“Jadi, kamu berikan pelet apa si Sakura, Adrian?”
Dengan tatapan tajam membunuhnya, Elaine bertanya sambil membawa sebuah tongkat yang dipukul-pukulkan ke telapak tangan.
Seketika itu, aku mengernyit karena tidak begitu mengerti yang dikatakan wanita itu. Memangnya apa yang dia maksud dengan pelet?
Mungkin dia mengira aku seorang paranormal, apa?
Bergantian aku menoleh pada Sakura yang duduk di sebelahku dengan senyuman manis dan lugu seperti biasa.
“Pelet? Maksud lo pelet apa, sih? Nggak paham gue.”
“Jangan mengelak, Adrian! Lihat! Sakura tidak mau pulang ke negaranya dan mau menetap di rumahmu.”
“Apa?!”
Tentu, hal yang wajar jika aku terkejut mengetahui fakta tersebut. Tinggal di rumahku dan tidak ingin pulang ke negaranya?
Ini benar-benar sesuatu yang akan merepotkan diriku. Bukan hanya itu, memangnya apa yang dia inginkan dariku?
Lagi pula, memangnya si Elaine be
Kiana bilang, jika aku ingin bercerita dan tidak bertemu dirinya dalam jangka waktu yang lama, aku harus menulisnya di buku menggunakan pena yang ia berikan.Aku benar-benar melakukannya. Sekian bulan lamanya kami tidak bertemu, telah setengah dari buku bersampul cokelat ini kuhabiskan. Semuanya adalah ungkapan hati dan perasaan.Segala keresahan di dalam diri aku tulis beserta beberapa cerita kelam di dalamnya.Kembali kukatakan, dia benar. Dengan bercerita pada pena dan kertas, aku cukup merasa lega. Beban-beban itu seolah-olah berkurang, terbuang pada berlembar-lembar kertas.Walau demikian, aku tetap merasa rindu pada Kiana. Aku merasa ingin masuk ke dalam hidupnya. Mengetahui apa yang dia lakukan setiap hari. Apa yang dia lewati. Kisah apa yang ia miliki.Semua itu, aku ingin mengetahuinya.Hingga kemudian, aku terdampar di perpustakaan kota. Setidaknya, aku ingin menikmati kesunyian di tengah-tengah buku yang menumpuk di rak.Me
“Ada apa, Adrian?Dan Kiana telah selesai dengan urusannya bersama para penggemar. Sedangkan, gadis berambut sebahu yang ternyata mengenalku sebagai aktor film dewasa ini, masih berdiri di hadapanku.“Eh, nggak ada.”“Dia kenalanmu, ya?”Kiana menatap gadis yang lebih pendek darinya ini.“Hmm, iya. Iya, dia kenalan gue.”Terpaksa aku berbohong pada Kiana. Dan kalau kalian ingin tahu, aku sebenarnya tidak ingin membohongi gadis yang merupakan temanku satu-satunya.Ada rasa yang mengganjal di hati kala mulut ini mengambil keputusan yang tak semestinya.“Bentar, ya. Gue tinggal dulu.”Begitu panik diriku sehingga pada akhirnya secara spontan menarik tangan gadis berambut sebahu, kemudian berjalan menjauh dari Kiana ke tempat yang tidak dapat ia jangkau.Kubawa gadis itu keluar dari ruang baca. Dia pun mengikutiku dengan pasrah. Untungnya tak ada perlawanan yang bi
Kiana bilang, tidak perlu menjemput dirinya. Jadi, aku menuruti keinginan itu. Yang penting, bisa menikmati malam dengan suasana yang berbeda dari biasanya.Tak menutup kemungkinan ada yang gadis itu sembunyikan. Sebab, dia tak pernah mau menunjukkan jalan ke tempat tinggalnya. Atau sekadar setuju aku mengantarnya pulang.Dengan begitu, dia akan tetap menjadi mutiara yang berharga.Pukul 07.00 malam, aku berangkat ke sebuah kafe yang cukup unik. Ada yang berbeda dariku, yaitu penampilanku.Meski memang diriku begitu jarang berpenampilan resmi ala-ala orang kantoran super kaya raya. Demi malam ini, aku rela mengenakan setelan hitam yang sangat cocok dan fit di tubuhku.Kafe Alexandria merupakan sebuah tempat unik karena menyediakan pemandangan alam terbuka.Para pengunjung akan bisa menikmati betapa sejuknya bukit yang membentang, pohon-pohon yang menjulang tinggi, serta tak lupa kemerlip lampu di kota juga ikut terlihat di satu sisi lainnya.
Begitu malas memulai aktivitas pagi ini. Tapi, Elaine sudah menelepon berkali-kali sejak pukul 06.00 pagi. Padahal, biasanya aku berangkat pukul 08.00 pagi.“Kalau kamu tidak cepat datang ke agensi, saya tidak akan mentransfer pendapatanmu bulan ini!”Setidaknya, begitulah yang wanita itu ucapkan dengan ketegasan yang sering kali terkesan ingin membunuhku.Dengan begitu, aku tiba di agensi, tepat pukul 07.00. Untung saja jalanan tak macet seperti biasanya. Jadi, aku bisa datang lebih cepat.Kira-kira hal apa lagi yang akan mengejutkanku ketika memasuki ruangan wanita itu. Setiap hari, selalu saja ada hal mengejutkan. Tak heran aku berusaha menebak-nebak kali ini.Memutar kenop pintu bercat putih ruangan Elaine, ternyata dikunci. Tumben sekali ruangan ini dikunci. Faktanya, jika Elaine mengetahui kedatanganku, dia selalu membiarkan pintu tak dikunci, bahkan terbuka.Dan terpaksa aku menghabiskan tenaga untuk mengetuk pintu.
