Aku telah mengalami sial bertubi-tubi sejak bekerja di agensi CatHub. Seperti yang kalian ketahui, aku sudah melakukan hal panas dengan banyak perempuan, sebagiannya memang tak kuceritakan karena tak terlalu penting.
Aku cenderung menikmati sebagiannya, tetapi menolak keras sebagiannya lagi. Sebab, hal-hal tak waras dan menyimpang dalam hal seksual membuatku agak merinding.
Aku hanya tidak ingin menjadi babu sebuah nafsu menjijikkan para perempuan seperti itu. Yah, aku tahu mereka telah kecanduan dengan segala macam jenis percintaan palsu.
Memang, bagi kami, ranjang adalah singgasana yang kedudukannya paling tinggi. Berada di ranjang, artinya kami menjadi raja atau ratu.
Di luar sana, telah banyak orang yang memuja-muja kami, berkomentar dan memberikan ulasan positif tentang seberapa bergairahnya mereka dengan pasangan masing-masing karena menonton film yang kami perankan.
Pada dasarnya, bekerja di bidang seperti ini tidak membutuhkan keahlian khus
Biar kuberitahu kalian satu hal, aku begitu jarang mengandalkan orang lain dan tidak pernah mengharapkan orang lain untuk membantuku dalam segala hal.Di agensi, satu-satunya orang yang tidak memiliki tim manajemen seperti kebanyakan artis dan aktor lainnya mungkin hanya aku.Elaine pernah memintaku untuk merekrut seseorang yang bisa memanajemen waktu dan jadwalku bekerja. Namun, aku menolak dengan keras usulan itu.Aku lebih senang melakukan semuanya sendirian. Aku bisa bebas dan tidak terikat pada aturan yang diterapkan orang lain. Lagi pula, aku begitu malas diatur-atur orang lain. Itu salah satu hal yang aku benci dari sekian hal lainnya.Namun, Elaine membuat keputusan sepihak lagi. Tanpa persetujuan dariku, dia memperkenalkan padaku seorang perempuan berambut sebahu.Aku menatap perempuan dengan jas abu-abu dan rok selutut tersebut.“Kenalkan, dia Susanti. Dan dia yang akan menjadi manajermu mulai sekarang.”Tatapank
Bangun tidur hanya mengenakan sebuah dalaman, aku seketika tercengang ketika berjalan ke kamar mandi dan melihat Susanti telah duduk di ruang tamu sambil menyilangkan kedua tangan.Padahal, nyawaku belum pulih sepenuhnya. Namun, akibat itu, mataku jadi melek dan tubuhku bergeming.Ini bukan masalah malu atau tidak karena aku hanya mengenakan dalaman. Namun, aku tidak habis pikir mengapa perempuan itu bisa masuk ke rumah orang.Aku sama sekali tak lupa telah mengunci pintu. Bahkan gerbangnya sudah kugembok dan lilit dengan rantai. Jadi, apa sebenarnya aku melewatkan hal penting?“K-kenapa lo bisa ada di sini?”Karena aku hanya mengenakan dalaman, Susanti tidak menatap ke arahku. Dia lantas menatap lurus ke depan dan mulai membuka mulut.“Karena saya memiliki kunci rumah ini.”Aku rasa itu tidak perlu dipikirkan terlalu keras. Satu-satunya orang yang memiliki kunci cadangan rumahku ialah Elaine. Ya, pasti wanita
Sebenarnya ini sama saja seperti aku tidak lagi memiliki hidupku sendiri. Pekerjaan secara penuh telah merampasnya. Yah, kupikir awalnya ini sangat menyenangkan.Bagaimanapun, Elaine memintaku harus memahami keadaan karena aku perlahan-lahan telah menjadi seorang bintang yang semakin banyak diinginkan media.Terlepas dari semua itu, aku tetaplah harus menyingkirkan Susanti, bagaimanapun caranya.Setelah beberapa waktu lalu memberiku tamparan yang sangat menyakitkan, bukan berarti aku harus menyerah. Coba saja pikirkan, orang lain tidak berhak mengatur kehidupan kalian.“Woy! Buatkan gue kopi.”Aku langsung duduk di sofa.“Maaf, itu bukan bagian dari pekerjaan saya. Saya bukan pembantu, tapi manajer Anda.”Aku terbelalak dengan jawabannya. Lalu, untuk apa dia ada di rumah ini jika pada akhirnya hanya berguna dalam mengatur jadwalku?Buang-buang uang dan tidak efisien. Sebuah perangkat lunak bahkan jauh le
