Setelah sholat Subuh Affan selalu memutar lantunan ayat Alquran dengan keras untuk dinikmati bersama kedua anaknya, Saga dan Tiffa. Sebelum mengawali kegiatannya, itu rutinitas Affan yang dilakukan bersama anak-anaknya.
Dua tahun lebih mereka tinggal di Singapura, dengan keadaan Ishita yang masih koma. Dia hidup bersama dua bodyguard dan dua pembantu rumah tangga. Ada perusahaan papanya yang sedang dikelola di sini. Bahkan Ahem juga mempercayakan anak perusahaannya kepadanya.
Affan tiba-tiba ingin memutar lagu-lagu Bollywood setelah lantunan Surrah Arrohaman selesai. Dia memutar lagu Kal Ho Na Ho, sekejap Affan teringat bahwa itu adalah lagu kesayangan Ishita.
Suara yang dominan di biola dan piano menggetarkan hati Ishita. Ibu muda yang koma karena melahirkan itu mendadak terbelalak matanya. Bola matanya membulat berkeliling mengitari seluruh ruangan. Dia mendapati dua anak kecil sedang bermain di dekatnya. Dua bocah kecil itu terbelalak kemudian berter
Seorang utusan dari anak cabang perusahaan Ahem datang ke rumah Affan. "Bos, saya dari Perusahaan Insan Mulia ingin menyampaikan berita dari Indonesia," kata seorang pegawai. "Berita apa, Pak?" "Ini ada telepon dari kantor pusat, Pak," kata seseorang itu sambil menyerahkan ponselnya. "Affan, kenapa ponselmu tidak pernah kamu on sih?" tanya Ahem. Affan terperanjat sekali, seperti mimpi mendengar suara Ahem di ponsel. "Ahem? Kau kah? Ada kabar apa, Ahem? Maaf ponselku sudah kubuang. Kamu mencariku pasti karena ada berita penting," tanya Affan penasaran. "Bagaimana keadaan anak-anak dan Ishita, Affan?" tanya Ahem balik. "Mereka baik-baik saja, Ishita baru saja sadar dari koma." "Sekian lamanya dia baru sadar?" sahut Ahem. "Iya Ahem. Baru seminggu ini dia sadar. Keadaan anak-anakmu juga baik-baik saja, mereka lucu-lucu," jawab Affan. "Tidak Affan, mereka anak-anak kamu. Kamu yang sudah memberi
Affan tidak menceritakan kalau Ishita sedang amnesia. Berita mengenai kematian Ririn dan ayahnya juga belum bisa disampaikan. Dia harus mencari moment yang tepat. Kini Affan menyewa rumah untuk di tempati selama menunggu keadaan aman. Affan menyekolahkan Ishita dan anak-anaknya di sekolah musik di India. Saat itu, Ishita dan Affan sedang sholat dhuhur berjamaah di Masjid Agung di India. Kebetulan jaraknya tak jauh dari rumahnya. Ishita menolong seorang ibu yang hampir terpeleset saat mengambil air wudhu. "Ibu, mari kutolong, ibu mau wudhu kan?" tanya Ishita dengan ramah. "Iya Nak, ibu mau wudhu," jawab ibu itu. Ishita segera menggandeng wanita setengah abad lebih itu. Setelah selesai wudhu, mereka pun masuk untuk mengikuti sholat jamaah. Mereka mengambil barisan kaum wanita di belakang. Dan Ishita mengambil tempat tepat di samping ibu itu. Setelah selesai sholat mereka pun membereskan alat sholat. "Kamu
Akhirnya Nazim mengantar Ishita dan Affan untuk sekolah musik dan dancer yang terkenal di India. Dia juga mengenalkan sedini mungkin kepada kedua anaknya Saga dan Tifa. Hubungan mereka semakin dekat seperti saudara. Tujuh tahun sudah Ishita dan Affan hidup di India. Affan masih juga sering ke Singapura untuk urusan bisnisnya. "Ishi, kamu ingat nggak bahwa kamu punya seorang adik wanita bernama, Ririn?" tanya Affan mulai memancingnya. "Iya aku ingat Ririn, Mas Affan. Ayahku juga aku bisa mengingatnya. Bagaimana kabar mereka berdua?" tanya Ishita setelah dia mulai bisa mengingatnya. "Sejak kapan kamu bisa mengingat mereka, Ishi?" tanya Affan kaget. "Aku tidak sadar, Mas Affan. Sejak kapan aku bisa mengingatnya?" jawab Ishita ragu. "Kalau dia mengingat segalanya, bagaimana? Untung aku selama ini tidak pernah menyentuhnya. Aku pura-pura mengalami kecelakaan dan tidak bisa lagi menjalankan tugasku sebagai suami. Sungguh tragis hidupku, kena
Affan segera terbang ke Singapura, ada rapat dewan pemegang saham. Dijadwalkan lima hari di Singapura, sehingga pada saat Nazim dan Ishita dan kedua anaknya ke Indonesia dia tidak bisa menemaninya. Tapi sebelumnya Affan berbicara kepada Ishita dan Nazim kalau Ishita jangan sampai dikenali siapapun di Indonesia. Karena banyak musuh bisnisnya yang sedang mengincar keluarganya. Itu alasannya kenapa mereka harus berada di luar negeri untuk jangka waktu yang panjang. "Percayalah Affan, aku akan jaga anak dan istri kamu baik-baik. Tapi begitu urusanmu di Singapura selesai, kamu harus segera menyusul kita ke Indonesia," pesan Nazim kepada Affan. Sekalipun ragu melepaskan Ishita dan anak-anaknya ke Indonesia, tapi Affan tak lelah selalu memantaunya. Saat jam istirahat rapat pun sedang break Affan mencoba video call, "Iya halo sayang?" sapa Ishita sambil melambaikan tangannya. "Ishi, jaga dirimu dan anak-anak baik-baik ya? Ingat kamu harus terus
