"Api nya woi, matiin!"
"Aaaa...kebakaran. Lontong, help me. Pangeran berkuda, tolong princess!"
"Enggak usah halu, buruan matiin. Keburu hangus kebakar rumahnya"
Suara teriakan-teriakan barusan, membangunkan Adila yang masih tidur nyenyak di kamar nya, entah jam berapa sekarang yang pasti ini hari libur dan dia ingin tidur dengan tenang. Tapi semua itu hanya angan-angan belakang, nyatanya tidurnya di ganggu oleh dua orang yang sedang melawan hukum alam.
"Udah tau enggak bisa masak, masih aja maksa. Hobi banget melawan hukum alam," gumam Adila yang kembali merapatkan selimut nya, dan tidak perduli jika nanti rumah nya akan terbakar karena ulah ke-dua saudaranya.
"Huh huh huh. Pokok nya gue enggak mau kalau di suruh masak lagi, titik!"
Aqia menjitak kepala Afia yang duduk dengan nafas terengah-engah di samping nya, "Enggak ada yang nyuruh kamu masak. Kan kamu sendiri yang mau, katanya biar di maafin Adila"
"Yayaya, intinya gue enggak mau berurusan sama dapur"
Mereka yang berniat memasak daging saapi bakar justru berakhir membakar dapur di rumah besar yang mereka tempati. Dan sialnya letak kamar mandi lumayan jauh dari dapur, sehingga mereka harus belari-lari untuk mengambil air.
"Entah kenapa gue baru sadar. Kan ada wastafel yang dekat, ngapain kita jauh-jauh ngambil airnya," ucap Afia yang menyadari kebodohan mereka.
"Yang namanya panik pasti enggak kepikiran sampek situ."
Dan berakhir mereka sarapan menggunakan bubur ayam yang mereka beli di komplek sebelah.
"Qia, yang kemarin itu Raden gebetan A-"
Aqia segera memotong ucapan Afia agar rahasianya tidak terbongkar " Iya..."
"Enak ya, satu sekolah sama gebetan" Goda Afia kepada saudaranya.
*****
Adila menghela napas melihat ke-dua saudranya benar-benar pindah ke rumah nya seperti apa yang Mama nya katakan. Afia dan Aqia yang mendengar suara tapak kaki menuruni tangga pun menoleh, dan mendapati Adila yang baru saja bangun tidur.
"Pagi" sapa mereka bersamaan.
"Ya"
Adila menuju dapur berniat membuat susu kesukaannya seperti biasa, tapi niat nya tertunda karena sudah ada seseorang yang membuatkan nya susu beserta roti dengan selai kacang.
Adila tahu betul siapa yang membuatkanya, dan hanya ada satu orang yang sangat memahami apa yang dia suka dan apa yang tidak dia suka.
"Kita lihat, sampai kapan kalian bertahan agar gue maafin kalian" Adila bersemirik sambil menatap kearah ke dua saudaranya yang sedang mengobrol.
Pagi berganti siang, siang berganti malam, dan tidak ada hal menarik yang membuat Adila sedikit terhibur, hanya suara-suara yang masih sama dari tadi pagi hingga malam.
"Laa...maafin gue, gue enggak berniat menyembunyikannya dari lo. Sumpah!" Afia tetap berusaha membujuk Adila memaafkan nya, tidak berbeda dengan nya, Aqia juga melakukan hal yang sama.
"Laa...serius aku enggak pernah ada niatan menyembunyikan nya dari kamu, ada alasan di balik nya"
Ucapan Aqia barusan membuat Adila berhenti memindah-mindah chanel TV di depannya. Dia menatap kedua saudaranya dengan tajam.
"Gue enggak peduli sama alasan kalian. Kalian bahkan berani melakukan nya sampai membuat Kak Lana meninggal, itu sama saja kalian melakukan kejahatan. Dn kejahatan kalian enggak bisa gue maafin" Adila kembali memindah chanel TV mencari siaran menarik.
"Lo itu egois La! Lo enggak pernah mau dengerin penjelasan kita, dan cuman menyalahkan kita!" teriak Afia yang sudah tidak bisa menahan amarahnya.
