Rayna terdiam seribu bahasa ketika melihat Alden tengah sibuk menyiapkan makanan. Pria itu bersikap seperti biasa, seperti tidak ada terjadi sesuatu. Padahal Rayna sudah menjelaskan semuanya, tapi Alden selalu saja menulikan telinga ketika Rayna berusaha meyakinkan."Sudah siap, silakan dimakan," kata pria itu dengan senyum sumringah.Rayna tetap saja diam, bahkan ucapan Alden tidak dia dengar. Dia masih memikirkan kejadian waktu itu. Alden yang melihat Rayna seperti itu pun mendengkus keras."Rayna?"Wanita itu tersentak kaget, dia menatap Alden seraya tersenyum tak enak hati."Iya, kenapa?" tanya wanita itu.Alden berdecak pelan. "Makanannya sudah siap, silakan dinikmati. Sebenarnya apa yang kamu pikirkan? Sampai-sampai aku berbicara pun tidak kamu dengar?" tanya pria itu."Alden, ucapanku yang kemarin benar-benar serius. Apa kamu tidak ingin mempertimbangkannya?"Alden meletakkan sendok itu dengan kasar, dia tidak suka ketika Rayna mengungkit masalah itu. Sebenarnya Alden sudah be
"Kenapa mengajakku bertemu?" tanya Zidan heran. Pasalnya Rayna mengajak bertemu di waktu yang tidak tepat.Rayna berusaha untuk tenang walau sebenarnya saat ini dia tengah gelisah. Dia akan membongkar semuanya. Ya, dia sudah memutuskan untuk memberitahukan rahasia Rayna dan Alden pada Zidan, karena Rayna tak ingin seperti ini terus-terusan.Karena Rayna, yang menyebabkan persahabatan antara Alden dan Zidan merenggang, maka dari itu dia harus kembali mempersatukan mereka berdua."Aku ingin membicarakan sesuatu," kata wanita itu gugup."Apa tidak bisa besok? Masalahnya ini sudah malam, Rayna. Lihat, ini sudah tengah malam," erang pria itu.Rayna menggeleng cepat. "Nggak bisa, karena besok aku udah pergi. Jadi aku mau ngomong sama kamu sekarang."Zidan mengerutkan keningnya, heran dengan ucapan Rayna barusan. Pergi? Memangnya wanita itu akan pergi ke mana?"Rayna--""Nggak bisa, Zidan! Kita harus selesaikan semua ini sekarang juga!" Tanpa sadar Rayna membentak Zidan, membuat pria itu ter
Alden membuka mata seraya tersenyum lebar. Sial! Gara-gara permainan dirinya dengan Rayna tadi malam sampai-sampai membuatnya bermimpi cukup indah.Senyuman Alden perlahan hilang ketika dia melihat ke samping tidak ada siapapun. Kepalanya celingukan ke sana-sini mencari keberadaan wanita itu.'Mungkin lagi di toilet,' batin pria itu.Alden pun memutuskan untuk kembali memejamkan mata. Namun dia kembali membuka matanya ketika tak mendengar suara apapun dari dalam toilet.Pria itu langsung bangun dari ranjang, segera mendekati pintu toilet itu. Dia mengetuk pintu itu dengan tak sabaran."Rayna, apa kamu masih lama di dalam?" tanya pria itu hati-hati.Alden mendekatkan telinganya di pintu, lagi-lagi dia tidak mendengar ada suara percikan air ataupun suara wanita itu, membuat Alden kembali mengetuk pintunya cukup keras."Rayna, kamu dengar suara aku apa nggak sih, dari tadi aku ngomong sama kamu loh."Lagi-lagi tak ada sahutan dari dalam, Alden pun langsung membuka pintu toilet itu dengan
"Aku nggak bisa datang, Zidan. Maaf, aku benar-benar lagi sibuk," kata Rayna pelan seraya memegang ponsel yang ditaruh di dekat telinga."Apa kamu tega? Selama ini kamu menghilang bak ditelan bumi. Kali ini aja ya, aku pengin lihat kamu.""Aku--""Oh ya Tuhan, aku mau nikah loh, Rayna. Katanya kamu masih anggap aku, walaupun cuma teman, tapi kenapa nggak mau datang ke acara pernikahanku," keluh pria itu dari ujung sana.Rayna menggigit bibir bawahnya, dia bimbang harus datang atau tidak."Aku pikir-pikir dulu ya." Rayna mencoba bernegosiasi pada pria itu."Nggak bisa, hanya satu hari. Aku mohon kamu datang. Kalau kamu masih anggap aku teman, datanglah. Kalau kamu tidak datang, berarti selama ini kamu memang benar-benar tidak menganggapku."Rayna mengerang frustrasi. "Ya Tuhan, Zidan. Itu pilihan yang begitu sulit, di sini aku lagi kerja loh, nggak nganggur." Lagi-lagi Rayna memberi alasan agar Zidan memahaminya."Ya udah, untuk hari pernikahanku, aku bayar gaji kamu itu.""Zidan," pan
