Tepat pukul setengah delapan malam Owen sudah mengantarkan Alyssa sampai depan gerbang rumahnya. Lalu, gadis itu segera turun dari sepeda motor seraya berterima kasih. "Makasih ya." Owen membalas kalimat tersebut hanya dengan senyuman kecil sebelum berpamitan serta melenggang pergi.
"Aku pulang dulu."
"Iya, hati-hati di jalan," tukas Alyssa. Kemudian, terdengar bunyi mesin sepeda motor diikuti pemiliknya yang pergi dari lokasi.
Tak berselang lama, pintu gerbang terbuka dan menampilkan dua pria penjaga gerbang yang menyambut putri tuan rumah mereka. Berbeda dari biasanya, Alyssa menatap dua anak buahnya sambil melempar senyum hangat lalu berjalan masuk, yang menyebabkan kedua pria itu heran. Putri dari Nicholas tersebut terus berjalan riang masuk ke dalam rumah, tetapi suasana ceria hatinya mendadak berubah suram tatkala mendapati sang ayah sedang duduk di ruang tamu menunggunya.
"Dari mana?" tanyanya denga
Pagi yang cerah, matahari sudah menampakkan diri dan mengusir hawa dingin. Tepat pukul tujuh, setelah sarapan Amara langsung bersiap berangkat kerja, tanpa lupa berpamitan pada sang ibu yang tengah sibuk di dapur. Namun, tatkala gadis itu membuka pintu dan hendak berjalan keluar, melihat sebuah kotak kardus tergeletak tepat di depan pintu. Dia penasaran, lantas memanggil ibunya."Bunda ...!" Pemilik nama tersebut segera membalas dari dalam rumah disertai langkah kaki mendekat."Iya Sayang. Ada apa?""Itu," sambungnya sambil menunjuk kotak kardus.Bola mata Susi Astuti mengikuti jari telunjuk anaknya, kemudian malah balik bertanya. "Itu apa, Sayang?"Kepala Amara bergerak ke kanan kiri, diikuti bahu terangkat naik. "Gak tau, Bunda," jawabnya.Ibu dan anak itu bertukar pandangan bingung, sampai akhirnya Amara memutuskan untuk membuka kardus. Namun, sesaat sebelum membu
Sebenarnya tidak sulit mengalahkan empat orang pria itu, akan tetapi dirinya tidak ingin berurusan dengan polisi akibat membuat kekacauan di tempat umum, maka melarikan diri adalah pilihan utama. Ia berlari masuk ke dalam gang untuk bersembunyi juga memantau situasi, setelah yakin jika cukup aman, segera kembali ke lokasi sepeda motornya berada dengan cara memutar jalan. Namun, tatkala hampir sampai di tempat tujuan, terdapat satu orang yang berjaga di sana."Sial!" keluh Owen. Lalu, mencari cara menyingkirkan orang itu tanpa membuat keributan.Owen tersenyum tipis saat muncul sebuah ide di kepalanya, kemudian bersiul ke arah orang itu guna memancing perhatian. Sosok berwajah garang dan berbadan kurus itu menoleh ke sumber suara, pandangan matanya terkunci pada laki-laki yang sedang dicari oleh teman-temanya. Tanpa banyak berpikir segera berlari ke arah Owen untuk menangkapnya. Sementara itu, pemuda berparas tampan hanya memasang senyum le
Selepas menghabiskan waktu bersama selama beberapa menit, Amara pun berpisah dengan Alyssa. Gadis dua puluh tahun itu kemudian pergi mencari keberadaan sang ibu, dan mendapati ibunya tengah asyik berbincang bersama Bintang. Amara tidak senang melihat hal tersebut, lantas segera melangkahkan kaki mendekat guna menghentikan pembicaraan mereka. "Bunda!" panggilnya. Si empu nama menoleh ke sumber suara."Iya Sayang?""Pulang yuk!" ajaknya.Susi Astuti melihat Bintang melalui sudut matanya, kemudian dengan cepat pemuda itu memberikan respon. "Yuk, aku antar kalian pulang.""Tak perlu repot-repot Nak Bintang," sanggah perempuan tiga puluh tiga tahun itu sambil sedikit tertawa. Sedangkan Bintang yang mengerti kode dari calon ibu mertuanya segera berdiri seraya kembali berkata. "Ayo Amara kita pulang!" Sembari sedikit membusungkan dada serta kedua tangan yang sibuk merapikan rambut.Amara me