"Kalian yang egois! Demi alasan kalian, kalian membuat satu nyawa hilang, kalian pikir alasan kalian lebih berharga dari nyawa seseorang, iya?" Adila balas membentak Afia sampai membuat mereka terdiam, bahkan dia melemparkan remot di tangannya sampai hancur.
Adila berlalu dari hadapan mereka berdua,"Di kasih otak itu di pakai buat mikir, bukan cuman di jadikan pajangan!"
*****
Adila bersandar di pintu kamarnya yang tertutup, di matanya terlihat jelas jika ada beban masalah yang sedang dia sangga.
"Huft. Gue harap apa yang lo bilang itu beneran..." ucapnya lirih.
Flashback.
Setelah mereka bertengkar, Adila sempat keluar untuk menenangkan pikiran nya sejenak. Dirinya duduk di taman sendirian, banyak hal yang dia pikirkan, tetapi tidak satu pun yang bisa dia pecahkan.
Saat sedang asik melamun, tiba-tiba ada seorang cowok yang duduk di samping nya. Ternyata Raden, teman masa kecilnya.
Raden Riyandika. Wakil ketua OSIS di sekolah, memiliki wajah yang tentu saja tampan— karena tidak ada laki-laki yang tidak tampan. Wajah lonjong dengan kulit putih, mata dalam warna coklat, dengan bibir bow-shape lips, hidung pendek dengan ujung agak runcing, dengan tinggi badan 176 cm.
Dengan sekali lihat pun kaum hawa akan jatuh cinta, apalagi dirinya memiliki sifat manis kepada semua orang.
Kembali kepada Adila dan Raden— Adila masih tidak menyadari keberadaan Raden di sampingnya. Sudah 2 menit Adila masih melamun membuat Raden menghela napasnya.
"Kenapa? Ada masalah lagi?" tanya Raden membuat Adila tersentak seketika.
Adila refleks memukul Raden karena terkejut"Apa sih! Ngagetin aja"
"Sekarang apa lagi?"
"Gue berantem sama mereka"
Singkat tapi sangat jelas untuk Raden, dengan empat kata dirinya bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Tidak heran, karena setiap ada masalah makan Adila akan mencarinya untuk bercerita.
Tadi saat Raden sedang berkumpul bersama teman-temannya, dia mendapatkan pesan dari Adila, untuk menemuinya di taman. Tanpa ragu bahkan dia langsung bergegas, tanpa memperdulikan pertanyaan yang di lontarkan teman-teman nya.
Raden mengulurkan tanganya. Mengelus kepala Adila, "Ada sesuatu yang mau aku ceritain sama kamu, tapi ingat setelah ini kamu harus menyelesaikan permasalahan kalian. Paham?"
Dari tatapan matanya bisa di lihat seberapa sayangnya Raden kepada Adila. Dirinya selalu ingin melindungi Adila apa pun yang terjadi, dirinya ingin menjadi orang satu-satunya yang selalu ada untuk Adila. Tidak terkira seberapa sayangnya dia dengan Adila.
Raden meraih tangan Adila yang terasa dingin, dan mengenggamnya, "Sebenarnya...bukan mereka yang salah"
Adila refleks menarik tangan nya, dirinya tidak habis pikir kenapa masih banyak orang yang membela mereka, setelah mereka merenggut nyawa orang.
Raden meraih bahu Adila dan menarik nya untuk menghadap dirinya, "Tenang dulu Ila. Dengerin aku, oke?" tanya Raden di sertai senyum manisnya.
"Jadi apa yang kamu dengar dari Gina itu bohong. Yang terjadi sebenarnya, Afia dan Aqia yang di ancam, vidio yang kamu lihat itu vidio lama. Memang benar mereka yang di situ, tetapi situasi mereka tidak menguntungkan..."
Saat itu perusahaan yang didirikan oleh keluarga Aqia sedang mengalami penurunan saham yang sangat besar. Membuat kesalahan sedikit saja bisa membuat perusahaan itu bangkrut.
Sepertinya tuhan sedang berbaik hati dengan mereka, sehingga mengirimkan seseorang yang mau membantu saham keluarganya. Awalnya semua berjalan lancar, sampai Aqia mendapatkan ancaman dari Noval, ternyata perusahaan yang selama ini membantu keluarganya adalah perusahaan milik keluarga Noval.
