Setelah cukup lama Rayna dan Zidan tidak bertukar kabar, akhirnya Rayna memutuskan untuk mendatangi kafe pria tersebut. Dia juga mau meminta maaf karena saat dirinya melamar kerja tidak izin dulu pada pria itu.
Rayna tersenyum ketika dia sudah berada di kafe itu, dia melangkahkan kakinya, masuk ke dalam kafe tersebut.Dia tersenyum lebar ketika usaha kekasihnya kini berjalan dengan lancar, banyak pengunjung yang mendatangi tempat itu."Loh, Rayna. Tumben datang ke sini?"Rayna lagi-lagi tersenyum. "Iya nih.""Kangen sama Zidan ya?" ledek pria itu. Rafa, teman Zidan yang pria itu percaya dalam hal pekerjaan."Hehehe, tau aja nih. Zidannya mana ya?" tanya wanita itu, matanya mengedar ke segala arah untuk mencari keberadaan kekasihnya itu."Lagi sibuk banget dia. Ngurusin pengunjung yang nggak kelar-kelar. Mau minum apa nih?" tawar pria itu.Rayna menggeleng. "Nggak usah.""Jangan gitu dong, nanti aku dimarahin sama Zidan, karena udah anggurin kekasihnya."Rayna tak mendengarkan ucapan Rafa, wanita itu malah asyik menatap sekeliling kafe itu."Rame banget ya," celetuk wanita itu tiba-tiba."Iya, hasil jerih payah Zidan. Nggak sia-sia. Semua itu berkat kamu.""Kok aku?" tanya wanita itu dengan dahi mengernyit."Iya, karena kamu si Zidan jadi gila kerja. Katanya dia nggak sabar buat nikahin kamu, makanya dia kerja keras. Tuh lihat, dia padahal udah punya karyawan, tapi dia malah turun tangan sendiri, benar-benar dah si Zidan," gerutu Rafa sambil geleng-geleng kepala.Rayna pun ikut menoleh, dia melihat bagaimana sibuknya Zidan melayani para pengunjung."Zidan!" panggil Rafa.Yang namanya dipanggil seketika menoleh, dia tersenyum ketika melihat Rayna ada di sana. Dengan cepat dia mendekati wanita itu."Hai, sudah lama datangnya?" tanya pria itu, setelah itu Zidan mengecup kening wanita itu.Rafa yang melihatnya pun langsung melengos."Ya ampun, kira-kira kali. Kalau mau mesra-mesraan jangan di tempat umum. Nggak malu apa dilihatin banyak orang," cibir pria itu."Halah, bilang aja pengin. Kamu sudah lama di sini?" tanya Zidan pada sang kekasih."Nggak kok, baru aja datang. Kamu sibuk banget ya."Zidan mengusap tengkuknya dengan perlahan. "Maaf ya, Sayang. Akhir-akhir ini aku jarang ada waktu buat kamu. Tapi aku lakukan semua ini demi kamu kok. Demi kita berdua."Rayna tersenyum miris, dia merasa bersalah karena selama ini selalu berburuk sangka pada Zidan. Selama ini dia berpikir jika Zidan tidak peduli lagi padanya, tidak mempunyai waktu untuk sekadar bertemu. Tapi saat ini Rayna melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Zidan tengah berjuang untuk dirinya."Harusnya aku yang minta maaf karena selama ini aku nggak pernah ngerti sama kamu, maafin aku ya," kata wanita itu pelan."Duduk dulu, yuk," ajak pria itu sambil menggandeng tangan Rayna. "Mau minum? Atau mau ngemil sesuatu?" tawar Zidan.Rayna menggeleng. "Nggak usah, aku ke sini cuma mau lihat kamu. Kangen," kata wanita itu manja.Zidan tertawa pelan. "Udah mulai berani gombal kamu ya. Siapa yang ngajarin?" tanyanya sambil mencubit hidung Rayna dengan pelan."Ish! Mana ada gombal. Aku beneran kangen kok," ujarnya tak terima."Iya, iya. Sabar ya, nanti kalau aku free pasti ngajakin kamu jalan-jalan. Ke mana aja deh, sepuasnya."Mata Rayna berbinar. "Beneran nih? Janji?""Iya, Sayang. Janji.""Widih, yang lagi pacaran nggak tau tempat. Pakai sayang-sayang lagi."Rayna dan Zidan kompak menoleh ke arah belakang. Setelah melihat siapa orang yang sudah menyindirnya, Rayna mendesis lirih."Ngapain sih dia datang ke sini," gerutu wanita itu."Dia, kan, teman aku. Wajar aja dia datang ke sini, dia sering ke sini kok.""Ish! Tapi ke sininya pas lagi nggak