Usai kejadian di restoran, aku mengurung diri lagi di kamar yang diselimuti kegelapan. Tidak ada yang tahu secara pasti ke mana Kiana setelah itu.
Bahkan aku sendiri yang duduk berhadapan dengannya, tiba-tiba saja gadis tersebut tidak lagi ada di tatapanku. Oleh hal tersebut, aku benar-benar syok sampai-sampai tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Aku menekuk kedua kaki dan bersandar di sudut ruangan sambil menelungkup diri dengan selimut. Teramat dalam luka yang aku dapatkan.
Kejadian itu semakin menguatkan pendapat Carissa dan Elaine bahwa diriku tengah mengalami penyakit mental.
Tidak, tidak. Jauh di lubuk hati, aku berharap ini hanya sebuah tekanan mental biasa yang sering terjadi dan menyerang siapa pun.
Bisa saja aku stres dan tidak sadar bahwa kesehatanku menurun.
Dan entah mengapa, aku tertawa seorang diri meratapi hal-hal aneh yang akhir-akhir ini terjadi. Emosi di dalam diri naik-turun. Amarah kadang tidak bisa kukendalikan sehingga mel
“Berhenti, Karina. Gue udah nggak bisa ngerasain gairah apa pun. Percuma aja lo berusaha bikin gue terangsang.”Seketika itu, tangan Karina yang tengah mengelus-elus beberapa bagian tubuhku berhenti. Dia menatapku dengan lamat.“Apa gue nggak boleh berusaha agar lo bisa lagi bergairah?”“Nggak bisa. Gue udah mencobanya berkali-kali. Gue nggak ada keinginan untuk melakukan aktivitas panas sama siapa pun.Bahkan gue udah mencobanya dengan gadis yang baru gue kenal. Percuma aja. Gue hanya mempermalukan diri sendiri dengan memperlihatkan kebodohan gue.”Tatapan yang dipenuhi rasa simpati. Kutahu bahwa Karina merupakan orang yang paling tidak bisa melihat sahabatnya bersedih atau kesusahan.Sejak dulu, dia selalu memaksa diri sendiri melakukan sesuatu agar sahabatnya bisa tersenyum kembali dan tidak terluka.Seperti itulah Karina yang kuketahui sejak dulu. Kurasa, dia sekarang menjadi sosok yang sangat p
Dengan pace yang cukup cepat, pengecap Karina bergerak di leher dan turun ke perutku. Sementara itu, tangannya mengelus-elus pahaku.“Gimana, Adrian?” tanyanya, lalu melanjutkan aktivitasnya yang sebenarnya tidak pernah kuinginkan.Dengan pasrah, aku telentang, membiarkan perempuan ini melakukan apa pun dengan tubuhku. Kini, kedua tangannya membuka kancing kemeja yang kukenakan.Aku merasa bahwa tindakannya sangat buru-buru. Bahkan terkesan bahwa dialah yang menginginkan hal ini.Mungkin dia telah merasakan gairah itu memuncak secara drastis setelah masing-masing emosi kami bergelora, meledak ke permukaan.“Gue nggak ngerasa pengin.”Terlepas sudah semua kancing kemeja, kini ia melepaskan kain bermotif kotak-kotak yang didominasi warna merah tua.Dengan posisi menindih tubuhku, Karina menggosok-gosokkan tangannya di amunisi kelelakianku. Matanya memancarkan harapan dan gairah yang telah berada di luar kendali.
Kiana masih membaringkan kepalanya di dada bidangku sambil sesekali mengelus bagian punggung.Sementara itu, diriku belum juga bisa memahami arti kalimatnya barusan. Yah, maksudku, aku tahu dia mengakui sebuah kebenaran bahwa telah menyayangi lelaki sepertiku.Akan tetapi, biasanya Kiana mengucapkan kata-kata cinta meskipun dia hanya menganggap diriku sebagai seorang teman. Tak lebih dari itu.“Maksud lo mencintai gue sebagai seorang teman? Bukannya lo udah sering bilang gitu?”Dengan tetap berbaring, dia menggeleng-gelengkan kepala.“Bukan, Adrian. Maksudku dalam arti yang lebih spesifik dari sekadar teman.”Dan pikiranku mulai menebak-nebak maksud dari kalimatnya tersebut. Tak ada arti lain yang bisa menjelaskan kalimat Kiana. Jika bukan mencintai sebagai teman, itu berarti dirinya sudah jatuh ke lubang pesonaku.Sesuatu yang lebih spesifik itu kurasa merupakan cinta yang artinya telah dipersempit sebagai jal