Di ruang Unit Gawat Darurat, Amara segera mendapatkan pertolongan pertama, luka lecet pada lengan kirinya segera diobati, tetapi untuk pemulihan rasa sakit di pergelangan kaki kanan membutuhkan waktu sekitar dua sampai empat hari, sebab kaki kanannya terkilir. Ia sebenarnya bisa langsung pulang ke rumah setelah perawatan pada lukanya selesai, akan tetapi, Bunda dan Bintang bersikeras memaksa dirinya untuk menginap setidaknya satu malam. Amara yang tidak ingin membantah keinginan sang ibu hanya mampu menurut.Baru dua jam berada di Rumah Sakit ia sudah bosan, apalagi hanya berbaring tanpa ada kegiatan. Amara melalui sudut matanya melihat sang bunda yang duduk di sebelahnya sambil bermain handphone, gadis itu pun ingin melakukan hal serupa, kemudian segera berganti posisi duduk di atas tempat tidur. "Bunda," lirihnya. Si pemilik nama menoleh ke samping seraya bertanya. "Ada apa? Kamu lapar?"Amara menggeleng lemah sambil menunjukkan
Rumah Sakit.19.45 WIB.Anindita Putri Amara Febiola merasa jenuh berbaring sendirian di kamar tanpa ditemani sang ibu yang sedang pergi membeli makanan. Iris matanya terus menatap langit-langit kamar disusul menghembuskan napas tatkala membayangkan Owen. Namun, bola matanya beralih ke arah pintu kamar yang terbuka karena melihat seorang pria berjalan masuk. Ia memandang heran orang itu, pasalnya tidak mengenal pria berbadan besar yang memiliki muka garang, juga tidak mungkin jika orang tersebut teman ibunya."Maaf, cari siapa ya?" tanyanya ramah. Namun, pertanyaan darinya hanya mendapat balasan sorot mata tajam. Pria itu tetap bungkam sambil berjalan mendekat.Amara menjadi takut, curiga jika pria tersebut memiliki niat buruk. Dia kemudian meminta pria itu untuk berhenti mendekat, tetapi permintaan darinya tak dihiraukan, pria itu terus mendekat sambil memancarkan tatapan
Owen bingung akan penuturan Alyssa yang ingin investasi uang, sebab usahanya hanyalah jual-beli barang-barang online yang menggunakan aplikasi sosial media. Ia pun ingin memastikan kalau temannya sedang tidak bergurau. "Apa kamu yakin?"Alyssa menganggukkan kepala dengan mantap, lalu berkata. "Jadi ... nanti aku akan memberikan uang padamu untuk membeli beberapa barang dan menyewa tempat.""Menyewa tempat?" tanya Owen sambil mengerutkan kening."Iya," balas gadis itu."Untuk apa sampai menyewa tempat?" Ia kian bingung pada pemikiran temannya, tapi sejujurnya tertarik akan penawaran tersebut."Jadi nanti kita bisa sewa tempat untuk melebarkan usaha. Meskipun berbisnis secara online, tetapi harus tetap memiliki kantor," terang Alyssa.Owen kagum dengan pola pikir temannya sekaligus merasa insecure, sebab Alyysa pernah bercerita tentang kuliah di lu
Anak laki-laki berusia tiga belas tahun duduk manis di teras rumah sambil melihat lalu-lalang kendaraan yang melintas di jalan depan rumahnya. Ia melamun tentang cara menghasilkan uang yang akan dipakai untuk membayar biaya administrasi sekolah. Namun, suara jeritan perempuan dari dalam rumah membuyarkan lamunannya, segera berdiri dan masuk tergesa-gesa ke dalam rumah."Ada apa Ibu?" tanyanya saat sudah ada di dalam rumah, akan tetapi, pertanyaan darinya tidak mendapatkan jawaban karena ibunya sedang menahan sakit atas siksaan dari ayah tiri Owen.Owen marah menyaksikan ibunya sedang dipukuli, lantas mendekat cepat dan menghentikan tindakan kekerasan dalam rumah tangga. "Ayah ... jangan sakiti Ibu!" rengeknya sembari memegang tangan pria itu."Lepaksan!" hardik Banu sambil melotot tajam. Pria yang sedang mabuk itu kemudian mendorong tubuh anaknya hingga terjatuh.Bruukk!
Amara mengembuskan napas panjang tatkala masih tidak dapat menelepon Owen, bahkan chat darinya yang sejak tadi pagi tidak dibaca, padahal temannya itu sedang online. Ia berpikir jika laki-laki tersebut tengah sibuk sehingga tidak dapat membalas pesan dan menerima panggilan, tetapi, juga merasa kalau Owen sengaja menghindar. Lalu, meletakkan handphone dan memilih fokus pada layar televisi yang sedang menampilkan kartun dari Negara Malaysia."Permisi ....""Assalamualaikum ...."Tok.Tok.Tok.Sebuah suara salam serta bunyi ketukan pada pintu rumah mengalihkan fokusnya dari layar televisi. Amara mencoba berdiri dan melangkah ke pintu. Namun, sang bunda lebih dulu keluar kamar dan berjalan melewati dirinya. "Kamu duduk saja, biar Bunda yang buka!" titah Susi Astuti. Setela