Affan masih seperti mimpi mendengar diagnosa dokter. Dia tidak percaya, semua begitu tiba-tiba. Affan ingin menceritakan dengan terus terang kepada Ahem tentang keadaanya. Karena dia tidak tega melepaskan Ishita dan anak-anaknya bila terjadi apa-apa dengannya. "Ahem, aku tidak bisa lagi menemani Ishita dan anak-anakmu. Bagaimana kalau aku tiba-tiba harus pergi meninggalkan mereka untuk selamanya? Siapa lagi orang yang bisa melindungi mereka, Ahem?" pikir Affan tercekam. *** Dret ... Dret ... Dret! Ponsel Ahem bergetar, dan Nazim yang menelepon. "Ahem, aku sekarang berada di bandara. Kamu bisa jemput kami sekitar pukul 14.00, kan?" tanya Nazim kepada Ahem. "Pasti bisa sahabat, aku sudah kangen sama kamu," jawab Ahem. "Apa kamu bersama anak istrimu?" lanjut Ahem. "Aku bersama keluarga, Ahem," jawab Nazim. "Kamu jangan mencari hotel, aku ada rumah kosong buatmu, Nazim!" usul Ahem. "Iyakah? Kebetulan sekali, Ahem, terima ka
Ahem dan rombongan ke luar restoran langsung menuju rumah Ishita yang dulu merupakan hadiah dari Ahem. Setelah Herlambang dan Ririn meninggal rumah itu kosong, hanya ditunggu dua pembantu suami istri. Sesekali Ahem beserta kedua anaknya bermain di sana. Rumah yang banyak menyimpan kenangan. Dret ... Dret ... Dret! Ponsel Nazim berdering. Dan Affan yang sedang menelepon. "Assalamualaikum, Nazim?" sapa Affan setelah telepon diangkat. "Waalaikum salam, saudaraku," jawab Nazim. "Om, dia papaku ya?" sahut Tifa bertanya. "Iya sayang dia papamu, biar Om bicara sebentar ya?" jawab Nazim kepada Tifa. "Kamu sudah selesai rapat, Affan?" lanjutnya bertanya kepada Affan. Ahem sontak terbelalak kaget saat Nazim menyebut nama Affan. Tapi dia segera sadar bahwa Affan yang disebut pasti orang India. Karena mereka berbicara bahasa India. Nazim menyebut kalau wanita yang pakai masker itu adalah iparnya, pasti dia adalah istri penelepon itu, begitu pikirn
Dua lukisan itu terpasang tepat diatas tempat tidur. Ishita tertegun bagai tersambar petir di siang bolong. Foto Ishita berdua bersama Ahem yang tampak bahagia sekali. Ahem mendekap perut Ishita yang sedang buncit. Foto yang lain juga sama besarnya, Ishita memegang pipi Ahem dengan tersenyum penuh cinta. Keduanya tersenyum sangat bahagia. Tapi kenapa justru yang telintas dalam ingatan Ishita, saat Ishita menyiram air ke wajah Ahem dengan kesal. Ishita samar-samar juga mengingat saat di dalam kamar, Ishita menampar wajah Ahem dengan sangat marah. Hampir setiap yang terlintas tidak ada manisnya, tapi setidaknya Ishita bisa mengingat Ahem merupakan bagian dari masa lalunya. Dengan tetap menatap lukisan itu, Ishita masuk ke dalam kamar. Ishita semakin tidak ingin memperlihatkan wajahnya di depan Ahem sebelum dia bisa mengingat semuanya. "Sepertinya dia bagian dari masa laluku, siapakah dia sebenarnya?" batinnya. "Nyonya, kalau butuh sesuatu bi
"Intan, dia teman kuliahku di London, namanya Nazim," Ahem memperkenalkan Nazim kepada Intan. Sekalipun hubungan Ahem dengan Intan sedang tidak harmonis tapi dia tidak ingin menunjukkannya di depan orang lain. "Hai Nazim kenalkan aku Intan, istrinya Ahem," Intan menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. Nazim pun menyambut tangan Intan sambil tersenyum ramah. "Mereka anak kamu?" tanya Intan. "Mereka keponakanku, aku kebetulan pergi ke Indonesia untuk mengantar mereka mengikuti audisi," jawab Nazim. "O begitu? Terus mamanya ikut ke Indonesia juga kan?" tanya Intan lagi. "Iya sih ikut juga tapi dia tidak enak badan, lagi hamil muda kali," kata Nazim berbohong. "Ayo anak-anak, main sama Bella dan Arjun! Oh ya, nama kamu siapa cantik?" tanya Intan kepada Tifa. "Saya Tifara, Tante?" jawab Tifa polos. "Dan yang ganteng ini siapa namanya?" tanya Intan kepada Saga. "Saya Resaga, Tante?" jawab Saga jug