Di satu sisi, pria tersebut tidak enak hati dengan orang yang berdiri di atas nya. Terlihat dengan sangat jelas sekali jika Yusto menatap nya dengan marah karna Chaterine lebih memilih untuk menolong nya di bandingkan menghiraukan perkataan Yusto.
"Ah.. iya," jawab pria tersebut sambil menaruh tangan nya di atas telapak tangan Chaterine.
Chaterine membantu pria itu berdiri dengan kedua tangan nya. Tubuh nya yang lemas hingga tak kuat berdiri itu pun sudah terlihat jelas sekali, betapa sakit nya pukulan yang ia terima barusan.
"Kamu tidak apa apa?" tanya Chaterine khawatir karna melihat wajah nya yang babak belur.
"A.. aku tidak apa apa" jawab nya dengan malu.
"Kalau boleh tau, siapa nama mu?" tanya Chaterine.
"Na.. namaku Sahid" jawab nya.
Tentu saja Sahid merasa malu karna kondisi nya saat ini yang terlihat menyedihkan, apalagi ini pertemuan nya pertama kali secara langsung dengan Chaterine.
"Ka.. kamu mengabaikan ku, dan kenapa malah begitu perhatian dengan bocah ini?" tanya yusto tak percaya.
"Tidak ada alasan bagiku untuk menghiraukan penindas seperti mu" jawab Chaterine dengan tatapan tajam.
Yusto yang mendengar hal itu pun langsung merasa marah. Bagaimana bisa Chaterine justru lebih memilih pria yang terlihat lemah di banding kan dengan dirinya.
"I.. ini semua gara gara kamu!" teriak Yusto sambil melayangkan telapak tangan kanan nya ke atas untuk menampar Sahid.
Sebelum tangan Yusto mengenai wajah Sahid, dengan cepat Chaterine langsung menangkap tangan kanan Yusto kemudian mencengkeram nya dengan kuat.
Sahid yang berpikir dirinya akan menerima pukulan lagi itu pun merasa tak berdaya dan pasrah. Sambil memejamkan mata, Sahid menggigit bibirnya agar tidak merasakan sakit.
Sudah agak begitu lama setelah Sahid menutup mata, tapi Sahid tidak merasakan pukulan yang keras di pipi nya. Sahid pun bingung dan memberanikan diri membuka mata.
"Sudah cukup, Yusto!" tegas Chaterine sambil masih memegang tangan kanan Yusto.
Sahid yang melihat dengan mata kepala nya sendiri itu pun merasa kaget sekaligus takjub. Bagaimana bisa tangan Chaterine yang begiru kecil itu mampu menahan tangan Yusto yang 2 kali lebih besar darinya.
"Akhhh," ujar Yusto merintih kesakitan.
"Aku tidak mau melihat hal seperti ini terjadi lagi ke depan nya. Kalian sudah besar, jangan bertengkar hanya karna hal sepele seperti ini" kata Chaterine setelah melepaskan cengkraman tangan nya dari tangan Yusto.
Yusto masih menatap Chaterine dengan tidak percaya. Wanita yang selama ini di suka nya dengan sepenuh hati malah sampai seperti ini hanya untuk membela seorang pria lemah di depan nya, apalagi ini pertemuan pertama mereka.
"Ayo cepat ikut aku, kamu harus di obati" ajak Chaterine sambil menggandeng tangan Sahid.
Sahid dan Chaterine dengan cepat meninggalkan Yusto sendirian kemudian pergi ke UKS untuk mengobati luka yang di dapat Sahid karna pukulan barusan.
Sementara itu, Yusto dari tadi masih tak percaya dengan apa yang di lihat nya barusan. Bukan hanya membela Sahid dan menolong nya, bahkan barusan Chaterine mengajak Sahid pergi sambil menggandeng tangan nya.
"Dasar bedebah itu!" teriak Yusto dengan kesal.
****
"Akhhh," ujar Sahid merintih kesakitan.
"Aduh, maaf. Rasanya pasti sakit sekali ya?" ucap Chaterine tidak enak sambil mengobati luka di wajah Sahid dengan pelan.
Darah yang tadi nya keluar dari hidung Sahid sudah berhenti. Kini hanya tinggal wajah nya yang perlu di kompres dengan air dingin agar tidak terlalu nyeri nanti nya.
