Raut muka Bintang dipenuhi keterkejutan diikuti iris mata melebar saat melihat kehadiran Nadia di depan rumah Owen. Laki-laki yang sedang berada di dalam mobil itu penasaran dengan kedatangan calon tunangannya. "Untuk apa Nadia ke sana?" tanyanya dalam hati. Ia lalu berusaha menghubungi lagi anak buahnya, tetapi hasilnya masih seperti sebelumnya.
****
Di dalam rumah, suasana menjadi sangat canggung, khususnya bagi Owen yang bingung menghadapi kedua tamunya. Di depannya, sudah tersedia dua makanan yang dibawa oleh Alyssa juga Amara, tapi, dirinya bingung harus mencicipi yang mana terlebih dulu. Pemuda berparas tampan itu mendesah kecil sambil memandang kedua tamunya secara bergantian.
"Ayo makan!" suruh Alyssa serta Amara secara serempak. Dua gadis berparas cantik itu bertukar pandang, sebelum kembali beralih menatap Owen.
Di sisi lain, Owen menelan paksa ludahnya, merasa takut dan
22.45 WIB. Bambang duduk di pinggir jalan sambil merokok juga melepas penat bersama tiga rekannya. Pria berusia empat puluh empat tahun itu sedang dirundung bingung akibat gagal melaksanakan tugas dari Nicholas. Dia menghisap rokok dengan penuh khidmat, lalu mengembuskan asapnya sembari berharap mendapat pencerahan."Ketua," lirih salah satu rekan Bambang yang membuka suara. Si empu nama melirik ke sumber suara seraya bertanya. "Ada apa?""Apa orang-orang yang kita cari melarikan diri ke luar kota, ya?" sambung orang itu."Benar, mereka menghilang tanpa jejak sama sekali," tambah pria lainnya. Sedangkan Bambang hanya duduk merenung dengan merokok serta mendengarkan setiap pendapat dari rekan kerjanya. Ia tidak bisa membantah pendapat mereka, pasalnya hal tersebut mungkin benar, akan tetapi, dirinya memiliki pemikiran tersendiri."Ini sangat aneh dan tidak wajar."
Bintang mengamuk ketika berada di rumah, melempar dan menghancurkan segala benda yang ada di ruang tamu. Pikiran pemuda itu tengah kacau, pasalnya semua rencana yang tersusun rapi kini berubah berantakan. "Biadab! Bajingan! Brengsek!' Dia terus mengumpat sambil menghancurkan ruang tamu. Selanjutnya, terduduk lemas seraya tangan meremas kepala, saat itulah bibirnya menyeringai lebar tatkala muncul ide di benaknya. "Benar ...," gumam Bintang, "aku harus membunuh orang itu agar berhasil mendapatkan Amara kembali." Disusul mengeluarkan handphone serta menelepon seseorang."Halo ....""Iya, ini siapa?""Gak perlu basa-basi, gue ada kerjaan buat lu," terang Bintang."Baik, bisa bertemu di mana untuk kesepakatan kontrak?""Besok malam di Diskotek Cemara."****13.10 WIB.
"Amara!" panggil seorang pria yang tengah berdiri memperhatikan pelanggan kafenya serta para karyawan."Iya Pak," sahut cepat si empu nama seraya berjalan menuju sumber suara. "Iya Pak, ada apa?" tanyanya ketika sampai di hadapan pria itu."Segera ke dapur dan ambil pesanan makanan untuk meja nomer tujuh!" perintah pria itu. Amara mengangguk, dan langsung berlalu ke dapur.Tak berselang lama ia kembali dari dapur, segera bergegas untuk mengantarkan makanan ke meja nomer tujuh, lalu, pada saat yang bersamaan pintu kafe terbuka, diiringi langkah kaki seorang laki-laki berjalan masuk ke dalam kafe. Amara melihat sekilas ke arah pintu, dan seketika bola matanya membola sempurna diikuti jantung yang berdegup kencang serta waktu terasa berhenti.#Flash back.Tiga tahun yang lalu.Di t
Anindita Putri Amara Febiola adalah gadis berusia dua puluh tahun, mempunyai paras cantik dan kulit putih, serta rambut warna hitam yang panjang hingga ke punggung. Selain memiliki wajah cantik, perawakan Amara pun terbilang sedang, dengan tinggi badan sekitar 163cm dan berat badan proposional, sehingga membuat badannya terlihat langsing. Anindita Putri Amara Febiola atau biasa dipanggil Amara disuruh pulang lebih cepat sebelum jam kerjanya berakhir, hal itu terjadi karena manajer kafe dan beberapa temannya mengira bahwa dirinya sedang sakit. Amara pun tak memprotes hal tersebut, pasalnya sekarang nuansa hatinya sedang buruk selepas melihat mantan kekasihnya datang ke kafe. Ia pun bingung untuk menanggapi gejolak perasaan yang ada di hati, sebab rasa senang, sedih dan marah bercampur menjadi satu. "Amara!" Seorang gadis memanggil dan berjalan menghampiri pemilik nama sembari bertanya. "Apa kamu tidak apa-apa pulang sendiri?"
