Sesuai rencana Evan, ia langsung menuju bar milik Tan malam ini. Hari ini sangat melelahkan, di tambah ia harus bertemu Nayla untuk menyelesaikan masalah ini. Belum lagi Latasha menghindar darinya sejak tadi siang, sukses kepala Evan ingin pecah saat ini juga rasanya. “Hi, bro!” Sapa Tan saat Evan tengah memesan minum. Lelaki itu duduk di samping Evan yang cukup terkejut melihat sahabatnya berantakan seperti sekarang. “Lo nggak di kasih jatah sama Nayla?” Tanya Tan tanpa basa-basi.Evan bercedak, hampir saja ia ingin melempar gelasnya ke kepala Tan saat itu juga.“Gue butuh bantuan, lo.” “Mau cari pengganti, Nayla?”Lagi-lagi Evan berdecak kesal, “Bisa nggak kita ganti nama itu jadi ‘pelacur sialan’?”Tan terkejut, “What’s wrong?”Evan menceritakan semua kejadian dari awal hingga akhir kepada Tan, tidak ada yang di kurangi bahkan di lebih-lebihkan. Tan adalah orang pertama yang akan Evan susahkan, baik dalam segala hal. Ia bersyukur memiliki sahabat seperti Tan meski lelaki itu sam
Lea bergegas menuju perpustakaan ketika ia sudah sampai di kampusnya. Sampai di sana keadaan masih sepi dan itu sangat menguntungkan bagi gadis tomboy tersebut untuk leluasa memilih buku. Salah satu kampus terbaik di Jakarta itu Lea mendapatkan beasiswa. Tentu saja karena ia tidak ingin membuang uang kedua orang tuanya. “Administrasi… administrasi….” Lea terus bergumam seraya membaca satu-satu judul buku tentang administrasi. Ia sudah mengelilingi dua rak tetapi belum juga ketemu. “Perasan gue pernah ke sini, langsung dapat bukunya. Kok sekarang susah, sih.” Omelnya sendiri. “Lo nyari nggak niat kali.” Suara seorang cowok mengejutkan Lea. Ia berbalik dan makin terkejut melihat siapa yang ada di hadapannya sekarang. “Kenapa? Kaget?” Tanya cowok itu mengejek. Ia kembali mengambil buku yang sudah ia temukan.“Loh, bapak…”“Bapak? Style gue udah kece badai gini lo panggil bapak? Emang gue terlihat kaya dosen berumur 35 tahunan apa?!” Sungutnya.“Ma-maaf.” Siapa lagi kalau bukan Eri
“Aku harus jemput Itha dulu, Van.” Evan mengangguk sekilas. Ia masih membereskan berkas-berkas penting di atas meja. Untuk hari ini, Evan sangat meminta tolong kepada Tan agar mengurus Nayla secepat yang lelaki itu bisa. Kepala Evan benar-bebar pusing, ia butuh kedamaian untuk menenangkan semuanya. Justru itu ia mengajak Latasha ke tempatnya. Tak masalah jika Gaitha ikut bersama mereka, selama kenal, bocah itu tidak pernah rewel dan merepotkan Evan.“Kamu tunggu di basement, nanti aku susul.” Suruh Evan, wanita itu menangguk dan mempercepat langkahnya. Setelah sampai di basement, Tak lama Evan muncul dari balik lift. Mereka langsung masuk sebelum orang lain melihatnya. Tak butuh waktu lama, mobil Evan sudah menyatu dengan jalan. Kehening adalah prolog dari mereka untuk saat ini, baik Evan dan Latasha sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Wanita itu tidak mau mengangguk Evan, sementara lelaki itu sedang mengatur semua emosi yang bergejolak di dirinya dari kemarin. Ia tidak m
Ellena, Evan dan Latasha tengah berdiam di ruang tamu dengan pikiran masing-masing. Sementara Gaitha dan Lily saling bertukar pandang lantaran belum mengenal satu sama lain. Selama ini Evan memang tidak bercerita tentang kisah cintanya kepada orang rumah, bahkan keluarganya berpikir jika Evan adalah anak baik-baik yang tidak akan membawa perempuan sembarangan. Dan, kali ini Ellena terkejut dengan Evan yang membawa perempuan sekaligus anak kecil yang sekarang menatap polos kearah mereka. Baik Evan dan Ellena hanya saling bertukar pandang, Evan terkejut mendapatkan Ellena yang datang tiba-tiba. Bukan salah Kakaknya jika ia datang, sedari awal apartemen ini memang terbuka untuk keluarganya. “Jadi…”“Aku bisa jelasin, Kak.” Potong Evan cepat.“Dia yang buat kamu galau akhir-akhir ini?” Lanjut Ellena tanpa menggubris perkataan Evan.“Hah?” Ellena melipat kedua tangannya di dada, ia melirik Latasha dari atas sampai bawah. Masih tak menyangka jika selera adiknya adalah seseorang yang sud