Kakak Adila, Alana Dirgantara menjadi korban di antara perjanjian mereka. Malam itu Aqia hanya di berikan pilihan. Jika ingin perusahaan keluarganya aman, dia hanya boleh diam dan menonton tanpa memberi tahu siapa pun, tetapi jika dia membuka mulut, perusahaan keluarganya akan di buat bangkrut oleh Noval.
"Dan malam setelah Aqia di berikan pesan ancaman, dia di bawa ke hotel. Tidak hanya Aqia tetapi juga Afia, mereka menyaksikan semuanya."
"Tetap saja, mereka merelakan satu nyawa untuk harta!"
"Memang benar mereka bersalah. Aku hanya ingin menjelaskan nya supaya kamu tidak salah paham, Adila" jelas Raden menenangkan Adila yang semakin di selimuti amarah.
"Raden, terimakasih"
"Untuk?"
"Entahlah, gue hanya mau bilang makasih sama lo"
Raden tersenyum dan menarik Adila kedalam pelukan nya, "Sama-sama, princess nya Raden"
Adila membalas pelukan dari Raden, dirinya sudah menganggap Raden sebagai kakaknya. Tetapi tidak untuk Raden yang menganggap Adila lebih dari seorang Kakak-Adik.
TBC.
Hari ini, hari senin. Sekolah masuk seperti biasanya, upacara baru saja selesai di laksanakan, para siswa-siswi berbondong-bondong meninggalkan lapangan. Termasuk sang tokoh utama kita, Adila Dirgantara. Dia sedang berjalan bersama Bagas dan duo kembar. Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi sepertinya itu adalah hal serius. "Lo tau enggak?" tanya Farel kepada teman-teman nya. "Nggak!" Farel menatap sinis ke arah Kakak kembarnya, "Apa sih Bang, nyahut aja kayak listrik!" Farhan mengarahkan jari telunjuk dan jari tengahnya kearah mata Farel, "Mata lo mau gue colok pakek garfu!" "Kalian kalau berantem gue tampol nih!" ancam Adila kepada ke-duanya, yang membuat mereka segera diam "lanjutin!" "Ada anak baru katanya. Gila cuy cantik-cantik" Farel berujar dengan heboh, bah
Di dalam kamar, Adila hanya tiduran di kasur tanpa ada kegiatan apapun. Sampai suara notif handphone nya mengusir kebosanannya. Radenbagong. 'La... Datang ke tempat biasanya, sekarang!' 'Mau ngapain?' 'Udah, dateng aja. Aku tunggu di depan' 'Loh, eh Raden! Malah di tinggal off' "Ck. Kebiasaan, awas aja lo!" Adila meremat handphonenya karena kesal. Setelah beberapa menit bersiap-siap, Adila sudah duduk manis di motor besarnya. Dia menggunakan celana hitam panjang dengan sepatu booth warna coklat, jaket denim coklat dengan dalaman hitam. "Lepasin gue!" Saat melewati
"Sumpah, di pintu dapur rumah banyak cicak geprek. Kalau enggak percaya, besok liat sendiri!" Adila, Afia, dan Aqia sedang berkumpul di ruang tengah bersama para cowok yang bermain game. Mereka mendengarkan Adila yang bercerita tentang cicak geprek di pintu dapur rumahnya. Aqia bergidik mendengarkan cerita Adila, "Pantesan kemarin gue mau nutup pintu susah, taunya banyak cicak geprek" "Instagram lo gimana? Udah bisa pasang foto profil?" tanya Afia mengalihkan pembicaraan. Sejak tadi dia menahan mual mendengar cerita Adila, karena saat berangkat kesini dia makan sampai kekenyangan. "Jangankan pasang poto profil, instagram gue di pencet aja enggak bisa!" "Kok lo ngomong nya jadi lo/gue?" Adila merasa heran dengan saudranya itu. "Hehehe. Biasa, biar lo mau maafin kita. Siapa tau kalau lo lihat si
