuh. Dia iri mereka memiliki seorang Mama yang menyayangi mereka, sedangkan dia...Mama nya selalu memaksa dia melakukan hal yang tidak dia inginkan.
"Kalau gitu gue pulang dulu." pamit Raden kepada Afia dan Aqia yang masih berdebat.
"YA!" jawab mereka kompak.
"Kok lo ngikutin gue!"
"Lo yang ngikutin gue!"
"Lo! /Lo!" teriak mereka bersamaan sambil menunjuk satu sama lain.
*****
Afia Bramantara. Gadis yang memiliki sikap sedikit bar-bar itu mempunyai paras yang bisa di katakan cantik.
Wajah oval dengan kulit kuning langsat, Afia memiliki mata dengan jarak keduanya lebar, hidung mancung dengan ujung hidung bulat, bibir berbentuk turned lips, dengan tinggi 162 cm dengan berat badan ideal.
Di antara Afia, Adila, dan Aqia. Afia lah yang paling tua dan Aqia adalah si bungsuh, tidak jarang mereka berdua akan menjahili Afia karena paling bungsu.
Aqia Megantara. Gadis yang memiliki sikap feminim dan ramah, berbanding terbalik dengan ke dua kakaknya yang memiliki sikap tomboy dan bar-bar.
Aqia memiliki wajah oval, kulit kuning langsat, mata kecil, hidung mancung dengan ujung bulat, bentuk bibir turned lips, dengan tinggi 162 cm. Jika di perhatikan wajahnya memiliki kesamaan dengan Afia bahkan tidak jarang orang-orang mengira mereka kembar, yang membedakan adalah bentuk mata mereka.
Di antara mereka Adila lah yang memiliki wajah sedikit seperti orang eropa. Itu semua dia turuni dari Papanya yang memiliki darah eropa, sedangkan Afia dan Aqia wajah mereka khas orang asia timur. Mama mereka adalah orang asli Tiongkok, tidak heran mereka memiliki wajah seperti orang china.
*****
Adila membuka matanya, "Shhh. Aw aw kaki gue!"Suara Adila mengalihkan perhatian beberapa orang di dalam kamar rawat inap nya, yang sedang melaksanakan sarapan. Mereka semua menoleh dan melihat Adila yang berusaha bangun.
"Adila!" teriak Afia dan Aqia.
TBC.
"Laa...kamu itu Jangan terlalu judes, nanti enggak ada yang mau sama kamu," ucap seorang remaja wanita sambil mencolek hidung Adiknya. "Kan ada Kakak," jawab Adiknya memeluk erat Kakaknya yang duduk tepat di depannya. Lana tersenyum melihat Adik nya, "Laa...Kakak enggak bisa selalu berada di samping kamu. Akan ada waktu nya di mana Kakak bakalan pergi, dan yang pasti waktu itu semakin dekat" Lana tersenyum menatap kearah luar jendelanya. Dirinya menerawang kedepan seolah-olah sedangkan menyaksikan apa yang akan terjadi di masa depan. "Kakak kenapa? Ada yang nyakitin Kakak? Bilang sama Ila nanti Ila kasih pelajaran orangnya." Lana mengelus rambut Adik nya dengan sayang, "Enggak ada. Kakak selalu mendapatkan 'hadiah' di se
"Api nya woi, matiin!" "Aaaa...kebakaran. Lontong, help me. Pangeran berkuda, tolong princess!" "Enggak usah halu, buruan matiin. Keburu hangus kebakar rumahnya" Suara teriakan-teriakan barusan, membangunkan Adila yang masih tidur nyenyak di kamar nya, entah jam berapa sekarang yang pasti ini hari libur dan dia ingin tidur dengan tenang. Tapi semua itu hanya angan-angan belakang, nyatanya tidurnya di ganggu oleh dua orang yang sedang melawan hukum alam. "Udah tau enggak bisa masak, masih aja maksa. Hobi banget melawan hukum alam," gumam Adila yang kembali merapatkan selimut nya, dan tidak perduli jika nanti rumah nya akan terbakar karena ulah ke-dua saudaranya. "Huh huh huh. Pokok nya gue enggak mau kalau di suruh masak lagi, titik!" Aqia menjitak kepala Afia yang duduk dengan nafas terengah-
Hari ini, hari senin. Sekolah masuk seperti biasanya, upacara baru saja selesai di laksanakan, para siswa-siswi berbondong-bondong meninggalkan lapangan. Termasuk sang tokoh utama kita, Adila Dirgantara. Dia sedang berjalan bersama Bagas dan duo kembar. Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi sepertinya itu adalah hal serius. "Lo tau enggak?" tanya Farel kepada teman-teman nya. "Nggak!" Farel menatap sinis ke arah Kakak kembarnya, "Apa sih Bang, nyahut aja kayak listrik!" Farhan mengarahkan jari telunjuk dan jari tengahnya kearah mata Farel, "Mata lo mau gue colok pakek garfu!" "Kalian kalau berantem gue tampol nih!" ancam Adila kepada ke-duanya, yang membuat mereka segera diam "lanjutin!" "Ada anak baru katanya. Gila cuy cantik-cantik" Farel berujar dengan heboh, bah
