Amara seharusnya datang ke kafe jam satu siang karena hari ini dirinya shift siang, akan tetapi, perempuan itu sudah tiba di kafe ketika waktu masih menunjukkan pukul dua belas lebih dua puluh menit. Saat dia membuka pintu kafe dan berjalan masuk, langkah kakinya seketika terhenti ketika melihat pengunjung kafe hendak keluar dan berdiri tepat di hadapannya.
Dada Amara menjadi sesak, napasnya sedikit tak beraturan, apalagi sejumlah kenangan kembali muncul di pikiran dengan rasa sakit di hati yang menyeruak keluar. Tubuhnya bergetar, dengan raut muka pucat serta sedih yang bercampur menjadi satu. Tak ingin terus melihat orang itu, Amara mengalihkan pandangan ke arah lain.
Di sisi lain, laki-laki itu pun nampak terkejut, bola matanya membola sempurna dan seperti akan melompat keluar dari tempatnya. Ia hendak menyapa, tetapi suaranya seakan tertahan dan tidak dapat keluar, satu-satunya yang bisa dilakukan olehnya hanyalah memandangi wajah dari cinta lamanya.
Suasana seolah berubah menjadi sunyi, tidak ada apapun yang terdengar bagi kedua orang itu selain detak jantung masing-masing. Waktu seperti berhenti, mereka masih berdiri mematung tanpa bergeming serta tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
#
Flash back.
"Bintang!"
"Bintang ...!"
"Bintang!!!"
Sorak-sorai suara para siswa perempuan yang tengah menyaksikan pertandingan basket antara kelas dua belas jurusan seni melawan kelas dua belas jurusan listrik. Nama yang dipanggil dan diteriakkan para siswa perempuan merupakan nama pemuda yang menjadi idola di sekolah, tentu saja memiliki wajah tampan dan postur tubuh sempurna, ditambah sangat ahli bermain basket. Kali ini tak hanya para siswa perempuan yang berteriak riuh, tetapi para laki-laki yang khususnya jurusan seni ikut berteriak saat Bintang berhasil memasukkan bola ke dalam ring sekaligus mencetak angka kemenangan.
Pemuda itu langsung berselebrasi untuk merayakan kemenangan, selanjutnya berlari ke sudut lapangan dan menghampiri seorang perempuan. "Aku keren gak, Sayang?" tanyanya saat sudah berdiri di hadapan gadis itu.
"Keren banget Sayang," balas perempuan itu sambil tersenyum serta menyerahkan botol air mineral.
Bintang menerima botol itu secara sukarela, lalu meneguk isinya hingga tersisa setengahnya. "Makasih ya Sayang," ucapnya sembari menyerahkan balik botol minuman. Selanjutnya, membelai lembut rambut kekasihnya dan siap untuk kembali bertanding di beberapa menit akhir.
"Aku lanjut lagi Amara."
"Iya, semangat ya Sayang," sahut Amara saat kekasihnya sudah melangkah kembali ke dalam lapangan.
Pemandangan mesra antara Bintang dan Amara membuat semua siswa merasa iri sekaligus cemburu, pasalnya Bintang dan Amara adalah pasangan serasi. Jika si laki-laki berwajah tampan dan ahli dalam olahraga serta bermain musik, maka si perempuan juga memiliki wajah cantik dan pintar dalam hal mata pelajaran.
Flash back off.
#
Bunyi pintu kafe yang terbuka dan langkah kaki manusia segera menyadarkan lamunan Amara dan laki-laki itu, waktu kembali berjalan serta suasana kafe seperti normal kembali. Amara yang tadi sempat mengingat kenangan masa lalunya segera melangkah pergi tanpa melihat Bintang, seolah laki-laki tersebut tidak ada di hadapannya.
"Amara!" panggil Bintang. Namun, ucapannya hanya diabaikan dan gadis itu berlalu pergi begitu saja.
Bintang memandangi langkah kaki mantan kekasihnya yang berjalan masuk ke dalam ruangan, sementara dirinya hanya mampu menghela napas iba sebelum angkat kaki dari kafe.
"Apa kamu masih marah padaku, Amara," gumam Bintang dalam hati.
#
Satu hari sebelumnya.