Amara seharusnya datang ke kafe jam satu siang karena hari ini dirinya shift siang, akan tetapi, perempuan itu sudah tiba di kafe ketika waktu masih menunjukkan pukul dua belas lebih dua puluh menit. Saat dia membuka pintu kafe dan berjalan masuk, langkah kakinya seketika terhenti ketika melihat pengunjung kafe hendak keluar dan berdiri tepat di hadapannya.Dada Amara menjadi sesak, napasnya sedikit tak beraturan, apalagi sejumlah kenangan kembali muncul di pikiran dengan rasa sakit di hati yang menyeruak keluar. Tubuhnya bergetar, dengan raut muka pucat serta sedih yang bercampur menjadi satu. Tak ingin terus melihat orang itu, Amara mengalihkan pandangan ke arah lain.Di sisi lain, laki-laki itu pun nampak terkejut, bola matanya membola sempurna dan seperti akan melompat keluar dari tempatnya. Ia hendak menyapa, tetapi suaranya seakan tertahan dan tidak dapat keluar, satu-satunya yang bisa dilakukan olehnya hanyalah memandangi w
Bandara Soekarno-Hatta 09.00 WIB. Kehadiran seorang wanita muda yang berjalan di lobi bandara langsung menarik perhatian semua orang, khususnya para laki-laki yang memperhatikan perempuan seolah tanpa berkedip. Sedangkan si perempuan itu tetap berjalan normal, terlihat santai dan tidak peduli pada tatapan orang-orang. Namanya adalah Alyssa Maharani Kiehl, putri dari pengusahaan ternama di Indonesia yang baru saja menyelesaikan pendidikan di luar negeri. Memiliki paras cantik dan kulit putih, ditambah berbadan langsing dengan tinggi 167cm. Setelah keluar dari lobi bandara, Alyssa langsung disambut oleh dua orang pria yang mengenakan setelan jas serba hitam. Kedua orang itu selain mempunyai badan yang six pack juga memiliki wajah lumayan tampan untuk seukuran pengawal atau supir. "Selamat datang kembali, Nona," sambut salah satu pria sambil menurunkan pand
23.15 WIB. Setelah jam kerjanya selesai, Amara segera berganti pakaian dan bergegas pulang, akan tetapi, saat dirinya berjalan melewati pintu kafe dikejutkan oleh kehadiran Bintang yang berdiri di luar kafe dan sedang menunggunya. Kejadian ini terasa sedikit familiar baginya, sehingga menimbulkan gejolak perasaan berserta kenangan kecil yang muncul. Namun, ia menekan perasaannya, sebab tidak ingin kembali merasakan sakit yang sama seperti di masa lalu. Amara kemudian berjalan menuju tempat sepeda motornya terparkir, mengabaikan laki-laki itu dan berpura-pura tak melihatnya. Di sisi lain, Bintang sedari tadi menunggu Amara selesai bekerja. Senyum di bibirnya seketika mengembang tatkala mengetahui mantan kekasihnya keluar dari kafe serta bersiap pulang, maka tanpa membuang waktu segera memanggilnya. "Amara!" Mendengar namanya dipanggil, si empu nama segera mempercepat langkah ka
Tok!Tok!Tok!Seorang pria paruh baya mengetuk pintu kamar majikannya dan lanjut berbicara. "Selamat pagi Nona Alyssa, sudah waktunya sarapan. Tuan Besar sudah menunggu di ruang makan.""Ya." Terdengar suara menyahut dari dalam kamar. Kemudian, tak berselang lama pintu kamar terbuka dan seorang gadis yang memakai setelan pakaian kasual melangkah keluar. Sedangkan pria paruh baya yang berdiri di depan kamar hanya melempar senyum sembari sedikit menundukkan kepala.Alyssa mengabaikan kepala pelayan rumahnya dan terus melangkah menuju ke ruang makan, sesampainya di sana, melihat sang ayah yang sedang makan ditemani beberapa pelayan yang berdiri di sisi kanan juga kiri ruangan. Berbagai macam hidangan mewah serta lezat pun sudah terhampar memenuhi meja makan. "Selamat pagi Ayah," sapanya sambil tersenyum sesaat sete