"Maaf kan aku, kamu di pukuli oleh pria tadi gara gara aku kan?" kata Chaterine dengan ekspresi wajah yang murung karna merasa bersalah.
"Ti.. tidak, jangan minta maaf terus. Ini salahku, jika saja tadi aku bisa seberani dirimu pasti aku tidak akan di pukuli seperti ini" kata Sahid merasa malu.
"Menurutku kamu tadi sudah cukup berani kok. Meskipun tadi ada banyak celah untukmu melarikan diri, tapi kamu lebih memilih untuk menghadapi nya. Menurutku itu sudah sangat berani" ucap Chaterine sambil tersenyum ramah.
Melihat wajah Chaterine yang bersinar dan terlihat sangat cantik saat tersenyum itu, membuat hati Sahid berdegup dengan sangat kencang nya. Ia tidak menyangka jika hari ini bisa melihat wajah Chaterine dengan sangat dekat seperti saat ini.
"I... iya, terima kasih" jawab Sahid dengan gugup.
Chaterine terus mengompres luka membiru di wajah Sahid dengan hati hati menggunakan kain yang di celup ke dalam air es.
"Nah, sudah selesai. Aku kembali ke kelas dulu ya, jika kamu masih merasa sakit kamu boleh beristirahat dulu di sini, biar nanti aku yang akan minta ijin pada wali kelasmu" kata Chaterine sambil membereskan barang yang ia gunakan tadi.
"Tung... tunggu dulu!" teriak Sahid menghentikan Chaterine yang sudah berjalan.
"Ada apa?" tanya Chaterine sambil menengok ke arah Sahid.
"Em.. itu.. apa aku boleh tau kamu belajar pertahanan diri seperti tadi di mana? mak, maksudku aku juga ingin mempelajari nya agar tidak di tindas lagi ke depan nya!" kata Sahid dengan wajah nya yang memerah.
Melihat wajah Sahid yang memerah, Chaterine pun merasa lucu melihat nya, "Hihihi, lucunya" batin Chaterine.
"Tentu saja, niatmu itu sangat bagus. Ini, kamu bisa datang ke sini nanti malam dan latihan denganku" ujar Chaterine sambil mengeluarkan sebuah kartu dari dalam saku nya.
"A.. apa ini?" tanya Sahid dengan bingung.
"Itu kartu namaku, aku tidak biasa latihan di luar rumah. Jadi kamu bisa datang latihan ke rumahku kalau mau" jawab Chaterine.
"Kar.. kartu nama?" kata Sahid dengan wajah yang semakin memerah.
Sahid tidak menyangka semudah ini mendapatkan kartu nama Chaterine. Bahkan selama ini Sahid tidak pernah bermimpi untuk bisa mendapatkan nya, yang bisa Sahid lakukan selama ini hanyalah mengagumi Chaterine dari kejauhan.
"Jika ada yang ingin kamu tanyakan lagi, hubungi saja nomor di situ. Aku tidak ada waktu lagi sekarang, aku harus kembali ke kelas" tutur Chaterine terburu buru.
"B-baik!" kata Sahid.
Chaterine kemudian meninggalkan Sahid sendirian di dalam UKS. Sahid pun langsung berbaring dengan nyaman di atas ranjang yang di sediakan.
Sahid terus terusan menatap kartu nama yang barusan di berikan Chaterine pada nya. Sahid terus saja membayangkan wajah Chaterine padahal baru saja habis bersama nya.
"Tung.. tunggu dulu" suasana hati Sahid yang semula berbunga bunga jadi terasa suram setelah Sahid mengingat kembali tentang sesuatu.
*Dukung author dengan cara memberikan subscribe dan riview novel ini.
Dukung author dengan cara memasukkan novel ini ke dalam rak buku.
