Share

Bab 5 - Erangan Penuh Kenikmatan

“Ra, lo ke mana aja sih? Dari kemarin kok W******p lo off mulu?! Gedek deh gue.”

Baru beberapa langkah Ayra memasuki kelas, dirinya sudah langsung diserbu pertanyaan oleh Dita, sahabatnya yang juga berasal dari prodi Sastra Inggris. Ayra mendecak, lalu segera duduk tanpa berminat menjawab pertanyaan Dita. Ayra tahu jika ada niat terselubung dari pertanyaan yang sahabatnya lontarkan. Dita pasti hendak meminjam tugas yang sudah diberikan oleh dosen mereka beberapa hari yang lalu.

“Gila, the best banget lo. Tahu aja gue mau pinjam tugas,” puji Dita setelah Ayra memberikan bukunya. Tanpa babibu, Dita pun segera menyalin jawaban Ayra, sebelum dosen mereka datang. “Semalam gimana, Ra? Lancar nggak malam pertamanya? Terus, beneran enak kayak di film-film JAV nggak?” tanya Dita lagi dengan suara rendah.

Dita memang sudah tahu jika Ayra baru saja menikah dengan Varo. Perempuan tersebut juga tahu jika sebenarnya Ayra sama sekali tidak memiliki perasaan suka kepada pria 30 tahun itu. Hanya Dita satu-satunya teman sekampus Ayra yang tahu mengenai rahasia tersebut. Pun, Ayra juga tidak ada keniatan untuk mengatakan rahasia kelam itu kepada teman-temannya yang lain. Buat apa? Toh, sebentar lagi juga ia akan bercerai dengan Varo.

“Enak banget sampai mau meninggoy, Dit. Ahh… mantap,” jawab Ayra seakan sedang membayangkan adegan ranjang yang Dita pikir sudah ia lakukan dengan Varo. Ayra menjilat bibir, membuat Dita menelan saliva.

“Serius, Ra? Terus, awalnya sakit nggak?” Dita malah meninggalkan tugas yang semula ia salin. Cerita mengenai malam pertama sahabatnya lebih mampu menarik perhatian daripada deretan kata yang malah membuat sakit kepala.

“Enak banget, Dita, enak banget sampai mau meninggoy! Serius deh, gue nggak bohong. Makanya lo cepat kawin biar bisa ngerasain nikmatnya surga dunia,” jawab perempuan manis berambut bob itu lagi dengan asal.

Ayra memang masih berstatus sebagai mahasiswi di sebuah universitas yang ada di ibukota. Ia sedang menempuh semester 3 dan mengambil program studi Sastra Inggris. Itu juga merupakan salah satu alasan yang dulu sempat Ayra berikan ketika ia diminta untuk segera menikah dengan Varo. Ayra masih ingin belajar, usianya juga masih terlalu belia. Ia baru 20 tahun, selisih sepuluh tahun dengan Varo. Ah, jika bayang-bayang itu muncul, rasanya kepala Ayra mendadak pening.

“Ah, Ayra, gue jadi pengin kawin!”

Semua mahasiswa yang berada di dalam kelas seketika mengalihkan perhatian pada Dita. Ayra yang ada di dekat Dita pun langsung menyunggingkan senyuman yang malah terlihat konyol di wajahnya.

“Tapi boong,” ucap Dita lagi saat sadar bahwa ia sedang menjadi bahan tontonan sekarang.

Ayra segera mengelus dada saat semua orang sudah kembali fokus ke kegiatan mereka masing-masing. “Kurang keras, Bego!” serunya seraya memelotot. “Lagian juga bentar lagi gue mau cerai,” sambung Ayra saat sahabatnya sudah kembali menyalin jawaban.

Sepasang mata Dita memelotot tidak percaya. “Ra, lo ngomong apa tadi? Gue nggak salah dengar, kan?” Gadis itu lagi-lagi menghentikan gerakan tangannya yang sedang menulis. Ia berharap jika ia sudah salah dengar. Tidak mungkin kalau Ayra yang baru menikah kemarin sudah akan bercerai. Masa pernikahan sahabatnya bisa hancur secepat kilat? Pernikahan macam apa itu?

