Share

Terjerat Gairah Sahabat Kekasihku
Terjerat Gairah Sahabat Kekasihku
Penulis: Nona Ekha

Godaan

"Sial!"

Alden mengumpat ketika melihat ban mobilnya tampak kempes, pria itu menyugar rambutnya dengan kasar, menengadah ke atas, lagi-lagi umpatan kasar yang dikeluarkan dari bibir pria itu.

Sebentar lagi hujan akan turun, sementara dirinya masih saja di sini, menunggu jemputan yang katanya akan datang. Kenyataannya sudah hampir satu jam Alden menunggu, orang itu belum muncul di hadapannya.

Alden mengambil ponselnya di saku celana, menghubungi temannya, Zidan.

"Kamu di mana, sialan! Aku udah nunggu lama banget," keluh Alden, ketika sambungan telepon itu terhubung.

"Astaga! Sorry, Den. Aku lagi sibuk ngurusin kafe, nih. Sepertinya nggak bisa jemput kamu, kafe lagi rame banget."

Alden mendengkus keras ketika mendengar alasan temannya itu.

"Terus kamu biarin aku di sini gitu?" tanya pria itu sinis.

"Aku akan menyuruh Rayna menjemputmu."

Alden mengerutkan keningnya. "Rayna? Siapa?" tanya pria itu bingung.

"Calon istriku," jawab Zidan. Dari nada bicaranya, sepertinya pria itu gugup.

Mulut Alden menganga.

'Apa katanya? Calon istri? Ck, yang benar saja,' gerutu Alden dalam hati.

"Kamu nggak salah, Dan? Kamu--"

"Udah nggak ada pilihan lain, Den. Dari pada kamu sampai besok di situ, kan? Jadi, apa salahnya terima tawaranku," sela Zidan.

Alden mengusap wajahnya dengan kasar, lagi, umpatan lirih yang dia lontarkan.

"Kamu tahu siapa aku, kan, Dan?" tanya pria itu memastikan.

"Iya, aku tahu, tahu banget malahan. Kamu sering banget gonta-ganti perempuan. Tapi kali ini aku percaya sama kamu, karena nggak mungkin kamu bakal rebut calon istri dari teman kamu sendiri. Jadi bagaimana, mau apa nggak? Niatku baik, loh. Ditolak nih?"

"Oke, oke. Terserah kamu aja, yang penting aku bisa sampai rumah dengan kondisi selamat!"

"Bagus, aku hubungi dia dulu."

Belum sempat Alden membuka suara, sambungan telepon itu sudah terputus, membuat Alden menggeram kesal.

"Ck! Bisa-bisanya dia."

Alden kembali mendongakkan kepalanya, setetes air mulai berjatuhan, pertanda hujan sudah turun namun tidak lebat, bisa dikatakan gerimis.

Kepala pria itu menoleh ke arah jalanan, entah mengapa dia merasa jika hari ini adalah hari sialnya.

Ketika hujan mulai deras, Alden memutuskan untuk masuk ke dalam mobilnya.

Di dalam mobil itu, pria itu selalu uring-uringan. Dia berpikir, mustahil jika ada yang mendatanginya.

Tanpa sadar pria itu memejamkan mata, hanya sebentar, lalu kembali terbuka ketika ada yang mengetuk kaca mobilnya.

Alden mengerutkan keningnya karena melihat ada seorang wanita dengan pakaian yang sudah basah, pria itu pun memutuskan untuk menurunkan kaca mobilnya.

"Ya, ada yang bisa dibantu?" tanya Alden sopan.

"Temannya Zidan, kan?" tanya wanita itu sambil mengusap wajahnya yang terkena air hujan.

Alden mengangguk paham.

"Iya, kamu yang mau jemput aku?"

Wanita itu tampak tersenyum canggung. "Ya, sepertinya memang seperti itu. Tadi Zidan menyuruhku untuk menjemput temannya, karena ban mobilnya kempes."

Lagi-lagi Alden mengangguk. Pria itu bersiap akan turun, tapi dia urungkan karena melihat pakaian wanita itu basah kuyup.

"Kamu ... pakai motor?" tanya Alden dengan mata melotot, ketika matanya tak sengaja melihat sebuah motor matic.

"Iya," jawab wanita itu singkat.

Alden memejamkan matanya sejenak, rahangnya mengeras, pria itu kembali mengumpat dalam hati.

'Ya Tuhan, Zidan! Tahu gini mending aku nggak usah dijemput,' erang pria itu dalam hati.

"Jadi, mau pergi atau tidak?" tawar wanita itu.