Tan dan Evan serta dua bodyguard Tan tengah berada di sebuah cafe yang tak jauh dari kantor Evan. Tentu saja mereka sedang membicarakan progress tentang Nayla. Saat ini Nayla sedang di kurung di sebuah apartement sewaan Tan, ia juga tidak tega melihat pelacur itu mendekam di tempat sempit dan bau. Biar saja ia hidup seperti biasa, asal tidak kabur. “Bagaimana, ada kemajuan?” Tanya Evan setelah semenit Tan baru sampai cafe. “Belum.” “Kenapa lama sekali?Lo tau, kan, karir gue di ujung tanduk.” Gemas Evan seraya meremas rambutnya frustasi. “Tenang, besok dua bodyguard gue bakalan cecer abis-abisan si Nayla.” Balas Tan seraya melirik ke arah dua pria bertubuh besar di samping kanan kirinya. Evan melirik ke arah bodyguard Tan yang tengah berdiri di belakang sang majikan, “Waktu kalian tinggal sehari lagi, jika lusa belum ada kemajuan. Justru kalian yang akan gue abisini! Paham!?”“Siap Bos!” Balas mereka serempak. Seusai pertemuannya dengan Tan di cafe, Evan memutuskan untuk
"Kenapa semuanya jadi begini?” Pertanyaan Nayla justru membuat Tan muak. Wanita jalang itu selalu pintar merayu lawannya, terutama laki-laki. Kali ini Tan turun tangan, baru saja kemarin ia mendapat laporan jika salah satu bodyguardnya sudah tidur bersama Nayla. Tentu saja berkat rayuan wanita itu, agar ia bisa di bebaskan dan tidak di tanya-tanya perihal masalahnya dengan Evan. “Jangan tanya kenapa? Lo yang memulainya!” Gertak Tan berusaha sabar. Nayla menghela napas. Ia tersenyum sarkas setelah berkata, “Bukankah semua ini memang harus terjadi?” “Ada hubungan apa lo dengan Alvin? Mantan suami Latasha.” Tan langsung bertanya pada intinya. Nayla tidak langsung menjawab, ia berusaha menstabilkan degupan jantungnya saat nama Alvin kembali di sebut. Diruang serba hijau ini, membuat Nayla kembali merasa panas. Bagaimana tidak, Tan mengikatnya di kursi hitam setelah mengetahui Nayla sudah berani tidur dengan salah satu bodyguardnya. Tan takut jika Nayla merayu bodyguard lain untuk bi
Lea masih berkutik dengan laptopnya ketika berada di perpustakaan kampus. Dengan sesekali melirik buku-buku tebal tentang administrasi, membuatnya kembali pusing mengingat sebentar lagi ia akan menghadapi ujian. Beberapa kali Lea menghela napas panjang, memegang perutnya yang terasa perih lantaran belum makan dari pagi. Lea menyandarkan punggungnya di kursi, sekilas melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sesaat gadis itu memejamkan matanya untuk sekedar menenangkan pikirian. Detik berikutnya Lea di kejutkan dengan kedatangan Erick ketika ia membuka matanya, cowok tengil itu sudah berada di hadapannya tengah duduk dengan paper bag cokelat di atas meja. "Ba-Erick...," Lea membenarkan posisi duduknya. Erick tidak langsung menjawab, ia mendorong paper bag di hadapannya kearah Lea. "Makan." "H-hah?" "Lo budeg?" Sindir Erick kejam. Lea meremas celana jeansnya, ia benar-bener heran dengan sikap Erick yang seperti ini tiba-tiba. "Lo tau dari mana gue belum makan?
Tan, Evan, beberapa bodyguard serta ahli IT tengah berkumpul di sebuah ruangan yang bertepatan di Mansion milik Evan. Mansion tersebut berada di ujung kota dan tidak banyak orang yang tahu kecuali Tan dan para bodyguard mereka. Dengan sistem yang sudah di atur oleh Evan, membuat privasi ketika berada di Mansion tersebut akan selalu terjaga. Keluarga Gtama dan Nayla pun tak pernah tahu jika salah satu anak mereka memilik Mansion mewah di kota tersebut. Mansion itu juga akan menjadi tempat tinggal Evan bersama pasangannya nanti, tentu saja ia sudah memikirkan hidup dengan Latasha. Di bar khusus, para ahli IT sudah bersiap dengan alat perang mereka. Sudah saatnya semua kebocoran data akan di hapus untuk membuat reputasi Evan kembali membaik. Di tambah lagi ia akan memblokir semua akses dengan Nayla agar wanita jalang itu tidak bisa lagi untuk melacak tentang Evan. "Backinga-an Nayla apa udah meluncur kemari?" Tanya Tan di sela-sela keheningan. Evan menjawab setelah menuangkan minumanny