“Diana?!”
Seperti yang sudah kuduga, masalah ini akan menjadi semakin rumit. Lagi pula, aku sudah mengetahui dari awal bahwa Diana tidak akan tinggal diam karena seperti itulah dirinya.
Dia terlampau penasaran dan akhirnya melakukan kebodohan seperti mengacak-acak privasi orang lain.
Atau mungkin aku juga yang salah. Entahlah.
“Oh, gitu. Jadi, alasan kamu nggak mau aku bantu-bantu di dapur karena ada cewek super cantik ini, Adrian?”
Senyuman Diana miring, tatapannya menyipit. Sementara itu, kulihat Carissa mengernyit.
Diriku? Jangan tanya. Berkali-kali aku menelan saliva dan berusaha menenangkan diri atas pertemuan dua perempuan ini.
Diana bergerak maju mendekati diriku dan Carissa. Kini, dia berdiri di hadapanku sambil meneliti Carissa.
“Tamunya dia, Adrian?”
Mendengar pertanyaan Carissa, terlihat kerutan di dahi Diana. Mungkin dia tidak suka disebut sebagai tamu. Yah, aku juga tidak
Aku terkejut bukan main atas tindakan yang diambil Carissa. Dengan sangat keras, dia menampar Diana hingga bergeming.Pipi kanan perempuan berkacamata ini terlihat merah, terlihat bekas tangan Carissa. Suasana di penjuru ruangan menjadi pekat. Aku belum bisa buka suara. Terkatup bungkam karena tatapan Carissa yang begitu tajam mengintimidasi Diana.“Maaf, tangan saya terpeleset.”Hanya itu yang Carissa katakan, lalu membuang pandangan ke sembarang arah sambil menyilangkan tangan.Benar-benar diriku tidak menyangka bahwa sang kekasih ternyata bisa seganas itu. Mungkin emosi telah tidak bisa ia kendalikan dengan baik, hingga akhirnya meledak ke permukaan.“Terpeleset, ya,” lirih Diana dengan kepala menunduk.Mampus! Aku jadi tak tahu harus melakukan apa. Tak tahu diriku bagaimana untuk mendinginkan suasana.“Maaf.”Carissa melangkah dan kembali berkutat dengan panci dan penggorengan.Nap
Seketika itu, Carissa bungkam seperti tak tahu lagi harus membalas perkataan Diana. Kulihat tatapannya nanar, bahkan rahangnya pun telah mengeras.“Adrian itu udah berhubungan badan sama aku. Sekarang, apa kamu masih bisa menerimanya?”Diana tersenyum miring penuh kepuasan. Dan aku menjadi bungkam. Kualihkan pandangan ke sembarang arah.Walau demikian, aku harus menjadi seseorang yang berani mengambil tindakan. Ya, aku tahu hal tersebut dan aku sangat menyadarinya.Kutarik napas dalam, lalu buka suara.“Hentikan, Diana. Apa yang lo bilang sangat bertolak belakang dengan fakta yang ada. Lo bilang gue menikmati aktivitas panas yang hampa kayak kemarin?Jangan bercanda sama gue! Apa itu yang lo bilang kenikmatan? Bodoh!”Kini, tatapanku benar-benar mengintimidasi Diana. Aku telah tidak peduli jika dia membenci diriku. Sebab, telah pasti bahwa Carissa jauh lebih penting darinya.Kulihat wajah Diana terkesan
Carissa masih berdiri dengan tatapan nanar. Yah, aku tahu bahwa dia sangat terkejut dengan apa yang ia dengar. Sebab, Diana mengatakannya tanpa keraguan sedikit pun dan dengan suara yang sungguh lantang.“Aku jatuh cinta sama kamu, Adrian.”Dia tak peduli sedikit pun bahwa telah menyakiti seorang insan dengan pengakuannya barusan.Tak kupedulikan pengakuan dari mulut Diana, lantas segera menghampiri Carissa.“Carissa. Lo nggak apa-apa?”Saat tanganku akan meraih dirinya, Carissa justru menepis dan segera berlari ke lantai atas, kamarnya.Tak bisa kubiarkan berakhir dengan kesedihan dan perasaan terluka. Demikianlah, aku berlari mengejar Carissa. Sayang. Aku dipeluk dengan erat dari belakang oleh Diana.Pelukan tersebut seolah-olah menahan kakiku yang tengah menapak mengejar sang kekasih. Dan aku tak dapat melakukan sebuah penolakan dengan tindakan gadis bertubuh semampai itu.“Aku sayang kamu, Adri
Aku kembali melanjutkan langkah menuju kamar Carissa. Meskipun Diana berusaha meraih tanganku, dengan lugas kutepis. Kini, aku berada di depan pintu kamar sang kekasih.Kutahu bahwa dia sangat terluka hari ini, tetapi aku juga tidak bisa membiarkannya terpuruk dalam kesedihan.“Carissa. Buka pintunya. Gue minta maaf. Gue salah.”Tak ada jawaban, tentunya.“Kalau lo emang sangat terluka, gue akan ninggalin kerjaan gue. Nggak peduli kalau itu harus bikin gue mendekam dipenjara.Gue akan melakukan apa pun demi hubungan kita.”“Adrian! Kenapa, sih, kamu sebegitu keras kepala?! Biarin dia sakit hati. Lagian, masih ada aku,” pungkas Diana yang berdiri di belakangku.Dan aku pun tidak lagi bisa menahan emosi yang telah mencuat hingga ubun-ubun.“Jangan semena-mena dengan hidup gue!” bentakku sambil menatap Diana penuh intimidasi.Dia terhenyak dan matanya melotot seolah tak percay
