Share

Apakah Galak Juga di Ranjang?

Setelah cukup lama Rayna dan Zidan tidak bertukar kabar, akhirnya Rayna memutuskan untuk mendatangi kafe pria tersebut. Dia juga mau meminta maaf karena saat dirinya melamar kerja tidak izin dulu pada pria itu.

Rayna tersenyum ketika dia sudah berada di kafe itu, dia melangkahkan kakinya, masuk ke dalam kafe tersebut.

Dia tersenyum lebar ketika usaha kekasihnya kini berjalan dengan lancar, banyak pengunjung yang mendatangi tempat itu.

"Loh, Rayna. Tumben datang ke sini?"

Rayna lagi-lagi tersenyum. "Iya nih."

"Kangen sama Zidan ya?" ledek pria itu. Rafa, teman Zidan yang pria itu percaya dalam hal pekerjaan.

"Hehehe, tau aja nih. Zidannya mana ya?" tanya wanita itu, matanya mengedar ke segala arah untuk mencari keberadaan kekasihnya itu.

"Lagi sibuk banget dia. Ngurusin pengunjung yang nggak kelar-kelar. Mau minum apa nih?" tawar pria itu.

Rayna menggeleng. "Nggak usah."

"Jangan gitu dong, nanti aku dimarahin sama Zidan, karena udah anggurin kekasihnya."

Rayna tak mendengarkan ucapan Rafa, wanita itu malah asyik menatap sekeliling kafe itu.

"Rame banget ya," celetuk wanita itu tiba-tiba.

"Iya, hasil jerih payah Zidan. Nggak sia-sia. Semua itu berkat kamu."

"Kok aku?" tanya wanita itu dengan dahi mengernyit.

"Iya, karena kamu si Zidan jadi gila kerja. Katanya dia nggak sabar buat nikahin kamu, makanya dia kerja keras. Tuh lihat, dia padahal udah punya karyawan, tapi dia malah turun tangan sendiri, benar-benar dah si Zidan," gerutu Rafa sambil geleng-geleng kepala.

Rayna pun ikut menoleh, dia melihat bagaimana sibuknya Zidan melayani para pengunjung.

"Zidan!" panggil Rafa.

Yang namanya dipanggil seketika menoleh, dia tersenyum ketika melihat Rayna ada di sana. Dengan cepat dia mendekati wanita itu.

"Hai, sudah lama datangnya?" tanya pria itu, setelah itu Zidan mengecup kening wanita itu.

Rafa yang melihatnya pun langsung melengos.

"Ya ampun, kira-kira kali. Kalau mau mesra-mesraan jangan di tempat umum. Nggak malu apa dilihatin banyak orang," cibir pria itu.

"Halah, bilang aja pengin. Kamu sudah lama di sini?" tanya Zidan pada sang kekasih.

"Nggak kok, baru aja datang. Kamu sibuk banget ya."

Zidan mengusap tengkuknya dengan perlahan. "Maaf ya, Sayang. Akhir-akhir ini aku jarang ada waktu buat kamu. Tapi aku lakukan semua ini demi kamu kok. Demi kita berdua."

Rayna tersenyum miris, dia merasa bersalah karena selama ini selalu berburuk sangka pada Zidan. Selama ini dia berpikir jika Zidan tidak peduli lagi padanya, tidak mempunyai waktu untuk sekadar bertemu. Tapi saat ini Rayna melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Zidan tengah berjuang untuk dirinya.

"Harusnya aku yang minta maaf karena selama ini aku nggak pernah ngerti sama kamu, maafin aku ya," kata wanita itu pelan.

"Duduk dulu, yuk," ajak pria itu sambil menggandeng tangan Rayna. "Mau minum? Atau mau ngemil sesuatu?" tawar Zidan.

Rayna menggeleng. "Nggak usah, aku ke sini cuma mau lihat kamu. Kangen," kata wanita itu manja.

Zidan tertawa pelan. "Udah mulai berani gombal kamu ya. Siapa yang ngajarin?" tanyanya sambil mencubit hidung Rayna dengan pelan.

"Ish! Mana ada gombal. Aku beneran kangen kok," ujarnya tak terima.

"Iya, iya. Sabar ya, nanti kalau aku free pasti ngajakin kamu jalan-jalan. Ke mana aja deh, sepuasnya."

Mata Rayna berbinar. "Beneran nih? Janji?"

