Di depan gerbang sekolah, Izumi tak sengaja bertemu dengan Yuki yang kebetulan juga akan pulang. Alhasil keduanya pun pulang bersama. Kali ini mereka tak banyak berbincang dan hanya melangkah dalam diam. Hingga akhirnya dering ponsel Yukilah yang memecah keheningan di antara mereka. Gadis itu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas lalu membaca pesan yang baru saja masuk. Alis gadis itu sedikit bertaut. Dia lalu menatap Izumi dengan ragu.
“Senpai, apa kau sibuk hari ini?”
“Kurasa tidak. Ada sesuatu yang bisa kubantu?” tanya Izumi balik.
“Jika tidak keberatan untuk hari ini saja, apa Senpai bisa membantu di toko? Aku baru mendapat kabar kalau pegawai yang punya jadwal hari ini tidak bisa datang karena sakit. Jadi kami kekurangan orang untuk membuat pesanan pelanggan,” terang Yuki. “Jangan khawatir, tugas Senpai tidak sulit kok! Hanya mengemas kue yang sudah jadi ke dalam kotaknya saja,” tambah Yuki.
“Baik, aku bisa,” ucap Izumi
Setelah menghabiskan pudingnya, Izumi beranjak dari ruang makan dan kembali ke dalam kamarnya. Awalnya pemuda itu ingin langsung membaringkan diri di atas tempat tidurnya, tetapi urung ketika mengingat ada tugas yang sebelumnya diberikan oleh Miss Aizawa. Dia pun mendudukkan diri pada kursi belajarnya dan mengeluarkan buku Bahasa Inggrisnya. Izumi menyalakan lampu belajar dan mulai mengerjakan tugasnya. Miss Aizawa memberi mereka tugas untuk menerjemahkan cerita dari Bahasa Jepang ke dalam Bahasa Inggris. Tak terlalu sulit bagi Izumi, tetapi yang menjadi masalah adalah cerita yang dia terjemahkan banyak menggunakan huruf kanji yang tak ia mengerti. Akibatnya Izumi harus bolak-balik membuka kamus kanjinya sebelum akhirnya bisa menerjemahkannya ke dalam Bahasa Inggris. Ketika sedang mengerjakan terjemahannya, Izumi sesekali tersenyum geli ketika membaca cerita tentang Momotaro. Ia tak bisa membayangkan bagaimana seseorang keluar dari dalam buah bersik. Tapi bukan
Nana terus memperhatikan layar ponselnya tanpa berkedip. Gadis itu membaca notifikasi baru dari akun Stargramnya berulang kali, itsharu menyukai foto Anda—begitu yang tertulis di sana. Ini benar kau, kan Haru-kun. Dengan perasaan gembira yang membuncah, Nana membuka profil yang memiliki username itsharu tersebut. Namun sesaat kemudian rasa gembiranya mendadak lenyap ketika tak menemukan informasi apapun di akun itu. Tak ada foto profil atau postingan sama sekali, bahkan daftar follower dan following akun itu juga masih kosong. Kalau seperti ini bagaimana aku bisa tahu kalau ini kau? batin Nana sendu lalu meletakkan ponselnya dan kembali meneruskan kegiatan belajarnya. ***** Izumi yang sudah s
Sore harinya sepulang sekolah, Izumi memilih berjalan-jalan sebentar melihat sekeliling area sekolah. Terakhir kali dia mengitari area sekolah ini adalah dulu ketika baru tiba di sini. Itu pun karena Nana yang dulu membawanya berkeliling. Sampai saat ini ruang gerak Izumi biasanya hanya terpusat di dalam kelas atau perpustakaan. Kali ini pemuda itu melangkahkan kakinya menuju gedung di sebelah yang digunakan sebagai ruangan klub. Dia sengaja melangkah ke sana karena sedikit penasaran dengan klub apa saja yang ada di sekolah ini. Menyusuri koridor yang disinari oleh sinar keemasan dari matahari sore, Izumi berjalan sendirian. Iris obsidiannya menatap satu persatu papan bertuliskan nama klub yang terpasang di atas pintunya. Basket, Voli, Sepak Bola, Baseball, Renang, Klub Sastra, Klub Drama, Seni Rupa, Paduan Suara, dan terakhir langkah Izumi berhenti di depan pintu bercat coklat yang mempunyai tulisan ‘Klub Kerajinan Tangan’ di atas pintunya. Melalui jendela kaca kec
Tak terasa musim panas kini sudah memasuki Bulan Juli. Di beberapa tempat seperti area perbelanjaan, kuil, sekolah dan di beberapa stasiun mulai dipasangi hiasan dari pohon bambu untuk menyambut Festival Tanabata yang akan diadakan nanti malam tanggal 7 Juli. Izumi, Kaito, dan yang lainnya siang itu menghabiskan waktu mereka di atap sekolah. Kebetulan mata pelajaran di jam keempat dan kelima ditiadakan karena guru-guru sedang rapat. Diawali oleh Jun, anak-anak itu mengobrol tentang Festival Tanabata. “Ne, nanti malam apa kalian akan pergi ke Festival Tanabata?” tanya Jun. “Tanabata?” balas Izumi. Dia mengingat-ingat sejenak. Benar juga, sekarang tanggal 7 Juli. Berarti festivalnya nanti malam, ya, ucap Izumi dalam hati. Setelah lama tinggal di Amerika, dia tidak pernah mendengar kata itu lagi apalagi datang ke sana. Shuu mengangguk mengiyakan. “Kau belum tahu karena selama ini tinggal di Amerika, ya. Jadi, Tanabata itu—” Shuu dengan antusias
