Share

4. Sebuah Rasa yang Tak Terungkapkan.

Semenjak Lunar mendengar percakapan antara bibi dan gurunya, Lunar membulatkan tekad untuk segera mendaftar ujian calon warrior. Saat ditanya alasannya, ia mengatakan ingin menjadi warrior dan melindungi pack yang telah menjadi tempat tumbuhnya itu. Tentu saja itu bukan tujuan yang sebenarnya. Dan Lunar merasa, dengan menjadi warrior ia bisa selangkah lebih dekat untuk menemukan ibunya.

Selama ini ia hidup dengan topeng yang sangat baik untuk menutupi keinginan hatinya. Bohong rasanya jika ia tidak merindukan kasih sayang ibu kandungnya. Dan untuk alasan-alasan yang ia utarakan kepada bibinya itu adalah semata-mata agar sang bibi tidak terlalu mencemaskannya. Beliau telah banyak berkorban untuknya, dan ia tak ingin bibinya semakin menambah jumlah pengorbanannya hanya untuk kebahagiaan Lunar. Karena itu, sebisa mungkin Lunar berusaha untuk melakukan semuanya secara diam-diam.

Lunar teramat paham dengan rasa penyesalan bibinya hingga memaksa bibinya untuk meminta bantuan guru latihannya. Meski pembicaraan malam itu bukan pembicaraan pertama yang Lunar curi dengar, tetapi Lunar baru benar-benar mengetahui dengan benar jika ada cara yang lebih efektif untuk mencari keberadaan ibunya. Dan hal itu semakin membuat Lunar membulatkan tekadnya untuk menjadi pemimpin warrior. Karena selain membuat ayah angkatnya tidak meragukan kemampuannya, ia juga bisa mencari keberadaan ibunya.

Lunar tak tahu jika ada werewolf yang bertugas di luar daerah dan berada di bawah kepemimpinan pamannya. Selama yang ia tahu, mereka –para werewolf-- hanya hidup di pack masing-masing tanpa mau mengusik kehidupan bangsa lainnya. Selain werewolf, Lunar juga mengetahui jika ada bangsa manusia dan vampire yang menghuni belahan lain dari dunia tempat ia tinggal. Hanya saja, ia sama sekali tidak tahu menahu semua informasi tentang mereka. Hanya alpha pack dan werewolf tertentu saja yang mengetahuinya, termasuk di dalamnya adalah ayah angkatnya –atau pamannya--.

Di dalam pack-nya, mereka telah hidup secara berkecukupan. Hidup di lembah dengan latar bukit di depan dan pegunungan tinggi di belakangnya membuatnya enggan memupuk rasa ingin tahu yang besar akan dunia di luar sana. Hidup di dalam pack-nya ini sangat kompleks karena pack-nya termasuk pack dengan warga yang lumayan banyak. System pemerintahan mereka begitu tertata dengan beberapa lapisan pemimpin dan system jual beli pun tertata dengan baik dengan mengandalkan mata uang. Lunar tak tahu, apakah di luar sana para vampire dan manusia juga menggunakan mata uang seperti yang Lunar gunakan? Bagaimana hidup mereka? Dan bagaimana dengan perkembangan teknologi mereka?

Lunar memang mengetahui sedikit tentang vampire dan manusia dari buku yang pernah dibacanya di perpustakaan kota. Meski pamannya mengekang Lunar dari akses latihan fisik, ia tidak kehabisan akal dan memakai waktu luang untuk mencari pengetahuan apapun tentang dunianya. Ia pernah mendengar tentang buku adalah jendela dunia dari pustakawan di sana. Dan ia membenarkan hal itu. Ia banyak membaca tentang manusia dan vampire. Namun, yang membuatnya heran hingga saat ini adalah dari sekian ribu buku disana, ia tidak menjumpai buku yang memberi tahu tentang detail bangsa werewolf. Hanya sedikit yang ia ketahui, dan itupun hanya terbatas seputar mate, tingkatan werewolf, kelemahan dan kelebihan  werewolf, serta potensi werewolf. Ia tahu, pengetahuan seperti ini tidak akan membantu banyak dalam ujian nanti.

Meski tak membantu banyak dalam ujian, setidaknya Lunar tahu bahwa hidupnya hanya sebagian kecil dari kehidupan besar di luar sana. Dan suatu saat, Lunar ingin menjadi bagian darinya.