"Iya, Sayang. Janji."

"Widih, yang lagi pacaran nggak tau tempat. Pakai sayang-sayang lagi."

Rayna dan Zidan kompak menoleh ke arah belakang. Setelah melihat siapa orang yang sudah menyindirnya, Rayna mendesis lirih.

"Ngapain sih dia datang ke sini," gerutu wanita itu.

"Dia, kan, teman aku. Wajar aja dia datang ke sini, dia sering ke sini kok."

"Ish! Tapi ke sininya pas lagi nggak ada aku, kan, bisa. Dia itu ...."

Rayna mendelik kesal ketika Alden dengan tidak tahu malunya duduk di antara mereka berdua.

"Ya ampun, Den. Pacarku risih karena ada kamu, bisa cari tempat duduk lain?"

Zidan sepertinya paham karena Rayna tak nyaman bila berdekatan dengan Alden.

"Kamu lihat sendiri, tidak ada lagi tempat duduk yang kosong. Makanya besarin lagi nih kafe biar luas."

"Usul kamu boleh juga, tapi kamu yang modalin ya. Kamu, kan, banyak uang. Masa nggak mau bantu teman sedikit?"

Pada akhirnya Zidan dan Alden asyik membicarakan tentang bisnis. Rayna yang mendengarnya hanya bisa menghela napas berat.

'Kenapa sih, dia itu selalu ganggu ketenangan hidup orang.

Dia melihat Zidan dengan wajah cemberut, bahkan pria itu saat ini mengabaikannya. Rayna langsung berdiri dari duduknya, membuat Alden dan Zidan langsung tertuju padanya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Zidan sambil memegang tangan wanita itu.

"Aku ingin pulang," jawabnya ketus.

"Kok cepat banget."

"Ngapain lama-lama di sini, lagian kamu juga sibuk. Aku nggak mau ganggu," sarkas wanita itu.

"Ya udah, nggak apa-apa. Tapi maaf ya, aku nggak bisa nganter kamu pulang, tahu sendiri, kan, kalau aku ini lagi--"

"Aku juga nggak bakal minta kamu anterin pulang. Aku pergi."

'Ih nyebelin banget, baru aja tadi aku kasihan sama dia, sekarang udah sebal lagi. Harusnya dia itu coba cegah aku buat pergi. Eh malah pasrah kayak gitu.' Rayna berjalan keluar sambil misuh-misuh dalam hati.

"Rayna!"

Rayna menghela napas berat, dia sangat berharap jika Zidan yang melakukannya. Nyatanya malah pria lain.

Rayna terus melangkahkan kakinya, sialnya tangannya ditarik oleh seseorang, seseorang yang sangat menyebalkan menurutnya.

"Apa?"

"Kamu aku antar pulang."

"Nggak perlu, aku masih punya kaki, masih bisa jalan."

"Ini Zidan yang nyuruh, dia nggak tega kalau calon istrinya pergi sendiri."

"Kalau nggak tega kenapa nggak dia aja yang inisiatif sendiri anterin aku. Kenapa harus orang lain?"

Alden menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Dia lagi sibuk, makanya dia nyuruh aku."

'Nyebelin banget si Zidan, yang punya calon istri siapa, yang repot siapa. Nggak tahu apa kalau calon istrinya itu galaknya nggak ketulungan.'

"Nggak perlu ngantar aku. Aku bisa sendiri," kata wanita itu meyakinkan.

"Udah nggak apa-apa. Nih bentar lagi juga mau turun hujan. Nanti kamu malah kehujanan."

"Aku bilang nggak usah ya nggak usah! Kamu itu ngeyel banget sih dibilangin. Atau kamu senang ya dekat-dekat sama aku? Naksir aku gitu?"

'Nah, kan, mulai kumat lagi galaknya. Aku jadi penasaran kalau di ranjang dia galak nggak ya?' Mata Alden melotot, dia menggeleng cepat. 'Mikir apa sih, ingat dia itu calon istri temanmu, masa iya mau diembat juga.'

"Jangan kepedean gitu, niatku baik. Nggak aneh-aneh. Tuh, hujan mulai turun, yakin nggak mau aku antar?"

Rayna menatap ke arah langit, wajahnya masih terlihat cemberut, tapi di mata Alden terkesan seksi.

"Ya udah deh, untuk kali ini aku mau, tapi tidak lain kali."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status