"Ah, akhirnya kamu nikah juga. Selamat ya," ucap Rayna pada Zidan, pria yang pernah mengisi hari-harinya itu.Zidan tersenyum lebar, wajahnya tampak berseri-seri ketika melihat kedatangan wanita itu."Aku kira kamu nggak datang," celetuk pria itu."Kalau nggak datang, pasti kamu teror aku terus. Nggak dikasih ampun deh, tuh ponsel buat diam," gerutu Rayna. Lalu pandangan wanita itu beralih pada istri Zidan. "Hai, selamat ya, akhirnya kalian menikah juga.""Makasih, Mbak. Cepat nyusul ya," ungkap Zara, istri Zidan. Zara adalah wanita yang manis, dan juga mempunyai sifat penyayang, itulah yang membuat Zidan jatuh cinta pada wanita itu."Ah, makasih doanya, semoga aku cepat nyusul kalian," kata Rayna dengan senyum yang dipaksakan.'Ish! Boro-boro nyusul, calon aja nggak ada.'"Iya nih, omong-omong ... kamu kapan nikah? Nggak bosan hidup melajang terus? Terus kenapa ke sini nggak bawa pasangan?" sindir Zidan.Rayna mendengkus keras. "Oh, jadi ini ya maksud kamu. Kamu sengaja nyuruh aku d
"Kamu mau bawa aku ke mana, Alden?" tanya Rayna bingung.Pasalnya sedari tadi Alden jika ditanya selalu saja diam. Rayna mendadak gugup ketika Alden memberhentikan mobilnya di depan hotel."Alden?""Kenapa? tanya pria itu balik."Kamu ngapain bawa aku ke sini?"Alden tak menjawab, pria itu malah memberikan senyuman sinis.Pria itu lebih dulu turun dari mobil, lalu membuka pintu untuk Rayna, dan menarik tangan wanita itu agar segera turun."Aku nggak mau, Alden," tolak Rayna. Wanita itu berusaha keras memegang apapun yang ada di dalam mobil itu agar Alden tak bisa menariknya."Kamu mau aku pakai cara kasar? Di sini lagi ada banyak orang loh, Rayna," peringat pria itu seraya tersenyum menyeringai."Aku nggak mau masuk ke sana. Lagian kamu ngapain sih bawa aku ke sini. Asal kamu tahu, aku datang ke sini itu buat datang ke acara pernikahan Zidan, bukan pergi ke hotel sama kamu," desis wanita itu.'Ini benar-benar di luar dugaan. Kenapa Alden jadi bar-bar gini sih. Setahuku dulu dia tidak
Rayna berdecak kesal karena dikurung oleh Alden di dalam kamar. Wanita itu benar-benar bingung dengan apa yang terjadi, seingatnya ketika mereka habis bercinta, Rayna langsung tidur karena benar-benar kelelahan.Ya, Rayna dan Alden kembali mengulang kejadian waktu itu di tempat yang sama. Namun kali ini Aldenlah yang begitu bersemangat. Rayna meringis pelan ketika melihat Alden meminum obat kuat, entah dari mana asalnya pria itu bisa berpikir seperti itu, yang jelas Alden berkata jika pria itu akan membuat Rayna hamil.Mereka bercinta berkali-kali, sampai Rayna lemas dengan tenaga Alden yang tak kunjung reda, sialnya stamina pria itu malah semakin kuat. Kalau saja Rayna tak mengeluh lelah, sudah pasti Alden akan menyetubuhinya hingga pagi.Beruntungnya Alden mempunyai rasa kasihan pada Rayna, jelas saja membuat wanita itu bernapas lega. Rayna memutuskan untuk beristirahat, setelah itu akan pulang, sayangnya itu hanya rencana wanita itu saja. Ketika wanita itu membuka mata, dia sudah b
"Kamu udah ketemu sama Rayna?"Alden mendengkus keras karena mendapat pertanyaan dari temannya itu, Zidan."Omong kosong macam apa itu? Bukannya kamu udah lihat sendiri waktu di acara pernikahanmu?" tanya pria itu sinis.Zidan tergelak kencang. "Yaelah, basa-basi doang aja kok. Terus sekarang Rayna ke mana ya? Kok aku hubungi nomornya nggak aktif-aktif?"Alden memicingkan kedua matanya, menatap temannya itu dengan curiga. "Kamu coba hubungi Rayna? Untuk apa? Kamu lupa kalau kamu itu udah nikah?" tanya Alden dengan tatapan tajam."Apaan, cuma mau tahu kabarnya aja. Waktu itu, kan, dia kamu bawa pergi entah ke mana. Makanya aku sedikit was-was, nggak usah mikir aneh gitu lah, lagian aku juga tahu batasan.""Aneh aja gitu loh, jangan-jangan kamu masih naruh perasaan lagi sama dia?" tebak Alden."Sembarangan, pikiranmu itu loh ke mana, Den. Mana mungkin aku seperti itu, kasihan sama istriku," dengkus Zidan."Siapa tahu aja, kan?""Nggak ada. Jadi waktu itu kamu bawa Rayna ke mana?" tanya