ada aku, kan, bisa. Dia itu ...."Rayna mendelik kesal ketika Alden dengan tidak tahu malunya duduk di antara mereka berdua."Ya ampun, Den. Pacarku risih karena ada kamu, bisa cari tempat duduk lain?"Zidan sepertinya paham karena Rayna tak nyaman bila berdekatan dengan Alden."Kamu lihat sendiri, tidak ada lagi tempat duduk yang kosong. Makanya besarin lagi nih kafe biar luas.""Usul kamu boleh juga, tapi kamu yang modalin ya. Kamu, kan, banyak uang. Masa nggak mau bantu teman sedikit?"Pada akhirnya Zidan dan Alden asyik membicarakan tentang bisnis. Rayna yang mendengarnya hanya bisa menghela napas berat.'Kenapa sih, dia itu selalu ganggu ketenangan hidup orang.Dia melihat Zidan dengan wajah cemberut, bahkan pria itu saat ini mengabaikannya. Rayna langsung berdiri dari duduknya, membuat Alden dan Zidan langsung tertuju padanya."Kamu mau ke mana?" tanya Zidan sambil memegang tangan wanita itu."Aku ingin pulang," jawabnya ketus."Kok cepat banget.""Ngapain lama-lama di sini, lagian kamu juga sibuk. Aku nggak mau ganggu," sarkas wanita itu."Ya udah, nggak apa-apa. Tapi maaf ya, aku nggak bisa nganter kamu pulang, tahu sendiri, kan, kalau aku ini lagi--""Aku juga nggak bakal minta kamu anterin pulang. Aku pergi."'Ih nyebelin banget, baru aja tadi aku kasihan sama dia, sekarang udah sebal lagi. Harusnya dia itu coba cegah aku buat pergi. Eh malah pasrah kayak gitu.' Rayna berjalan keluar sambil misuh-misuh dalam hati."Rayna!"Rayna menghela napas berat, dia sangat berharap jika Zidan yang melakukannya. Nyatanya malah pria lain.Rayna terus melangkahkan kakinya, sialnya tangannya ditarik oleh seseorang, seseorang yang sangat menyebalkan menurutnya."Apa?""Kamu aku antar pulang.""Nggak perlu, aku masih punya kaki, masih bisa jalan.""Ini Zidan yang nyuruh, dia nggak tega kalau calon istrinya pergi sendiri.""Kalau nggak tega kenapa nggak dia aja yang inisiatif sendiri anterin aku. Kenapa harus orang lain?"Alden menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Dia lagi sibuk, makanya dia nyuruh aku."'Nyebelin banget si Zidan, yang punya calon istri siapa, yang repot siapa. Nggak tahu apa kalau calon istrinya itu galaknya nggak ketulungan.'"Nggak perlu ngantar aku. Aku bisa sendiri," kata wanita itu meyakinkan."Udah nggak apa-apa. Nih bentar lagi juga mau turun hujan. Nanti kamu malah kehujanan.""Aku bilang nggak usah ya nggak usah! Kamu itu ngeyel banget sih dibilangin. Atau kamu senang ya dekat-dekat sama aku? Naksir aku gitu?"'Nah, kan, mulai kumat lagi galaknya. Aku jadi penasaran kalau di ranjang dia galak nggak ya?' Mata Alden melotot, dia menggeleng cepat. 'Mikir apa sih, ingat dia itu calon istri temanmu, masa iya mau diembat juga.'"Jangan kepedean gitu, niatku baik. Nggak aneh-aneh. Tuh, hujan mulai turun, yakin nggak mau aku antar?"Rayna menatap ke arah langit, wajahnya masih terlihat cemberut, tapi di mata Alden terkesan seksi."Ya udah deh, untuk kali ini aku mau, tapi tidak lain kali."Hari ini adalah hari yang begitu membahagiakan bagi Rayna. Karena apa, hari ini adalah hari ulang tahunnya.Tandanya dia akan menghabiskan waktu bersama Zidan, kekasihnya. Pria itu sudah berjanji akan mengajak Rayna ke suatu tempat. Katanya spesial, dan Rayna tidak boleh tahu, Zidan ingin Rayna melihat tempat itu dengan mata kepala wanita itu sendiri.Rayna sudah bersiap-siap dandan, beberapa kali dia tampak menghapus make-upnya karena menurutnya kurang cocok. Bukan hanya make-up, tapi pakaian juga dia melakukan seperti itu.Sekarang kamarnya tampak begitu berantakan karena tumpukan baju-baju itu, Rayna yang melihatnya hanya bisa meringis pelan."Gampanglah diberesin. Nanti habis pulang senang-senang baru aku rapihin kamar ini," gumamnya pelan.Drrttt ... drrrtttt ...Ponsel Rayna tiba-tiba bergetar, dia kembali tersenyum, dia menduga jika Zidanlah yang mengirimi dia pesan.Terbukti, pesan itu memang dari Zidan, Rayna membaca pesan itu dengan teliti.[Selamat ulang tahun, Sayang. Semog