Di dalam kamar, Adila hanya tiduran di kasur tanpa ada kegiatan apapun. Sampai suara notif handphone nya mengusir kebosanannya. Radenbagong. 'La... Datang ke tempat biasanya, sekarang!' 'Mau ngapain?' 'Udah, dateng aja. Aku tunggu di depan' 'Loh, eh Raden! Malah di tinggal off' "Ck. Kebiasaan, awas aja lo!" Adila meremat handphonenya karena kesal. Setelah beberapa menit bersiap-siap, Adila sudah duduk manis di motor besarnya. Dia menggunakan celana hitam panjang dengan sepatu booth warna coklat, jaket denim coklat dengan dalaman hitam. "Lepasin gue!" Saat melewati
"Sumpah, di pintu dapur rumah banyak cicak geprek. Kalau enggak percaya, besok liat sendiri!" Adila, Afia, dan Aqia sedang berkumpul di ruang tengah bersama para cowok yang bermain game. Mereka mendengarkan Adila yang bercerita tentang cicak geprek di pintu dapur rumahnya. Aqia bergidik mendengarkan cerita Adila, "Pantesan kemarin gue mau nutup pintu susah, taunya banyak cicak geprek" "Instagram lo gimana? Udah bisa pasang foto profil?" tanya Afia mengalihkan pembicaraan. Sejak tadi dia menahan mual mendengar cerita Adila, karena saat berangkat kesini dia makan sampai kekenyangan. "Jangankan pasang poto profil, instagram gue di pencet aja enggak bisa!" "Kok lo ngomong nya jadi lo/gue?" Adila merasa heran dengan saudranya itu. "Hehehe. Biasa, biar lo mau maafin kita. Siapa tau kalau lo lihat si
"Eh, kalian udah denger belum? Katanya ekstra PBB udah di mulai besok. Hari jumat!" Pagi-pagi sekali, sekolah di hebohkan dengan dimulainya ekstra PBB— lebih tepatnya kelas 10. "Yahhhh. Nanti kita di jemur donggg!" teriak salah satu siswi, yang selalu mementingkan penampilan. "Emang Pak Firman udah pulang?" tanya Bagas mewakili pertanyaan semua siswa-siswi. "Udah, barusan gue lihat ada di kantor" "Pak Firman siapa?" tanya Adila yang baru saja masuk kelas. "Itu, guru PBB di sekolah kita" Adila hanya mengangguk sebagai jawabannya. Pagi ini dirinya berangkat bersama ke-dua saudaranya menggunakan mobil yang di kendarai oleh Aqia. Asal kalian tahu, Adila mabuk kendaraan sepert
Adila sedang duduk dengan kepala menunduk di dalam UKS. Di depannya ada Raden, Jovan, dan ke-dua saudaranya yang menatap dirinya dengan tajam. Sedangkan di belakang mereka, ada Revano, marvin, Jenan, Dan Lean yang berdiri menyaksikan apa yang akan terjadi. Sedangkan sang pemeran utama hanya menunduk kan kepala menatap kakinya yang saling bertautan. Raden menegakkan duduk Adila, dan menyamakan tingginya dengan Adila, "Jadi..." tanya Raden menggantung. Adila menggaruk kepalanya, "Jadi...ya gitu" "Berapa kali harus gue bilang, jangan berantem, jangan cari masalah yang bikin kaki lo kambuh" sekarang giliran Jovan yang menceramahi nya. Dengan tatapan memelas, Adila menatap Afia memohon bantuan yang justru di hadiahi pelototan dari Afia.
Hari ini Adila dan ke-dua saudaranya berada di kantin, yang kebanyakan adalah siswa-siswi kelas Adila. Sudah 3 hari yang lalu kejadian di mana Aqia tidak sengaja ketahuan memotret Raden, tetapi sampai saat ini dirinya masih di jadikan bualan oleh yang lain. "Fi, Fi pose dong," ucap Adila dan membentuk tangannya seperti kamera. Ya seperti Adila tadi contohnya, tetapi yang terparah adalah... Flashback. "Kak Raden, Dedek Aqia nya malu-malu tapi mau nih!!!" teriak Adila, belum lagi Afia yang tiba-tiba menyahuti. "Kak Raden. Dedek Aqia nya mau panggil Mas, boleh enggak?" teriak Afia menyahuti. "Mas Raden!!!" bukan Aqia yang memanggil, tetapi Adila yang berteriak tepat di depan kelas Raden—l