"Ji... jika aku pergi ke rumah nya berarti sama saja dengan aku pergi ke rumah presdir Cervan?" kata Sahid dengan dirinya sendiri."Hah, bagaimana ini? aku tidak punya pakaian yang pantas untuk pergi ke sana," ujar nya dengan panik.Sahid lalu turun dari ranjang kemudian mondar mandir berjalan sambil berfikir pakaian apa yang harus ia kenakan nanti sore untuk pergi ke rumah Chaterine."Lebih baik aku cari tau saja tentang gosip soal kediaman Chaterine, kata nya ada banyak sekali pengawal di rumah nya" pikir Sahid dengan keras.****"Tok tok tok" Chaterine mengetuk pintu kelas nya yang tertutup dari luar."Huh, sebenarnya siapa murid yang berkeliaran di jam pelajaran begini lalu mengganggu ku mengajar?" kata bu Aria dengan kesal."Maaf kan saya bu," kata Chaterine."Yah.. memang sudah seharus nya ka
"Bermain?" tanya Chaterine. "I.. iya, rencananya nanti sore kita akan berkumpul di sebuah tempat makan yang baru buka. Aku dengar dari yang lainnya meskipun baru saja buka tapi rasanya enak sekali lo!" kata Artizea dengan penuh semangat. "Ah maaf, kalau nanti sore aku tidak bisa ikut" ucap Chaterine merasa tidak enak. "Ah.. begitu ya, ma.. maaf aku tidak tau" kata Artizea merasa malu karna sudah di tolak. "Tapi lain kali jika kalian ingin mengajakku pergi, katakan saja. Aku pasti akan ikut datang bersama kalian," kata Chaterine sambil tersenyum ramah. "Be.. benarkah?" tanya Artizea dengan mata yang berbinar binar. "Tentu saja," jawab Chaterine dengan hangat. Ekspresi wajah Artizea yang semula muram langsung berubah ceria setelah mendengar perkataan Chaterine barusan. Rasanya harapan Artizea ingin menjadi dekat dengan Chaterine bisa segera terkabulkan. "Ngomong ngomong kamu pulang dengan siapa?" tanya Chaterine basa basi
Akhirnya Felix mengalah dan menuruti tindakan Chaterine yang lebih memilih untuk pulang berdua saja dengannya. Di sepanjang jalan, Felix terus memperhatikan raut wajah Chateirne yang terlihat senang. "Ada apa? apa ada yang aneh dengan wajahku?" tanya Chaterine setelah tau bahwa dari tadi Felix terus mengamati dirinya. "Ah tidak, saya hanya kaget saja melihat nona seperti sedang senang begitu" jawab Felix sambil mengalihkan tatapannya. "Tentu saja aku senang, karna sekarang aku sedang berdua bersamamu" ujar Chaterine sambil tersenyum menghadap ke depan. Perkataan Chaterine barusan membuat Felix salah paham. Wajah Felix jadi memerah setelah mendengar bahwa Chaterine senang bisa berdua saja dengannya. "Jarang jarang aku bisa bebas tanpa pengawalan begini, ya kan?" lanjut Chaterine. Felix yang semula sudah terlalu percaya diri itu pun langsung merasa malu karna salah mengartikan maksud dari ucapan Chaterine. "Tentu saja," jawab Fel
"Hah.. baiklah, kalau itu memang keinginan nona" kata Felix setelah menghela nafas berat. "Terima kasih!" kata Chaterine dengan girang. "Sepertinya di depan sana ada orang yang bisa kita tanyai tentang bengkel di daerah sini," kata Felix sambil melirik arah datangnya sebuah mobil dari kejauhan. Perlahan mobil berwarna hitam itu semakin mendekat pada Felix dan Chaterine yang berhenti di pinggir jalan. Mobil hitam itu pun perlahan lahan berhenti. Seseorang yang duduk di bagian belakang mobil membuka kaca mobilnya dari dalam. Felix pun dengan sigap langsung berdiri di depan Chaterine untuk antisipasi. "Tidak apa apa Felix, aku tau siapa orang ini" kata Chaterine yang bersikap waspada. "Apakah teman anda, nona?" tanya Felix sambil menengok ke Chaterine. "Tidak, aku hanya mengenalnya saja" jawab Chaterine. "Erinn!" teriak seorang anak laki laki yang terlihat seumuran Chaterine dari dalam mobil sambil melambai lambaikan tanga