20.00 WIB.
Selesai melakukan latihan fisik di malam hari guna menjaga kebugaran dan bentuk tubuhnya, Owen Alfiansyah Fazhaira segera mengecek media sosial dan menawarkan bergagai macam barang di aplikasi f******k dan i*******m. Owen adalah tipe penjual semua barang, apapun itu yang dibutuhkan konsumen, dia pasti pasti akan mencari dan akan menjualnya.
Awal mula ia terjun ke bisnis online karena setiap surat lamaran pekerjaannya selalu ditolak oleh perusahaan dengan berbagai macam alasan, seperti disebut kurang memiliki pengalaman hingga pendidikan yang standar. Saat itu dirinya kesal juga putus asa, pasalnya tidak memiliki pekerjaan serta hanya mempunyai sedikit tabungan uang. Sampai akhirnya nekat merintis bisnis dengan modal yang dia punya, hasilnya, walau sempat tersendat di awal tapi bisnisnya berjalan lancar, meski belum sanggup membuatnya menjadi orang kaya.
Pemuda itu berhenti melamun dan kembali membaca satu per satu postingan orang-orang yang mencari barang di aplikasi media sosial. Hingga kedua sudut bibirnya melengkung ke atas disertai bola mata yang berbinar saat membaca salah satu postingan. Owen segera menanggapi postingan tersebut dan mengirimi foto barang yang dicari oleh orang tersebut, komentar darinya langsung dibalas cepat oleh pemilik akun itu, mereka segera bernegosiasi harga hingga mencapai kata sepakat.
Owen tersenyum sumringah, lalu menghubungi nomor salah satu temannya guna memesan barang.
"Halo bro," sapa Owen.
"Iya ada apa?"
"Elu ada stok helm cargloss warna magenta kan?"
"Iyaa ... masih sisa satu. Ada apa?"
"Gue mau ambil barangnya."
"Ok ke sini aja, gue tunggu."
Selesai panggilan dimatikan, Owen segera berganti pakaian dan meluncur ke kediaman temannya, yang juga merupakan rekan bisnisnya.
#
Dua hari kemudian.
Owen menghentikan sepeda motornya di depan pintu gerbang sebuah rumah, ia melihat rumah itu sekilas dan memastikan bahwa tidak salah alamat. Merasa yakin, tangannya bergerak mengeluarkan handphone dari saku celana dan segera mengirimkan pesan. Pesan darinya terbaca, tapi tidak terbalas, namun beberapa saat kemudian pintu gerbang rumah itu terbuka dan menampilkan sosok penghuni rumah. Owen melihat sosok tersebut, saat itulah ekspresi mukanya terlihat terkejut serta pikiran yang menjadi bingung.
"Elu?"
"Kamu?!
Di sisi lain, hal serupa pun dirasakan pemilik rumah, selesai dirinya membuka gerbang dan hendak menyapa kurir tersebut, mendadak jantungnya berdegup kencang disertai rasa terkejut. Amara tidak mengenal siapa laki-laki itu, tetapi lelaki itu adalah orang yang memberinya sapu tangan ketika dirinya menangis di taman. Ia pun mencoba tenang, lantas baru berbicara.
"Pak Owen ya?"
"Iya," jawab empu nama dengan gugup, namun rasa gugup itu hanya berlangsung sesaat sebelum berganti rasa kesal. Wajahnya sedikit cemberut dengan kening berkerut. "Oii aku masih muda, panggil aja Kak Owen!" protesnya.
"Maaf ... maaf Kak," Amara mengangguk sembari meminta maaf. Ia pun segera menanyakan barang yang dibelinya. "Helmnya mana Kak?"
"Hmmm ...." Hanya suara itu yang terdengar dari mulut Owen, selanjutnya menurunkan kardus yang berisi helm. "Ini Mbak silakan dicek dulu," tutur Owen seraya membuka kardus.
Kali ini nada protes terdengar dari mulut Amara. "Maaf Kak, saya masih muda, jadi panggil aja Amara. Gak perlu pake embel-embel 'mbak'."
"Iya maaf."
Amara segera memeriksa dan mencoba helm itu, setelah merasa pas serta cocok, ia mengeluarkan sejumlah uang dari saku belakang guna membayar. "Ini Kak," ucapnya seraya menyerahkan uang.
Owen menerima uang tersebut dan hendak berterima kasih, tetapi gagal karena perempuan itu langsung berlari masuk ke dalam rumah sambil membawa helm. Dia pun hanya sanggup geleng-geleng kepala sambil berkomentar kesal.