Sebenarnya bisa saja Lunar mengusahakan untuk menjadi watcher, tapi ia tetap memikirkan eksistensi pamannya. Ia yakin jika melihat gelagat pamannya itu, dia akan dengan mudah menghalangi niatan Lunar dengan jabatan yang ia miliki. Jadi jalan aman satu-satunya adalah dengan mendaftar menjadi warrior lalu setelah itu berusaha menjadi pemimpinnya. Dengan begitu ia bisa mendapatkan akses mereka.

Di tengah kekangan sang paman, Lunar bersyukur jika pamannya lebih sering bekerja di area yang jauh darinya. Dengan begitu ia bisa lebih sering ke perpustakaan dan berlatih dengan guru Dan. Ditambah dengan informasi dari bibinya, ia lebih mudah dalam mengatur waktu belajarnya.

Dan melihat usaha keras Lunar, Hana hanya bisa mendoakan keponakannya itu dengan kebaikan karena ia tahu ia tak akan bisa membantu Lunar lebih banyak. Lunar adalah harta berharga kakaknya dan sudah menjadi kewajibannya untuk menjaganya. Beruntung sahabat kakaknya itu masih berada di jajaran warrior dan mau menjadi tutor Lunar dan mengajarinya secara diam-diam. Dari pandangannya, ia bisa melihat bahwa Lunar adalah anak yang memiliki tekad kuat dan sanggup berjuang dengan keras.

Selama ini Hana tidak pernah mendengar Lunar mengeluh tentang kehidupannya dan betapa berat latihannya. Anak itu akan pulang dengan senyuman cerahnya lalu akan membantunya mengerjakan pekerjaan rumah yang belum ia selesaikan sebelum mate-nya pulang. Sebenarnya, mate-nya juga memiliki kekecewaan tersendiri akan sikapnya yang terlihat lebih condong ke Lunar dari pada anaknya sendiri. Namun, ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk tetap memperhatikan putri kandungnya. Meski putri kandungnya sudah terlihat menjauhinya karena hal itu.

“Sayang, kau yakin akan mengikuti ujian warrior setelah tahu mate-ku menolaknya?” ujar Hana. Jejak airmata masih terlihat di pipinya dan suaranya juga masih terdengar serak setelah menangis tadi.

“Ya, Bu. Aku sudah membulatkan tekadku untuk hal ini.”

“Aku tahu, kau tak akan bisa melewati ujian itu secara maksimal seperti halnya Zoya, kakakmu. Tapi aku akan selalu memanjatkan doa agar kau bisa melewatinya. Kau tidak memiliki pelatih handal seperti Zoya. Kau tidak memiliki kesempatan sebagus Zoya. Namun, aku berharap kau bisa melewatinya dan memenuhi keinginanmu.”

Lunar menatap wajah yang kini terlihat lebih cerah dari pada beberapa waktu setelah pamannya meninggalkan mereka. Ia tatap lekat-lekat wajah yang selalu memberinya kasih sayang melimpah itu. Wajah yang tak berubah semenjak ia mulai mengingat, seolah lupa bahwa werewolf berumur panjang dan menua dalam waktu yang cukup lama.

“Terimakasih atas semuanya, Bu. Aku tak tahu harus membalasnya dengan apa,” bisiknya.

Hana menggeleng pelan. “Tak perlu dibalas. Dirimu adalah harta berharga yang ditinggalkan oleh mendiang kakakku. Jadi sudah sepatutnya aku menjagamu dengan baik. Dan jangan pernah berpikir terlalu jauh untuk membalasnya. Aku menyayangimu, dan tidak ada kata balas jasa dalam hal itu.”

“Sungguh! Pemandangan yang sanggup membuat perutku mual.”

Hana dan Lunar sontak menoleh ke arah pintu dimana ada sosok yang tengah menyandarkan badannya di sana. Sosok itu, sosok yang serupa ayahnya namun dalam versi perempuan, Zoya. Kakak sepupu yang tidak pernah menyukai dan akrab dengannya karena ia merasa jika Lunar telah merebut kasih sayang dari ibunya.

“Zoya, kau pulang?”

Lunar bisa melihat mata Hana yang berbinar cerah setelah mendapati sosok putrinya itu. “Ibu sudah memasakkan makan malam untukmu. Bisakah kita makan bersama?”tawar Hana.

