"Hah.. baiklah, kalau itu memang keinginan nona" kata Felix setelah menghela nafas berat.
"Terima kasih!" kata Chaterine dengan girang.
"Sepertinya di depan sana ada orang yang bisa kita tanyai tentang bengkel di daerah sini," kata Felix sambil melirik arah datangnya sebuah mobil dari kejauhan.
Perlahan mobil berwarna hitam itu semakin mendekat pada Felix dan Chaterine yang berhenti di pinggir jalan. Mobil hitam itu pun perlahan lahan berhenti.
Seseorang yang duduk di bagian belakang mobil membuka kaca mobilnya dari dalam. Felix pun dengan sigap langsung berdiri di depan Chaterine untuk antisipasi.
"Tidak apa apa Felix, aku tau siapa orang ini" kata Chaterine yang bersikap waspada.
"Apakah teman anda, nona?" tanya Felix sambil menengok ke Chaterine.
"Tidak, aku hanya mengenalnya saja" jawab Chaterine.
"Erinn!" teriak seorang anak laki laki yang terlihat seumuran Chaterine dari dalam mobil sambil melambai lambaikan tangannya.
Chaterine hanya diam saja sambil menatap bocah laki laki itu dengan tatapan yang tajam. Laki laki itu pun langsung membuka pintu mobilnya kemudian turun dan menghampiri Chaterine.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya anak laki laki itu yang keheranan melihat Chaterine berhenti di pinggir jalan.
Chaterine hanya diam saja dan mengabaikannya.
"Ah, sepertinya kamu sedang dalam masalah ya? mau ku bantu?" tanyanya.
Anak laki laki dengan perawakan tubuh yang kurus namun tinggi itu tak lain dan tak bukan adalah Leo Deandra, putra dari tuan Candra Deandra yang merupakan salah satu pegawai yang bekerja di perusahaan ayahnya.
Tentu saja Chaterine sudah tidak asing lagi dengan suara dan wajah itu karna sering kali tuan Candra secara terang terangan menjodohkannya dengan anak laki laki semata wayangnya itu.
"Terima kasih karna sudah menawarkan, tapi tidak usah repot repot. Aku bisa urus sendiri," tolak Chaterine dengan sopan.
"Ah tidak kok, siapa yang bilang repot? justru aku akan senang jika kamu menerima tawaranku ini" kata Leo yang masih berharap Chaterine akan meneriwa bantuannya.
"Tidak usah, aku bisa mengurusnya sendiri" kata Chaterine agak sedikit kasar.
"Tenang saja, aku bisa mengantarmu pulang sampai rumah dengan selamat loh. Sekalian aku mampir untuk menemui calon ayah mertuaku," kata Leo dengan maksut tersirat di dalamnya.
"Jika kamu menolongku hanya untuk mencari perhatian pada ayahku lebih baik kamu berhenti dan segera pergi sekarang, semua tindakanmu itu percuma saja" jawab Chaterine dengan tegas.
"Sekali ini saja coba buka hatimu dan pandanglah aku dengan baik. Aku menolongmu juga karna benar benar tulus kok. Sekarang, ayo pulang bersamaku" ujar Leo yang masih tidak menyerah.
"Sudah ku bilang tidak!" bentak Chaterine.
"Duh Erine, kita kan mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Lebih baik kamu terima saja tawaranku deh," kata Leo sambil meraih beberapa helai rambut Chaterine yang berterbangan karna angin kemudian menciumnya.
Felix yang sebelumnya berdiri di belakang Chaterine kini langsung maju setelah tau Chaterine diperlakukan dengan tidak sopan, "Menjauhlah," tutur Felix sambil melepaskan rambut Chaterine dari genggaman tangan Leo.
"Duh duh duh, siapa lagi ini? apa ini pengawalmu Erin?" tanya Leo yang sok akrab.
"Saya peringatkan sekali lagi, lebih baik anda menjauh" kata Felix sambil mencengkeram tangan Leo dengan sangat kuat.
"Jangan sentuh aku dengan tanganmu yang kotor ini! apa kamu tidak tau siapa aku? hanya pengawal saja kenapa banyak gaya begini sih?" kata Leo merendahkan Felix.
"Leo! jaga bicaramu itu!" teriak Chaterine yang tidak terima jika Felix dihina.