Hubungan panas yang kami lakukan berakhir dalam satu malam yang begitu indah, penuh kenikmatan. Aku tidak menyangka bahwa Kiana benar-benar bisa membangkitkan gairah di dalam diriku.Rasanya sungguh berbeda dengan bagaimana aku melakukannya bersama beberapa perempuan lain.Dan saat ini, Kiana masih tidur lelap di balik selimut dengan menggunakan dadaku sebagai bantal. Dia amat manis. Aura cantiknya terasa sangat kental. Aku sangat menyukainya.Permainan kami yang liar betapa kuingat di dalam pikiran. Sungguh tak dibayangkan bahwa Kiana memang tipe perempuan yang selama ini aku cari.Perlahan, Kiana membuka mata, lalu melihatku yang tak juga tidur.“Kamu belum tidur, ya, Adrian? Nggak baik, loh. Tidur aja sebentar,” ucapnya dengan nada suara yang begitu pelan dan perhatian.Salah satu hal yang paling aku takutkan sebenarnya adalah kehilangannya lagi, sehingga itulah aku cukup takut mataku terpejam.“Nggak apa-apa, Kia
“Hentikan semua ini, Adrian!” pekik Carissa ketika dia melihatku tak mengenakan sehelai pun kain. “Tidak saya sangka, penyakit mentalmu semakin parah, Adrian!”Dia menatapku dengan tajam, berusaha mengintimidasi diriku. Sedangkan, aku sendiri terbengong dengan mata terbelalak.Carissa tak sendirian, tetapi ia bersama Elaine yang tengah bersandar di dinding sambil menyesap rokoknya.“Kamu sangat mengecewakan, Adrian!”“Woy, woy! Yang benar aja! Lo nggak lihat gue lagi—”Kosong. Kiana benar-benar lenyap hingga akhirnya membuatku lebih terkejut mengetahui kenyataan tersebut.“Kiana?! Kiana! Kiana!” Berkali-kali aku berteriak, perempuan itu tak juga menampakkan keberadaan.Aku mungkin telah menjadi gila. Sekarang, diriku hanya bisa menutup wajah menggunakan dua tangan, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangku.“Dari awal, saya sudah mengatakannya p
Saat membuka mata, lalu melihat jam yang terletak di atas nakas, jarum pendek telah menunjukkan pukul 10.00 pagi.Aroma masakan menguar hingga kamarku dan memicu rasa lapar yang sangat kuat. Akhirnya, tak berselang lama, perut pun berbunyi, menandakan telah ingin diisi oleh makanan yang lezat.Ternyata, aku bisa tidur juga. Dini hari itu, aku tidak tahu lagi apa yang terjadi. Yang jelas, aku hanya mengingat bahwa Carissa dan Elaine bisa lebih banyak menenangkan diriku.“Hai, Adrian! Selamat pagi, Sayang! Kamu sudah bangun ternyata.”Suara Carissa yang penuh semangat langsung menular pada diriku. Ditambah senyumannya yang merekah. Dirinya yang mengenakan celemek berwarna hitam terlihat sangat manis.Tak lupa, rambut panjangnya itu diikat dengan gaya kucir sehingga dirinya yang lebih tua dariku tidak terlihat cukup dewasa.“Bangunlah, Adrian. Ayo, sarapan dulu. Saya sudah membuatkanmu banyak sekali makanan. Kamu harus segera
Di suatu sore, ketika aku lagi-lagi termenung di sofa sendirian, ada banyak hal yang kepalaku coba telaah dan hati terbilang masih cukup sulit untuk merasa.Hal-hal yang telah terjadi terasa begitu ganjil dan seolah-olah ingkar dari kenyataan. Dunia yang penuh kebahagiaan, akhirnya menjadi dilema untuk terus dijalani atau ditinggalkan saja.Beberapa hari ini, Carissa tinggal di rumahku. Yah, aku memang sudah tak keberatan dengan keberadaannya. Sebab, dia telah jauh berbeda dari pertama kali bertemu dengannya.Tidak ada lagi pertengkaran yang terjadi di antara kami. Malah, dia dengan sukarela selalu membuatkan makan untukku, membelikan sesuatu jika perlu, serta melakukan beberapa pekerjaan rumah yang terbilang sangat malas aku kerjakan.Seperti yang kalian ketahui, aku tidak punya yang namanya asisten rumah tangga. Oleh sebab itu, Carissa-lah yang melakukannya untukku.“Kamu lagi nyantai, ya, Adrian.”Wanita ini duduk di sampingku
Aku mengakui cukup kebingungan dalam beberapa waktu dan hanya bisa tertunduk sambil berpikir. Sementara itu, Carissa tetap berbicara.Entah mengapa wanita ini sekarang berbicara dan bertindak seperti Kiana. Dan yang membuatku cukup tercengang ialah senyumannya yang begitu hangat dan hampir tak ada perbedaan dengan Kiana.“Ada apa, Adrian?” Carissa mungkin telah menyadari bahwa diriku sudah terlihat berbeda.Maksudku, aku tidak lagi terlihat menikmati obrolan kami. Memang benar, bahwa suasana hatiku perlahan-lahan kembali memburuk dengan praduga yang semakin membingungkan.Kuangkat kepala dan tatap wajah Carissa dengan tajam. Dia mengernyit heran.“Lo berusaha meniru Kiana!”Carissa terdiam sejenak. Kami hanya bersitatap dalam beberapa waktu terakhir. Tanganku masih Carissa genggam, tetapi elusannya telah perlahan berhenti.“Apa sekarang saya terlihat seperti Kiana bagimu?” Dia justru bertanya balik.