Alden menatap wanita itu dengan sinis. "Kamu nggak lihat kalau lagi hujan deras?"

"Lalu, apa kamu juga tidak melihat aku basah kuyup?" tanya wanita itu balik.

"Suruh siapa hujan-hujanan," cibir pria itu.

"Jadi, kamu mau ikut aku atau tidak? Kalau tidak sebaiknya aku pergi saja dari sini."

Sial! Alden benar-benar dilanda bimbang. Jika dia ikut dengan wanita itu, otomatis dia akan hujan-hujanan, sementara kalau dia tidak ikut, mau sampai kapan dia akan berada di sini?

"Oke, aku akan ikut. Kamu tidak membawa payung atau jas hujan?" tanya pria itu memastikan.

"Tidak."

Alden berdecak pelan.

"Ya sudah, baiklah," kata Alden pasrah.

Pria itu pun turun dari mobilnya, mendekati wanita itu sambil menutupi kepalanya menggunakan sebelah tangannya.

"Mau kamu atau aku yang nyetir?"

Alden menggaruk kepala. Dia sudah lama tidak naik motor, apakah dia masih bisa menyetir? Apalagi untuk membonceng orang. Namun, karena Alden mempunyai jiwa gengsi yang tinggi, dia malah menjawab yang sebaliknya.

"Kamu meremehkanku? Tentu saja bisa, minggir!"

Wanita yang bernama Rayna itu mempersilahkan Alden untuk naik motor terlebih dahulu, ketika Alden sudah menghidupkan motor itu, barulah Rayna naik.

Rayna mengerutkan keningnya ketika motor itu tidak jalan-jalan, atau lebih tepatnya Alden tidak memegang stir motor tersebut.

Karena penasaran, Rayna pun mengintip dari belakang, mulutnya menganga ketika melihat tangan pria itu gemetar.

"Kamu kenapa?" tanya Rayna memastikan.

Alden gelagapan. Dia bingung ingin menjawab apa.

"Aku sepertinya kedinginan. Lebih baik kamu saja yang nyetir." Pria itu berasalan.

Rayna mengangguk paham, dia kembali turun, berganti posisi di depan.

Motor pun akhirnya melaju dengan kecepatan sedang.

Alden bernapas lega karena Rayna tidak terlalu cerewet seperti kebanyakan wanita lainnya, yang selalu ingin tahu seperti apa kehidupannya.

Setengah jam kemudian, motor itu pun akhirnya berhenti di pelataran rumah Alden. Pria itu langsung turun dari motor.

Fokus mata pria itu tertuju pada Rayna, wajah yang tampak pucat, seperti kedinginan.

Lalu, dengan nakalnya mata pria itu turun ke bawah, melihat pakaian Rayna yang tampak basah. Alden meneguk salivanya dengan susah payah karena melihat lekuk tubuh wanita itu sangat terlihat begitu jelas.

Alden segera memalingkan wajahnya ke sembarang arah sambil geleng-geleng kepala.

'Sial! Hentikan pikiran kotormu itu, brengsek! Dia itu calon istri teman kamu, please lah, jangan gampang terpancing nafsu,' peringat pria itu pada dirinya sendiri.

"Karena kamu sudah sampai dengan selamat, aku pamit pergi."

Alden kembali menatap wanita itu. Tatapan mereka bertemu, hanya singkat karena wanita itu langsung menundukkan pandangannya.

"Kamu nggak mau masuk dulu? Pakaian kamu basah," tawar pria itu.

Wanita itu menggeleng cepat. "Nggaklah, aku langsung pergi aja. Toh kalau aku ganti baju, nanti ujung-ujungnya juga kembali basah, kan?" Terdengar tawa halus dari Rayna, membuat Alden terpaku.

"Jangan gitu dong. Nggak enak sama Zidan, karena udah bikin ceweknya hujan-hujanan," sambung pria itu dengan raut wajah tak enak hati.

"Nggak masalah. Nggak ada salahnya kita membantu. Aku harus pulang," pamit Rayna.

Alden membiarkan wanita itu pergi, dan ketika Rayna sudah tak terlihat lagi dari pandangan Alden, pria itu langsung menyugar rambutnya dengan kasar.

Sialan memang! Bentuk lekuk tubuh Rayna masih terbayang jelas di kepalanya.

Alden langsung mengambil ponselnya di saku celana, untuk menghubungi seseorang.

"Cepat datang ke sini. Aku membutuhkanmu!"

Selesai berkata seperti itu, Alden langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunga Matahari
harusnya judulnya " terjerat kekasih sahabat" ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status