“Cih! Sok perhatian sekali.” decih Zoya.

“Kak Zoya … “

“Apa!”

Belum selesai Lunar berkata, Zoya sudah memotongnya terlebih dahulu. Lunar mengerti, ia tak akan pernah disukai oleh kakak sepupunya itu. Tapi untuk meremehkan perhatian Hana, ia tak akan menerimanya. Menurutnya, tidak seharusnya Zoya memperlakukan ibunya seperti itu.

“Zoya, sudah. Jangan bertengkar dengan adikmu, ya. Ayo kita makan bersama,” bujuk Hana. Sungguh, ia tak mau lagi berada di posisi yang tak menyenangkan seperti ini. Baru beberapa menit yang lalu mate-nya bersitegang dengan Lunar, dan kini berganti posisi dengan putrinya. Rasanya ia ingin mengatakan jika berada di antara gamma dan deltha yang bersitegang itu menyesakkan. Jadi sebisa mungkin ia harus segera keluar dari situasi seperti ini.

“Makan bersama? Tidak akan jika aku harus semeja dengan anak pungut ini.”

“Zoya, dia bu-“

Zoya langsung memotong perkataan ibunya. “Berhenti membelanya, Bu. Putri kandungmu yang sebenarnya itu aku atau dia? Mengapa kau selalu lebih memilih membelanya dari pada aku?”

Hana menghela napasnya dalam-dalam. Selalu seperti ini jika ia mulai mengoreksi panggilan Zoya pada Lunar. Ia mengerti jika Zoya cemburu akan kedekatannya dengan Lunar. Tapi entah mengapa mendengar Lunar selalu dipanggil anak pungut oleh mate dan putrinya membuatnya jengah. Tetapi ia tak bisa mengatakannya secara langsung, bukan?

“Aku tak akan ikut makan malam jika hal itu bisa membuatmu makan masakan Ibu, Kak. Aku bisa keluar dari rumah ini,” ujar Lunar. Ia memandang wajah ibu angkatnya itu dan menyunggingkan senyum seolah berkata semua baik-baik saja. Lunar ingin memperbaiki hubungan antara ibu dan anak itu. Dan sepertinya, ia harus melupakan tekadnya untuk menjadi egois kali ini.

“Tapi kau juga belum makan, Nar.” Hana menatap putri kakaknya itu dengan sendu. Ia tahu, Lunar anak yang baik dan ia pasti mengesampingkan dirinya sendiri dan lebih mendahulukan orang lain.

“Tak apa, Bu. Aku masih kenyang karena tadi sore aku sempat membeli jajanan di kedai langgananku. Jangan khawatir. Kakak benar, kakak adalah putri kandungmu sedangkan aku hanya anak pungutmu.” Lunar mengatakannya sambil tersenyum kecil untuk menutupi sakit hatinya. Menurutmu, siapa yang tak sakit hati mendengar kata anak pungut? Meski kata itu telah terucap ribuan kali, tetap saja hatinya belum kebal menerimanya.

“Baguslah jika kau sadar,” sinis Zoya.

“Aku pergi dulu, Bu. Aku lupa jika ada janji dengan Sean tadi.”

Setelah mengatakan hal itu, Lunar beranjak dan mengambil jaketnya yang tersampir di punggung kursi yang ia duduki tadi. Lunar berjalan dengan menunduk tanpa menghiraukan apapun. Ia juga mengabaikan eksistensi Zoya yang masih bersandar pada pintu. Hana tahu, Lunar pasti berbohong jika ia memiliki janji dengan teman sesama Deltha-nya. Namun ia sama sekali tak bisa mencegah kepergian Lunar. Ia mengerti. Pasti Lunar tengah memberinya waktu untuk memperbaiki sikapnya pada putrinya itu.

“Ayo kita makan, sayang. Lunar telah pergi dan kita bisa makan malam berdua. Ibu sudah memasakkan makanan kesukaanmu dan ayahmu. Tapi maaf, ayahmu tidak bisa makan malam bersama kita,” ajak Hana pada putrinya. Ia tak akan mengatakan pada Zoya jika ia dan mate-nya bertengkar beberapa waktu lalu.

“Hm.”

Zoya hanya menggumam. Dan setelahnya ia beranjak menuju meja makan dengan sebuah senyuman kecil yang ia sembunyikan agar ibunya tak melihatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status