Dengan langkah cepat, aku masuk dan mengunci pintu rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk-ketuk dengan keras oleh Diana dari luar.“ADRIAN! AKU NGGAK MAU PULANG! AKU MAU TETAP DI SINI!”Begitulah dia berteriak sambil membentur-benturkan tangannya di pintu, kurasa. Aku tak menanggapi semua yang dia ucapkan dengan teriakan pekak.Ini benar-benar tidak bagus. Semestinya aku sudah bermesra-mesraan sekarang dengan Carissa setelah selesai makan siang. Namun, kedatangan Diana menjadi sebuah malapetaka bagi kami.“Adrian! Please! Bukan pintunya! Aku nggak akan pulang sebelum kamu menerima aku jadi yang kedua!”Salahkah jika aku mengatakan perempuan ini murahan? Sebab, dia terlalu menuntut hati seseorang yang tidak memiliki perasaan padanya.Baru kali ini aku bertemu perempuan keras kepala seperti Diana. Ia bahkan tidak ragu mempermalukan dirinya di hadapanku. Jika benar dia mencintai dengan setulus hati, mengapa tidak memiki
Aku membuka pintu ruangan Elaine dengan kasar.“Apa-apaan, sih, lo?! Kenapa si Diana cewek gila itu harus jadi partner gue?!” protesku sambil mendengkus kasar, lalu mengempaskan pantat di sofa.Elaine terlihat sedang bersantai sambil menikmati rokok putih kesukaannya. Dia menatapku sejenak dan tersenyum kecut. Ini seolah-olah dia melihat seorang lelaki bodoh.“Kenapa, Adrian? Kamu tiba-tiba datang dan berteriak seperti itu. Memangnya dia merepotkanmu selama ini?”“Udah jelas! Dia ngerepotin banget! Hubungan gue sama Carissa hampir aja berakhir gara-gara dia! Udah gila itu cewek. Bisa-bisanya lo … ahhh!”Kuembuskan napas panjang untuk sedikit meredakan kekesalan yang menyelimuti.Walau demikian, aku memang tak habis pikir dengan perempuan bernama Diana itu. Mulai dari sikapnya yang riang, lalu berubah jadi sangat licik dan merepotkan. Benar-benar tipe perempuan yang tidak pernah aku inginkan ada di d
Ketika aku berjalan untuk menuju ruang syuting, seseorang mendorong tubuhku hingga masuk ke sebuah gudang penyimpanan alat dan barang-barang bekas.“Woi! Apa-apaan ini?!”Aku tak melihat apa pun di ruangan tersebut karena sangat gelap. Tubuhku didorongnya hingga mentok pada dinding. Sedangkan, mataku ditutup oleh sehelai kain. Sempurna sudah, aku tidak bisa melihat apa pun.“Siapa lo?! Apa-apaan, sih, ini?!”Tanganku berusaha meraba-raba, tetapi tak mendapatkan apa pun. Kudengar embusan napas dari orang yang menyekapku ke gudang ini.Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dari kelembutan kulit yang aku rasakan, kurasa pelakunya adalah seorang perempuan.“Siapa lo? Kenapa lo ngelakuin ini?”Masih tak ada jawaban. Kini, terasa bahwa tangannya meraba-raba dadaku, menelusup ke balik kemeja yang aku kenakan. Segera aku tepis dan berhasil menggenggam tangannya.Meskipun tak bisa melihat apa pun,
Di mulut pintu gudang, telah berdiri Carissa yang menyaksikan Diana memeluk diriku. Hal ini tentu saja tidak bisa aku biarkan. Walau demikian, telah terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tak diragukan lagi.“Carissa?!”Perempuan itu menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan yang ia saksikan.“Gue … gue … nggak kayak yang lo lihat, Carissa!”Aku berusaha menjelaskan padanya. Entah mengapa, tak ada yang dapat aku ucapkan, sebab Diana semakin erat memeluk diriku.Segera kudorong Diana agar terlepas dari tubuhku. Tahu-tahu, pakaiannya telah compang-camping. Entah sejak kapan itu terjadi. Aku yakin bahwa dia sengaja melakukannya sendiri agar terkesan bahwa akulah yang telah melakukannya lebih dulu atas keinginan sendiri.“Jangan percaya apa yang lo lihat, Carissa!”Segera aku berlari untuk menggapai Carissa yang masih berdiri dengan tatapan nanar di mulut pintu. Dia tak bergerak sedikit