Tak segan-segan, Clara meraih rahangku. Benar-benar tak ada kelembutan dalam tindakannya ini. Dia terlalu keras mencengkeram rahangku.Mungkin karena dia sudah biasa memakan besi, jadi kulit manusia pun telah dia anggap besi. Konyol sekali perempuan ini. Dia belum tahu seorang Adrian, apa?Dengan sedikit rasa takut yang kupendam, segera kusingkirkan tangannya dengan kasar. Seketika, ekspresinya berubah. Dahi mengerut, kedua alisnya turun secara bersamaan.Tatapannya pun menjadi setajam elang.“Berani juga lo, ya!” tegasnya bersamaan dengan tangan yang bergerak ke senjata kelelakianku.Dia benar-benar kasar dan tidak elegan. Pisangku dicengkeramnya tak tanggung-tanggung. Walau demikian, aku berusaha menahan ngilu yang hadir di perutku.“Woy! Apa, sih, yang lo lakuin ini?!”“Jangan main-main sama gue!”“Lepasin anu gue!”Sekali lagi, dia menegaskan seraya mendekatkan wajahnya
Tentu, aku tidak berniat menyerah di hadapan Clara. Setelah dia benar-benar memberiku kenikmatan telak di ruangan Elaine beberapa waktu lalu, aku sudah memutuskan untuk mulai lebih memperhatikan bentuk tubuhku.Meski pada dasarnya aku memiliki bentuk tubuh yang ideal, tapi ini belum cukup untuk melumpuhkan kesombongan perempuan berotot tersebut.Oleh sebab itulah aku berada di sebuah tempat yang dipenuhi besi. Gym.Akan tetapi, ada yang aneh di tempat fitness ini. Hanya sedikit pria yang mengangkat beban, lalu sisanya tante-tante dan beberapa gadis yang terbilang masih belia.Sambil menyapukan pandangan, aku meregangkan beberapa bagian tubuh untuk lebih mempersiapkan diri mengangkat beban.“Hai, kamu baru, ya, di sini?”Tiba-tiba seseorang menyapa dari sampingku. Wanita yang jauh lebih pendek dariku, mengenakan pakaian serba ketat sehingga bentuk tubuhnya sangat terlihat. Tak lupa, elemen pertama yang aku perhatikan ialah gunduka
Seperti yang diduga, aku sama sekali tidak bisa bergerak karena sel-sel otot yang rusak. Setiap bagian yang aku latih kemarin terasa nyeri dan terlalu keras untuk digerakkan.Di satu sisi, otot-ototku terasa sangat kencang dan sensasinya sangat berbeda.Sejak pagi, aku hanya berbaring di sofa seperti orang sakit. Televisi menyala, tetapi sama sekali tak membuatku tertarik menyaksikan setiap acara.Setidaknya, aku berharap seseorang datang dan melayani kebutuhan makan dan minumku. Sebenarnya terpikir untuk menelepon Gladis. Namun, aku merasa tidak enak terus-menerus merepotkannya.Apalagi aku pernah mengecewakannya waktu itu. Yah, meskipun dia sudah memaafkan diriku dan mengirim pesan melalui ponsel.Tak kusangka, harapan itu terkabulkan dengan sangat cepat. Aku tak tahu siapa yang mengetuk pintu.Selain Gladis, seseorang yang baru pertama kali bertamu cenderung mengetuk pintu terlebih dahulu. Sedangkan Elaine tidak pernah mengetuk pintu. Dia
Clara terlalu menyepelekan diriku dan mungkin menganggap seorang lelaki jalang yang hanya senang tidur dengan banyak perempuan.Meskipun saat ini dia tengah menempelkan tangan di senjata kelelakianku yang tertutupi celana, segera aku menjauh darinya.“Sorry. Gue nggak bisa ngelakuin ini. Kalau gue bener-bener capek, apa pun yang lo lakuin, gue nggak akan terpengaruh.”Terdiam sejenak, Clara kemudian mengembuskan napas pasrah.“Okay. Kalau gitu, seenggaknya izinkan gue membantu lo. Apa yang lo butuhin sekarang?”Sungguh perubahan sikap yang aneh. Setidaknya memang aku harus berpikir bahwa masih ada setitik kebaikan di dalam dirinya.Dan saat ini, dia sedang merasa iba pada Adrian yang tengah merasakan nyeri di beberapa bagian tubuh.Aku bergerak menuju sofa yang panjang dan membaringkan diri.Tanpa basa-basi atau menunggu jawaban dariku, Clara bergerak menuju dapur. Entah apa yang ingin dia lakukan.