"Wajah nona yang sedang kesal itu sangat lucu," kata Felix sambil tersenyum lebar. "Bisa bisanya kamu tertawa seperti itu padahal aku sedang kesal seperti ini," kata Chaterine. "Ah, maaf nona. Habisnya saya juga tidak tau kenapa nona sampai marah seperti ini, padahal saya hanya pengawal nona" kata Felix. "Kamu itu bukan hanya sekedar pengawalku saja, menurutku kamu sudah seperti temanku sendiri. Orang orang yang menghinamu sama saja seperti mereka menghinaku," kata Chaterine. "Teman... teman.. ya," gumam Felix. "Apa yang barusan kamu katakan? aku tidak dengar," ujar Chaterine. "Ah, bukan apa apa. Lebih baik sekarang nona menyetir, saya yang akan mendorong mobilnya dari belakang. Kita harus segera cari bengkel dan pulang sebelum sore, pastinya para pengawal yang lain juga sudah mulai gelisah karna nona tak kunjung pulang" kata Felix. "Kita akan mencari bengkel. Tapi, aku juga ikut mendorong mobil denganmu" kata Chaterine sambil
Saat mulai memasuki gerbang pertama dari luar, terlihat ada dua bangunan yang berada di sisi kanan dan kiri pagar menjulang tinggi hingga hampir sama dengan tinggi gerbang.Di bagian luar gerbang, terdapat sebuah bel rahasia yang berbentuk seperti bata dengan warna merah yang sama seperti bagian bangunan lainnya.Karna ini merupakan rahasia, hal ini tentunya hanya diketahui para pekerja atau pegawai yang sudah lama bekerja untuk keluarga Cervan termasuk Felix ia juga mengetahui dan bisa membedakan yang mana yang merupakan bel rahasia diantara batu bata merah lainnya.Akhirnya setelah berjalan cukup lama, Felix sampai depan gerbang pertama. Felix pun membunyikan bel khusus agar para pengawal lainnya segera membukakan gerbang.Yang membedakan bel khusus untuk para pekerja dan untuk para tamu itu adalah suaranya. Bel untuk umum hanyalah bel biasa pada umumnya yang juga terpasang di luar gerbang pertama."Hei, apa yang sudah terjadi? kenapa nona pingsa
"Berjanjilah satu hal padaku dulu," kata Cervan."Duh, sayang. Memangnya ada apa sampai aku harus berjanji dulu?" tanya Riria yang heran."Berjanjilah kamu akan tetap tenang meskipun apa yang akan kukatakan sekarang ini bisa saja membuatmu panik," ujar Cervan."Yasudah, aku berjanji. Cepat katakan, aku masih sibuk ini" kata Riria."Chaterine menghilang," ucap Cervan dengan singkat."Cha... Chaterine menghilang?" kata Riria yang terlonjak kaget."I.. iya," jawab Cervan."Apa maksudmu? putriku satu satunya yang cantik meng... menghilang?" tanya Riria yang masih tidak percaya."Iya," jawab Cervan."Apa apaan ini? bagaimana bisa putriku menghilang? untuk apa kau sampai memperkerjakan puluhan pengawal kalau hanya untuk menjaga satu orang saja mereka tidak bisa?!" kata Riria yang mulai panik."Sayang, kamu sudah berjanji padaku bahwa kamu akan tenang" ujar Cervan."Mana aku tau kalau yang mau kamu katakan adalah
Cervan pun langsung menghampiri orang tersebut lalu mengguncang guncangkan tubuhnya dengan keras, "Cepat katakan, putriku kenapa?" tanya Cervan. "Nona di.. digendong Felix da... dari arah gerbang" jawab pengawal tersebut. "A... apa?" kata Cervan yang sedikit terkejut. "Bagaimana bisa? apa Felix yang menemukan Chaterine?" tanya Riria yang panik. "Apa kalian dengar? putriku sudah ditemukan. Sekarang batalkan rencana untuk mencarinya, kemudian bawakan air kemari. Cepat!" teriak Cervan. Para pengawal dan juga pegawai yang berada di situ pun dengan cepat mempersiapkan segala keperluan untuk menyambut kepulangan Chaterine. Mulai dari kotak p3k, air hingga obat obatan herbal telah disiapkan untuk berjaga jaga. Semua orang terlihat tengah sibuk. Beberapa pengawal berlarian kesana kemari untuk membuka pintu utama. Sedangkan Renata yang merupakan dayang pribadi Chaterine tengah mempersiapkan air mandi Chaterine. "Sebenarnya ada apa ini?