Alden tersentak ketika mendengar ucapan Rayna. Buru-buru pria itu bangun dari tubuh Rayna.Alden mengusap wajahnya dengan kasar, sesekali menjambak rambutnya."Berengsek! Sialan! Apa yang kamu lakukan, Alden," geram pria itu.Pria itu melirik Rayna sebentar, wanita itu kini memejamkan matanya, sesekali meringis pelan.Alden terus menggeleng, dia benar-benar merutuki kebodohannya karena sudah berani mencium wanita itu, wanitanya Zidan, temannya sendiri. Bisa-bisanya Alden bertindak di luar batas? Sialnya sampai saat ini dia masih menginginkan wanita itu."Zidan," kata wanita itu lirih, tak lama kemudian Rayna terisak pelan.Alden terenyuh karena mendengar suara tangisan wanita itu, dia mendekati wanita itu lalu berbisik pelan. "Kamu kenapa?""Zidan.""Aku bukan Zidan, aku temannya," koreksi Alden."Ke mana dia?" tanyanya dengan mata terbuka.Alden terdiam cukup lama, lalu menghela napas berat. "Dia sedang mengadakan launching kafe barunya. Dia yang menyuruhku untuk temani kamu ketika di
Berkali-kali Alden membasuh wajahnya di wastafel tersebut. Wajah Rayna yang tengah mabuk itu selalu terbayang-bayang di dalam ingatannya."Sial! Lupakan Alden, lupakan. Dia bukan untuk dijadikan bahan fantasi, dia adalah tunangan temanmu. Ingat itu, Alden," ucapnya dalam memperingati dirinya sendiri.Alden masih ingat betul kejadian malam itu, ketika Rayna menggoda dirinya. Alden tahu jika Rayna baru pertama kalinya bertindak seperti itu, terbukti dari caranya yang begitu amatir. Kendati demikian, Alden begitu bergairah dengan sentuhan-sentuhan yang Rayna berikan."Argghhh!" Alden berteriak, dia frustrasi, mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Pikiran itu sangat mengganggunya.Drrttt ... drtttt ... drtttt ...Alden melirik ponsel yang ada di meja, dia langsung menyambar ponsel itu, dia melakukan seperti itu agar pikirannya tentang Rayna segera hilang.Zidan is calling.Alden tersenyum sinis. "Mau apa lagi nih orang, selalu menyusahkan diriku saja," gerutunya pelan."Halo, kenapa?" tany
Rayna mendorong tubuh Alden sekuat tenaga."Maksud kamu apa, Alden?" tanya Rayna tak percaya, dia masih begitu syok dengan tindakan Alden barusan. Bukankah itu tindakan yang sangat kurang ajar? Alden telah melecehkan Rayna."A--aku hanya mencontohkan apa yang kamu lakukan padaku tadi malam," jawab pria itu gugup.Rayna menggeleng cepat, dia tidak mungkin percaya dengan ucapan yang pria itu berikan. Bukankah pria itu penjahat wanita? Bisa saja itu adalah sebuah trik agar Rayna jatuh dalam permainannya. Tapi sayangnya Rayna masih mempunyai akal sehat. Semarah-marahnya dia dengan Zidan, tidak mungkin segampang itu cintanya goyah."Kamu pikir aku percaya?" tanya Rayna sinis."Untuk apa aku berbohong padamu," kata Alden tak terima. "Nggak ada untungnya," lanjutnya kemudian."Bukankah seperti itu untuk menjerat wanita? Itu kan trik yang selalu kamu lakukan agar para wanita bertekuk lutut padamu?""Kamu nggak usah ngalihin pembicaraan, memang kenyataannya kamu memang seperti itu, mencoba mera