Felix langsung menghadang Chaterine kemudian menggeleng gelengkan kepalanya seperti memberi kode agar Chaterine tetap berada di belakangnya dan mempercayakan soal ini padanya.
"Apa? kenapa kamu malah membela seorang pengawal seperti ini?" tanya Leo.
"Saya memang hanya pengawal rendah dengan tangan yang kotor. Saya ditugaskan untuk menjaga nona dengan seluruh jiwa dan raga saya. Saya tidak peduli anda siapa, tapi saya tidak terima perilaku sekecil apapun yang kurang sopan pada nona saya bahkan jika anda pemilik negara ini sekalipun!" kata Felix dengan tegas sambil memperkuat cengkeraman tangannya pada Leo.
"Banyak bicara sekali kamu! awas saja jika nanti aku bertemu Presdir Cervan, aku pasti akan mengadukanmu padanya! jangan salahkan aku jika kamu di pecat nanti!" teriak Leo yang tidak terima.
"Silahkan saja, akan saya nantikan itu" kata Felix dengan raut wajah datar sambil melepaskan cengkraman tangan nya pada Leo dengan kuat.
"Tu.. tuan muda, saya mohon jangan membuat gaduh di pinggir jalan seperti ini" saut supir pribadi yang dibawa Leo yang tiba tiba turun dari mobil setelah melihat Leo beradu mulut dengan Felix.
"Huh.. baiklah, aku akan kembali ke mobil. Chaterine, lihat saja suatu saat nanti aku pasti bisa mendapatkan hatimu itu. Dan kamu, jangan berfikir bahwa urusan kita selesai di sini!" kata Leo sambil menunjuk Felix di akhir perkataannya.
Dengan raut wajah yang kesal, Leo pun masuk ke dalam mobil dan menutup pintu mobil dengan keras.
"Saya minta maaf atas perlakuan kurang mengenakkan tuan saya tadi," kata supirnya sambil membungkuk memohon maaf.
"Sudahlah, aku tidak apa apa" ujar Felix yang merasa biasa saja.
"No.. nona Chaterine, saya mohon jangan sampai tuan Cervan tau apa yang dilakukan majikan saya hari ini" kata pak supir sambil memelas.
"Iya, tidak usah khawatir. Aku tidak akan bilang apapun pada ayahku," jawab Chaterine sambil tersenyum.
"Hei, pak tua! kenapa lama banget sih! aku pulang sendiri nih!" teriak Leo dari dalam mobil.
"Maaf, saya harus buru buru pulang" kata pak supir dengan terburu buru.
Pak supir pun langsung kembali ke dalam mobil setelah meminta maaf. Tak lama kemudian mobil Leo pergi dan meninggalkan Felix juga Chaterine yang masih berada di pinggir jalan.
"Sebaiknya kita segera mencari bengkel," kata Felix setelah mobil Leo meninggalkan mereka berdua.
Chaterine hanya diam dan tidak menjawab.
"Nona?" tanya Felix yang bingung kenapa Chaterine hanya diam saja sambil menengok ke arah Chaterine.
"Anda kenapa? apa ada yang membuat anda tidak senang?" tanya Felix yang merasa bingung melihat ekspresi wajah Chaterine yang terlihat murung.
"Kenapa.. kenapa tadi kamu tidak membiarkanku memukul wajah jelek si bodoh itu? berani beraninya dia menghinamu di depanku tadi? rasanya tanganku ini sangat gatal sampai ingin membuat wajahnya babak belur," kata Chaterine meluapkan kekesalannya.
"Pfttt.. hahaha," Felix tertawa terbahak bahak.
"Apa.. apanya yang lucu? kenapa tertawa begitu?" tanya Chaterine dengan cemberut.