Belum juga Ayra menjawab, semua mahasiswa yang ada di kelas langsung duduk tenang di tempat. Ayra dan Dita juga melakukan hal yang sama begitu sang dosen melangkah masuk.

*

Suara lenguhan nikmat terdengar di seluruh ruang kerja Varo. Bibir dan lidahnya masih bergerak dengan buas, saling melumat bersama seorang wanita yang kini duduk di pangkuannya. Tangan pria bermata elang itu sudah menelusup ke dalam kemeja yang wanita itu kenakan. Ia menciptakan suara erangan penuh kenikmatan dari bibir merah lawan mainnya.

“Astaga!” pekik seorang pria dewasa yang baru saja membuka pintu ruang kerja Varo.

Varo memaki pria tersebut yang tak lain adalah Panji, ayahnya. Ciuman mereka pun terlepas. Wanita tadi segera mengancing kemeja dan merapikan penampilannya sebelum ia melenggang ke luar secara tergesa.

“Varo, Varo, mau sampai kapan kamu kayak gini?” Panji melangkah mendekati putra semata wayangnya yang juga tengah merapikan dasi. “Siapa lagi perempuan tadi?” tanya pria yang rambutnya sudah setengah memutih itu dengan intonasi dingin.

Panji kira dengan sudah menikahkan Varo dengan Ayra akan mampu membuat pria itu sadar dan mengubah kebiasaannya yang suka bergonta-ganti wanita. Nyatanya tidak, lelaki yang mengelola Permana Company itu tetap saja bermain dengan wanita yang tidak Panji ketahui dari mana asalnya.

Varo mendengus. “Papa kayak nggak tahu aja,” jawabnya tak acuh. “Ada apa?”

Tatapan Panji langsung terfokus pada perban yang ada di kepala putra semata wayangnya. “Kepala kamu kenapa?”

Perban itu adalah ulah Ayra yang semalam memukul kepala Varo menggunakan vas bunga. Bukannya menjawab dengan jujur, yang Varo katakan selanjutnya adalah, “Nggak penting. Mau apa Papa ke sini?”

Varo sudah terlanjur kesal. Padahal kegiatan bercumbunya tadi belum usai, Varo juga masih menginginkan ciuman yang lebih panas. Belum juga nafsu Varo terpuaskan, si tua bangka Panji ini langsung datang. Rusak sudah suasana yang semula sudah mulai memanas.

“Ayra.” Panji berhenti sejenak untuk melihat reaksi yang akan ditunjukkan Varo. “Papa dengar kalau semalam dia kabur. Itu benar?” tanyanya yang hanya dijawab dengan sebuah anggukan singkat dari sang anak.

Panji menggebrak meja frustrasi. Kenapa anaknya ini bisa sangat tenang di saat istrinya sedang kabur? Apakah Varo benar-benar sudah gila?

“Ayra kabur dan kamu malah asyik ciuman sama perempuan lain?! Kamu nggak mau berbuat sesuatu?” berang Panji yang hanya dibalas tatapan mengejek dari putra semata wayangnya.

“Jangan kayak orang susah, Pa.”

Ponsel Varo yang tergeletak di meja berdering. Terdapat panggilan masuk dari salah satu kaki tangannya. Ia pun langsung menerima panggilan tersebut.

“Hm,” gumam Varo seraya menempelkan telepon genggam di telinga.

“Halo, Bos. Nyonya Ayra lagi ada di warung seblak sebelah kampus. Dia sama temannya. Saya lihat dia bawa banyak berkas yang lagi dicek satu per satu. Masalah itu berkas apa, saya kurang tahu, bisa aja itu tugas kuliah atau berkas lain yang lebih penting,” jelas seseorang di balik telepon genggam dengan suara yang terdengar seperti bisik-bisik.

“Bagus. Ikuti dia terus. Hubungi saya tiap kali ada kemajuan info yang kamu dapat.” Tanpa banyak kata, Varo langsung memutus sambungan tersebut. Ia menatap sang ayah yang masih setia berada di ruang kerjanya. “See? Jangan kayak orang susah.”

_***_

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status