Alden tersenyum tipis ketika melihat Rayna sudah terlihat mabuk, wanita itu juga beberapa kali cegukan serta mengoceh tidak jelas. Hal itu membuat Alden sangat gemas, tidak sabar ingin mengecup bibir wanita itu, sayangnya ada kamera, jadi Alden harus tahan untuk bertindak, biar Rayna dulu yang memulainya."Kamu tahu, sampai saat ini aku belum mabuk," celoteh wanita itu, diiringi tawa lirih."Oh ya?" tanya Alden."Iya, coba kamu lihat aku, aku masih waras, kan?"Mana berani Alden melakukannya, yang ada nanti malah dia hilang kendali."Kamu tidak berani menatapku? Atau jangan-jangan kamu duluan yang mabuk?" tanya Rayna sambil tertawa pelan.Alden tak menjawab, dia terus saja menatap wajah cantik Rayna, wanita itu saat ini benar-benar mabuk, dan bagi Alden wanita itu begitu sangat seksi. Dan tanpa dirinya duga, dia juga saat ini sudah setengah sadar."Kamu cantik," puji pria itu dengan tulus."Aku tahu itu, Zidan juga mengatakannya. Apa kamu tertarik juga denganku?"Alden mengangguk. "Ya,
Rayna meringis pelan ketika dia membuka matanya tiba-tiba saja merasakan pusing yang luar biasa."Ya Tuhan, ini kepalaku kenapa mendadak pusing kayak gini sih. Sejak kapan aku punya penyakit seperti ini," keluh wanita itu sambil memejamkan matanya.Tiba-tiba saja dia merasa jika tubuhnya terasa tertiup angin, hal itu membuat dahi wanita itu mengernyit."Masa iya aku mau sakit?" gumamnya pelan, pasalnya dia benar-benar merasakan kedinginan.Rayna membuka kedua matanya, ia mencoba untuk duduk, tiba-tiba saja dia memekik tertahan karena merasakan sekujur tubuhnya remuk redam, apalagi di daerah kewanitaannya, rasanya sakit sekali."Kenapa badanku pada sakit kayak gini? Kayak habis digebukin?"Rayna membuka selimut yang menutupi bagian tubuhnya itu, matanya membola ketika dia tidak memakai sehelai benang pun."Apa yang terjadi?" Wanita itu benar-benar syok dengan apa yang baru saja dilihatnya."Kamu sudah bangun?"Rayna langsung menoleh ke arah sumber suara, lagi-lagi matanya membulat keti
Semenjak kejadian itu, Rayna selalu menghindari Alden. Bahkan di tempat kerja pun seperti itu.Rayna masih belum bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Hubungannya dengan Zidan pun sama seperti biasa, tidak ada kemajuan atau semakin renggang. Hubungan mereka selalu jalan di tempat.Entah hubungan apa namanya, Rayna menamakannya hubungan nggak jelas. Mungkin setelah dia sudah bisa berdamai dengan dirinya sendiri, dia akan memutuskan hubungan pada pria itu, dia tidak ingin hidup penuh egois.Zidan pantas mendapatkan yang lebih baik dari dirinya, apalagi saat ini dirinya sudah kotor, sangat tidak pantas jika harus bersanding dengan pria sebaik Zidan."Rayna, dipanggil sama Pak Alden, kamu disuruh menghadap ke ruangannya," panggil temannya itu, Riska namanya.Rayna menghela napas berat. "Nggak deh kayaknya, aku lagi ... lagi sakit perut, bisa nggak kalau kamu yang gantiin aku?" pinta wanita itu.Riska tampak menimbang-nimbang jawaban, tak lama kemudian dia mengangguk mengiyakan."Iya deh,
Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan, menurut Rayna. Usai bertemu dengan Alden tadi, pikirannya mulai berkecamuk.Alden menunjukkan sisi lain dari kehidupannya, yang Rayna pikir jika Alden itu tipe pria penggoda, suka merayu sana-sini, penolong tapi pamrih. Namun tadi dia melihat sendiri bagaimana Alden sedang marah, hal itu sukses membuatnya merinding.Bagaimana kalau sampai ancamannya itu bukan hanya sekadar omongan belaka? Apa yang harus dia lakukan? Apakah Rayna akan tetap mengandung benih dari pria itu? Apa yang akan orang lain pikirkan tentangnya?Rayna bergidik ngeri. "Ngapain mikir yang jauh-jauh sih, belum tentu juga aku hamil, kan? Ngapain juga ancamannya terlalu dipikirin, mungkin itu hanya gertakan saja," gumam wanita itu."Ini udah waktunya pulang, kamu nggak pulang?"Rayna terlonjak kaget, dia melihat ke samping, dilihatnya Riska tengah menatapnya sambil nyengir."Ngagetin aja kamu itu!" seru Rayna."Hehehe, lagian dari tadi aku lihat kamu itu melamun terus. Mikir