"Wajah nona yang sedang kesal itu sangat lucu," kata Felix sambil tersenyum lebar. "Bisa bisanya kamu tertawa seperti itu padahal aku sedang kesal seperti ini," kata Chaterine. "Ah, maaf nona. Habisnya saya juga tidak tau kenapa nona sampai marah seperti ini, padahal saya hanya pengawal nona" kata Felix. "Kamu itu bukan hanya sekedar pengawalku saja, menurutku kamu sudah seperti temanku sendiri. Orang orang yang menghinamu sama saja seperti mereka menghinaku," kata Chaterine. "Teman... teman.. ya," gumam Felix. "Apa yang barusan kamu katakan? aku tidak dengar," ujar Chaterine. "Ah, bukan apa apa. Lebih baik sekarang nona menyetir, saya yang akan mendorong mobilnya dari belakang. Kita harus segera cari bengkel dan pulang sebelum sore, pastinya para pengawal yang lain juga sudah mulai gelisah karna nona tak kunjung pulang" kata Felix. "Kita akan mencari bengkel. Tapi, aku juga ikut mendorong mobil denganmu" kata Chaterine sambil
Saat mulai memasuki gerbang pertama dari luar, terlihat ada dua bangunan yang berada di sisi kanan dan kiri pagar menjulang tinggi hingga hampir sama dengan tinggi gerbang.Di bagian luar gerbang, terdapat sebuah bel rahasia yang berbentuk seperti bata dengan warna merah yang sama seperti bagian bangunan lainnya.Karna ini merupakan rahasia, hal ini tentunya hanya diketahui para pekerja atau pegawai yang sudah lama bekerja untuk keluarga Cervan termasuk Felix ia juga mengetahui dan bisa membedakan yang mana yang merupakan bel rahasia diantara batu bata merah lainnya.Akhirnya setelah berjalan cukup lama, Felix sampai depan gerbang pertama. Felix pun membunyikan bel khusus agar para pengawal lainnya segera membukakan gerbang.Yang membedakan bel khusus untuk para pekerja dan untuk para tamu itu adalah suaranya. Bel untuk umum hanyalah bel biasa pada umumnya yang juga terpasang di luar gerbang pertama."Hei, apa yang sudah terjadi? kenapa nona pingsa
"Berjanjilah satu hal padaku dulu," kata Cervan."Duh, sayang. Memangnya ada apa sampai aku harus berjanji dulu?" tanya Riria yang heran."Berjanjilah kamu akan tetap tenang meskipun apa yang akan kukatakan sekarang ini bisa saja membuatmu panik," ujar Cervan."Yasudah, aku berjanji. Cepat katakan, aku masih sibuk ini" kata Riria."Chaterine menghilang," ucap Cervan dengan singkat."Cha... Chaterine menghilang?" kata Riria yang terlonjak kaget."I.. iya," jawab Cervan."Apa maksudmu? putriku satu satunya yang cantik meng... menghilang?" tanya Riria yang masih tidak percaya."Iya," jawab Cervan."Apa apaan ini? bagaimana bisa putriku menghilang? untuk apa kau sampai memperkerjakan puluhan pengawal kalau hanya untuk menjaga satu orang saja mereka tidak bisa?!" kata Riria yang mulai panik."Sayang, kamu sudah berjanji padaku bahwa kamu akan tenang" ujar Cervan."Mana aku tau kalau yang mau kamu katakan adalah
Cervan pun langsung menghampiri orang tersebut lalu mengguncang guncangkan tubuhnya dengan keras, "Cepat katakan, putriku kenapa?" tanya Cervan. "Nona di.. digendong Felix da... dari arah gerbang" jawab pengawal tersebut. "A... apa?" kata Cervan yang sedikit terkejut. "Bagaimana bisa? apa Felix yang menemukan Chaterine?" tanya Riria yang panik. "Apa kalian dengar? putriku sudah ditemukan. Sekarang batalkan rencana untuk mencarinya, kemudian bawakan air kemari. Cepat!" teriak Cervan. Para pengawal dan juga pegawai yang berada di situ pun dengan cepat mempersiapkan segala keperluan untuk menyambut kepulangan Chaterine. Mulai dari kotak p3k, air hingga obat obatan herbal telah disiapkan untuk berjaga jaga. Semua orang terlihat tengah sibuk. Beberapa pengawal berlarian kesana kemari untuk membuka pintu utama. Sedangkan Renata yang merupakan dayang pribadi Chaterine tengah mempersiapkan air mandi Chaterine. "Sebenarnya ada apa ini?