"Eh, kalian udah denger belum? Katanya ekstra PBB udah di mulai besok. Hari jumat!" Pagi-pagi sekali, sekolah di hebohkan dengan dimulainya ekstra PBB— lebih tepatnya kelas 10. "Yahhhh. Nanti kita di jemur donggg!" teriak salah satu siswi, yang selalu mementingkan penampilan. "Emang Pak Firman udah pulang?" tanya Bagas mewakili pertanyaan semua siswa-siswi. "Udah, barusan gue lihat ada di kantor" "Pak Firman siapa?" tanya Adila yang baru saja masuk kelas. "Itu, guru PBB di sekolah kita" Adila hanya mengangguk sebagai jawabannya. Pagi ini dirinya berangkat bersama ke-dua saudaranya menggunakan mobil yang di kendarai oleh Aqia. Asal kalian tahu, Adila mabuk kendaraan sepert
Adila sedang duduk dengan kepala menunduk di dalam UKS. Di depannya ada Raden, Jovan, dan ke-dua saudaranya yang menatap dirinya dengan tajam. Sedangkan di belakang mereka, ada Revano, marvin, Jenan, Dan Lean yang berdiri menyaksikan apa yang akan terjadi. Sedangkan sang pemeran utama hanya menunduk kan kepala menatap kakinya yang saling bertautan. Raden menegakkan duduk Adila, dan menyamakan tingginya dengan Adila, "Jadi..." tanya Raden menggantung. Adila menggaruk kepalanya, "Jadi...ya gitu" "Berapa kali harus gue bilang, jangan berantem, jangan cari masalah yang bikin kaki lo kambuh" sekarang giliran Jovan yang menceramahi nya. Dengan tatapan memelas, Adila menatap Afia memohon bantuan yang justru di hadiahi pelototan dari Afia.
Hari ini Adila dan ke-dua saudaranya berada di kantin, yang kebanyakan adalah siswa-siswi kelas Adila. Sudah 3 hari yang lalu kejadian di mana Aqia tidak sengaja ketahuan memotret Raden, tetapi sampai saat ini dirinya masih di jadikan bualan oleh yang lain. "Fi, Fi pose dong," ucap Adila dan membentuk tangannya seperti kamera. Ya seperti Adila tadi contohnya, tetapi yang terparah adalah... Flashback. "Kak Raden, Dedek Aqia nya malu-malu tapi mau nih!!!" teriak Adila, belum lagi Afia yang tiba-tiba menyahuti. "Kak Raden. Dedek Aqia nya mau panggil Mas, boleh enggak?" teriak Afia menyahuti. "Mas Raden!!!" bukan Aqia yang memanggil, tetapi Adila yang berteriak tepat di depan kelas Raden—l
Di halte bus, Adila sedang menunggu seseorang yang sudah dia tunggu selama 30 menit yang lalu. Hari ini adalah hari rabu, sekolah sudah di pulangkan sejak tadi. Saat ini pasti siswa-siswi yang lain sedang merasakan nikmatnya kasur di rumah mereka. Hanya Adila yang masih di area sekolah, dan beberapa siswa-siswi yang masih ada jam mapel kejuruan. Saat ini Adila benar-benar menyesali perbuatannya yang menyuruh ke-dua Saudara untuk pulang terlebih dahulu, seharusnya tadi dia meminta mereka untuk menemaninya, jadi dirinya tidak seperti anak hilang.Flashback. "Kalian duluan aja, gue pulangnya nanti" ucap Adila kepada ke-dua saudranya yang sudah menunggu di depan pintu kelasnya. "Mau kemana lo?" tanya Aqia
Afia sedang berada di perjalanan menuju ke supermarket terdekat. Dirinya berniat membeli makanan ringan untuk dia dan ke-dua saudranya. Saat ini dirinya sedang menunggu sang adik yang entah pergi kemana. Dengan perasaan kesal, Afia membeli mie dan menyeduh nya di supermarket. Saat sedang menikmati mie panas dengan rasa pedas yang menggiurkan. Tiba-tiba ada orang yang duduk di depannya, tepat di depan wajahnya. Bahkan jika dia bergerak maju, maka hidung mereka akan bersentuhan. Uhuk uhuk. Afia tersedak kuah mie nya sendiri. Tenggorokan nya terasa perih dan panas, Jovan—orang yang membuat Afia tersedak kuah mie pedas itu. Jovan mengambil air minum di depannya, dan memberikan air itu kepada Afia setelah membuka tutup botolnya. Jovan mengusap kepala Afia dengan gemas, "Makanya, pelan