Izumi berjalan menuju Shiba Park yang hanya berjarak dua puluh menit dari rumah Ryu. Pemuda itu belum memberi kabar kepada Shuu dan yang lain kalau dia akhirnya pergi. Pikirnya toh nanti mereka bisa jadi bertemu di sana. Sampai di tempat perayaan festival suasananya begitu ramai seperti yang Izumi duga. Memangnya ada festival yang tak ramai? Sesaat Izumi ingin menertawakan kebodohannya sendiri. Pemuda itu berjalan sendirian di antara lautan orang-orang yang mengenakan yukata itu. Iris obsidiannya sesekali tertuju pada kios-kios makanan dan permainan yang berjejer di sepanjang jalan yang dia lalui. Izumi berjalan tanpa tahu ke mana kakinya akan membawanya. Dalam hati dia sedikit menyesal kenapa tadi tak memberitahu Kaito ataupun Shuu kalau dia jadi pergi. Tak ingin kelihatan seperti anak yang kehilangan arah, Izumi memutuskan untuk berhenti di stand permainan kingyo sukui. Paman pemilik kios itu tersenyum ramah menyambutnya. Setelah membayar uang sebanyak t
Mengabaikan hujan deras yang masih mengguyur bumi, Izumi berlari menghampiri Nana. Entah bagaimana awalnya, sekitar tiga meter dari halte itu terjadi kecelakaan antara bus dengan mobil. Orang-orang ini kini sibuk membantu korban. Dari kejauhan suara sirine ambulans sayup-sayup mulai terdengar mendekat. Izumi menghampiri Nana yang berdiri menatap ke arah kecelakaan itu dengan wajah tegang. Izumi bisa melihat kalau tubuh gadis itu sedikit bergetar. Dia bahkan tak bergeming ketika Izumi menarik tangannya menjauh dari sana. Meski pada akhirnya Izumi hanya bisa membawa Nana sampai di bagian belakang halte itu saja karena gadis itu sepertinya terlalu shock untuk berjalan lebih jauh lagi. Ditambah hujan yang masih turun dengan deras, membuat Izumi tak ingin membuat Nana dan dirinya basah kuyup. “Nana.” Izumi memanggil Nana. Namun gadis itu tak menjawab. Pandangannya terlihat kosong menatap kejadian kecelakaan itu dari balik dinding kaca halte. Izumi lantas memutar
Pukul sembilan pagi Izumi terbangun dari tidurnya. Pemuda itu menggeliat pelan lalu menyibak selimut yang membungkus tubuhnya semalaman. Ketika beranjak dari tempat tidurnya, rasa pening mendadak menyerang kepala Izumi, membuat pemuda itu kembali duduk di atas kasurnya. Izumi memijit keningnya perlahan, setidaknya untuk mengurangi rasa pusingnya. Tidak biasanya dia merasa pusing seperti ini ketika baru bangun tidur. Apa karena aku tertidur terlalu lama? pikir Izumi. Setelah merasa sedikit mendingan, Izumi kembali berdiri lalu melangkah menuju jendela dan menyibak tirainya. Langit pagi itu terlihat kelabu. Sisa-sisa air hujan semalaman masih menetes dari atas atap. Bahkan jejak air di bagian luar kaca jendela Izumi masih terlihat jelas. Sepertinya hujan berhenti belum lama ini. Berbicara tentang hujan, Izumi kembali teringat kejadian semalam usai festival. Apa dia baik-baik saja? Izumi kembali mengulang pertanyaan yang sama dalam benaknya. Pemuda itu kemudia
Setelah memastikan pintu depan terkunci, Izumi membawa Kuma keluar. Anjing itu kelihatan begitu riang karena ia memang sudah lama tidak keluar rumah. Izumi membawa Kuma jalan-jalan menuju taman yang berbeda dengan yang biasanya mereka tuju. Tempat yang dituju kali ini adalah taman yang sama dengan tempat perayaan festival semalam karena memang tempat itu lebih dekat dari tempat tinggal mereka. Suasana di taman itu berbeda sekali dengan yang tadi malam. Kios-kios makanan yang semalam berjejer memenuhi area taman kini sudah tak terlihat lagi. Izumi memperhatikan area taman itu dengan seksama. Dia baru menyadari kalau di tengah-tengah taman itu ada danau buatan. Semalam dia tak melihatnya ketika datang ke sini karena terlalu banyak pengunjung yang datang untuk menikmati festival. Di tepi pagar pembatas danau Izumi berdiri setengah melamun menatap bayangan langit dan pepohonan yang terpantul oleh air danau. Tanpa tahu kalau Kuma yang semula berada di sampingnya kini sudah hilang