"Ah, benarkah begitu?" tanya Cervan yang tidak percaya. "Benar, tuan" jawab Felix. "Lalu kamu pulang dengan berjalan kaki sambil menggendong putriku, begitu?" ujar Cervan yang mulai curiga. "Saya mencari taksi untuk pulang tuan, dan nona baru tertidur saat dalam perjalanan pulang" jawab Felix. "Tapi kenapa tidak memberi kabar pada orang rumah? kami bisa mengirimkanmu kendaraan untuk pulang kan, jadi kamu tidak perlu repot repot mencari taksi" bantah Cervan. "Maaf, tuan. Saya yang bodoh karna tidak terfikirkan hal itu," ujar Felix yang terus terusan mengakui kesalahannya. "Aku mendapat laporan dari beberapa pengawal yang ikut serta denganmu menjemput Chaterine. Katanya ponselmu tidak bisa dihubungi, apa kamu sengaja mematikan ponselmu agar waktumu dengan putriku tidak diganggu?" ujar Cervan. "Tidak, aku tidak bisa mengatakan jika nona yang memintaku melakukannya. Aku tidak ingin nona marah padaku nantinya," batin Felix.
"Maaf, saya malah membuat anda sampai kelelahan seperti ini" gumam Felix sambil mengusap beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantik Chaterine. "Hei, cepat keluar. Jangan lama lama!" teriak Cervan dari luar kamar Chaterine. Padahal belum saja lima menit, Felix belum puas memandangi wajah Chaterine yang nanti nya hanya bisa ia lihat dari kejauhan selama seminggu karna hukumannya. Tapi Cervan sudah berteriak memintanya untuk cepat keluar. Dengan berat hati, Felix pun keluar dari kamar Chaterine sebelum Cervan benar benar memecatnya nanti. "Kenapa lama sekali sih?" tanya Riria dengan tatapan tajam begitu Felix keluar dari kamar Chaterine. "Maaf nyonya," jawab Felix seperlunya. "Sudahlah, kembalilah dan istirahat. Sebentar lagi jam untuk latihan malam, jangan sampai kamu tidak mengikutinya hanya karna alasan lelah" ujar Cervan memotong percakapan Felix dan Riria sebelum semakin panjang. "Baik, tuan" kata Felix sambil menundukkan
"Felix? tentu saja dia sedang latihan malam seperti biasanya," jawab Cervan sedikit kikuk. "Latihan? ah... benar, aku jadi pelupa karna terlalu lama tertidur" ujar Chaterine. "Sayang, bukankah kamu kemari karna ingin mengajak kami makan malam bersama? ayo cepat, kita pergi ke meja makan" saut Riria yang dengan cepat mengganti topik pembicaraan. "Iya, ibu benar. Ayo kita ke meja makan sekarang," kata Chaterine sambil menggenggam tangan kedua orang tuanya kemudian mengajaknya pergi ke meja makan. **** Di meja makan yang panjangnya hampir 5 meter itu, seperti biasa, Chaterine duduk di antara ayah dan ibunya agar kedua orang tuanya itu tidak saling bertengkar karna berebut ingin duduk di dekatnya. Tak lama kemudian, dari pintu yang terhubung langsung ke dapur itu tibalah beberapa pelayan yang berjalan berbaris dengan rapi sambil membawakan beberapa makanan.
"Tidak ibu, ayah. Memang aku sendiri yang tadi siang mengundangnya untuk ikut latihan disini, tidak apa apa bukan?" kata Chaterine. "Syukurlah kalau begitu, tentu saja tidak apa apa dong! semuanya boleh kalau putriku menginginkannya," jawab Cervan dengan penuh semangat. "Ibu juga sangat senang karna akhirnya putriku punya teman wanita yang akrab. Tapi kenapa kamu tidak cerita tentang temanmu itu pada ibu sih?" kata Riria. "Dia itu laki laki, bu" ujar Chaterine. "A.. apa? la.. laki laki?" kata Riria terbengong. "Maksudmu pria? yang datang kesini itu teman priamu di sekolah?" tanya Cervan yang ikutan kaget. "Iya, dia bilang ingin jadi kuat sepertiku. Aku jadi kagum melihat semangatnya, jadi aku mengajaknya ikut latihan bersamaku disini" kata Chaterine dengan santai seolah tidak akan terjadi apapun jika ia mengatakan hal itu. "A.. apa? kagum? hanya dengan hal seperti itu? bagaimana bisa kamu sepolos ini sih?" kata Riria tak habis