Susanti menggeliat saat aku mencoba mengelus leher dan tengkuknya. Aku pikir ini suatu pertanda bahwa dirinya benar-benar ingin aku gerayangi.Walau begitu, aku masih ragu untuk membobol gawang pertahanannya. Bagaimana jika Elaine marah?Aku yakin Susanti ditugaskan dengan diberi bekal beberapa hal yang tidak boleh ia lakukan denganku. Namun, dia bisa saja beralasan bahwa aku melakukannya secara paksa.Ah, menurutku itu juga tidak akan membuat kemarahan Elaine urung.Mengesampingkan hal itu, aku demikian menelan saliva karena desau yang keluar dari mulut Susanti.Apalagi saat ini matanya tengah terpejam. Apakah sebegitu pasrahnya ia atas tindakan senonoh yang aku lakukan padanya?Tak lama berpikir, kaki Susanti telah menendang keras selangkanganku.“Aw! S-sialan!” kataku sambil menjauh darinya.Senyuman keji itu kembali terlihat di wajah Susanti. Dia masih berbaring di ranjang.“Anda pikir saya akan dia
Sangat mengesankan! Bahkan Susanti memanggilku dengan sebutan tuan? Hal gila macam apa lagi ini? Dugaanku seratus persen benar.Untung saja aku banyak belajar dari pengalaman di masa lalu. Mereka yang marah hanya karena bersentuhan dengan para lelaki, ternyata betul-betul menginginkan aktivitas panas. Meski aku tidak berpikir semua perempuan seperti itu.Kuhentikan gerakan tangan. Susanti membuka mata dan bertanya, “K-kenapa Anda berhenti?”Aku hanya mengangkat satu sudut bibir, lalu menjauh darinya.“Gue nanya beberapa hal sama lo.”Perempuan itu sebenarnya sudah terlihat sangat berantakan. Mulai dari pakaian yang compang-camping, beberapa kancing kemejanya terbuka dan memperlihatkan dalaman berwarna putih miliknya.Meski aku sangat penasaran untuk membuktikan virgin atau tidaknya dia, ada hal yang harus aku pastikan lebih dulu padanya.Tidak seperti sebelumnya, entah pergi ke mana keberaniannya itu. Dia telah
Kami telah sama-sama berada di puncak hasrat yang segera ingin diledakkan. Namun, ketika aku menyadari sebuah kehadiran dan bau asap rokok, pandanganku teralihkan ke pintu kamar.Aku tercengang dengan saliva yang sulit dicerna. Elaine berdiri sambil menyandarkan punggungnya di kusen pintu. Sesekali, dia memicingkan mata ke arah kami yang tengah melakukan aktivitas panas.Padahal, sedikit lagi kelelakianku menembus gawang pertahanan Susanti. Sayangnya, aku urung dan segera menjauh.Aku mengambil handuk yang terletak di nakas dan menutupi amunisi kerasku.“Tidak selamanya keras itu kelam, kan? Kalau kehidupan yang keras, itu sangat tidak menyenangkan. Tapi, kalau barangmu yang keras, itu terasa sangat nikmat.”Entah apa maksud perkataan Elaine barusan. Aku belum bisa mencernanya dengan baik. Yang jelas, Susanti pun segera menutupi setiap bagian tubuhnya dengan selimut.Ada rasa malu yang terlihat di wajahnya dan ia tidak berani men
“Ada bingkisan untukmu, Adrian.”Elaine meletakkan sebuah kotak yang dibalut kertas kado warna-warni bermotif bunga dan simbol cinta di atas meja. Meski mengatakan bingkisan tersebut untukku, dia tidak mengatakan siapa yang memberikannya.Jadi, aku cukup heran. Biasanya, jika Elaine memberikanku sebuah hadiah, pasti tidak akan dibungkus secantik kado tersebut.“Dari siapa?” tanyaku kemudian sambil memperhatikan kado itu dengan lamat, meraba-raba dan memperkirakan beratnya.“Saya tidak tahu. Security berkata dari seorang perempuan yang bukan salah satu artis di agensi ini.”Ini menambah kesan misteri. Terlalu sulit untuk dipecahkan karena aku sama sekali tidak memiliki teman di luar sana.Atau mungkin dari Kiana?Tidak mungkin. Dia mana tahu aku bekerja di CatHub. Aku sudah berkali-kali menyelidikinya dan dia benar-benar tidak mengetahuinya. Maksudku, tidak ada tanda-tanda bahwa dia mengenalku sebelu
Dan kami berakhir di sini, Lina Cafe & Bar. Tak kusangka gadis berambut kucir dengan celemek berwarna cokelat itu bekerja di tempat tersebut. Dia menuntunku duduk di meja yang dekat dengan jendela. Posisi yang nyaman karena bisa melihat rintik hujan yang berjatuhan ke bumi. Cuaca yang dingin membuatku harus menggigil beberapa kali. Sialnya, aku tidak membawa sweater. Tak lama kemudian, gadis itu keluar dari dapur dan membawakan pesananku, yaitu kopi cokelat dan camilan berupa roti bakar berselai cokelat. Memang pas untuk udara yang dingin. Apalagi, cokelat merupakan salah satu favoritku. Tak lupa juga, ada satu porsi kentang goreng dengan sambal balado yang begitu lezat. Aromanya menguar ke pernapasan. “Thanks, ya.” Gadis itu lalu tersenyum, dia menyelipkan nampan di balik kedua tangan, menempel dan sejajar dengan perutnya. “Silakan dinikmati, ya. Sekali lagi, maaf. Gara-gara aku, kamu jadi …” “Gue yang salah. Kenapa lo har