"Dasar tak tahu sopan santun, bilang terima kasih atau apa gitu!" Lalu, pemuda itu tancap gas dari lokasi.
Sedangkan tak berselang lama Amara kembali keluar dari dalam rumah, tapi mimik wajahnya berubah kecewa saat melihat orang itu sudah pergi, diikuti desahan suara yang keluar dari mulutnya. "Yah ... sudah pergi."
Sebenarnya, gadis itu tadi buru-buru masuk ke dalam rumah karena mengambil sapu tangan dan ingin mengembalikan kepada pemiliknya. Namun, orang tersebut terlebih dulu pergi serta membuat usaha Amara gagal.
Huft ....
Amara berbalik arah dan melangkah pelan masuk ke dalam rumah.
*****
Bandara Soekarno-Hatta 09.00 WIB. Kehadiran seorang wanita muda yang berjalan di lobi bandara langsung menarik perhatian semua orang, khususnya para laki-laki yang memperhatikan perempuan seolah tanpa berkedip. Sedangkan si perempuan itu tetap berjalan normal, terlihat santai dan tidak peduli pada tatapan orang-orang. Namanya adalah Alyssa Maharani Kiehl, putri dari pengusahaan ternama di Indonesia yang baru saja menyelesaikan pendidikan di luar negeri. Memiliki paras cantik dan kulit putih, ditambah berbadan langsing dengan tinggi 167cm. Setelah keluar dari lobi bandara, Alyssa langsung disambut oleh dua orang pria yang mengenakan setelan jas serba hitam. Kedua orang itu selain mempunyai badan yang six pack juga memiliki wajah lumayan tampan untuk seukuran pengawal atau supir. "Selamat datang kembali, Nona," sambut salah satu pria sambil menurunkan pand
23.15 WIB. Setelah jam kerjanya selesai, Amara segera berganti pakaian dan bergegas pulang, akan tetapi, saat dirinya berjalan melewati pintu kafe dikejutkan oleh kehadiran Bintang yang berdiri di luar kafe dan sedang menunggunya. Kejadian ini terasa sedikit familiar baginya, sehingga menimbulkan gejolak perasaan berserta kenangan kecil yang muncul. Namun, ia menekan perasaannya, sebab tidak ingin kembali merasakan sakit yang sama seperti di masa lalu. Amara kemudian berjalan menuju tempat sepeda motornya terparkir, mengabaikan laki-laki itu dan berpura-pura tak melihatnya. Di sisi lain, Bintang sedari tadi menunggu Amara selesai bekerja. Senyum di bibirnya seketika mengembang tatkala mengetahui mantan kekasihnya keluar dari kafe serta bersiap pulang, maka tanpa membuang waktu segera memanggilnya. "Amara!" Mendengar namanya dipanggil, si empu nama segera mempercepat langkah ka
Tok!Tok!Tok!Seorang pria paruh baya mengetuk pintu kamar majikannya dan lanjut berbicara. "Selamat pagi Nona Alyssa, sudah waktunya sarapan. Tuan Besar sudah menunggu di ruang makan.""Ya." Terdengar suara menyahut dari dalam kamar. Kemudian, tak berselang lama pintu kamar terbuka dan seorang gadis yang memakai setelan pakaian kasual melangkah keluar. Sedangkan pria paruh baya yang berdiri di depan kamar hanya melempar senyum sembari sedikit menundukkan kepala.Alyssa mengabaikan kepala pelayan rumahnya dan terus melangkah menuju ke ruang makan, sesampainya di sana, melihat sang ayah yang sedang makan ditemani beberapa pelayan yang berdiri di sisi kanan juga kiri ruangan. Berbagai macam hidangan mewah serta lezat pun sudah terhampar memenuhi meja makan. "Selamat pagi Ayah," sapanya sambil tersenyum sesaat sete
Alyssa Maharani Kiehl melangkah masuk ke dalam kafe, ia berhenti sebentar sambil mencari sosok yang ingin ditemuinya, setelah melihat orang itu, langkah kakinya bergerak menuju sosok tersebut. Tentu saja kedatangan Alyssa menyita sebagian pandangan orang-orang yang sibuk menonton pertikaian, mereka bahkan seolah tak berkedip ketika menatap gadis itu.Dia kemudian melambaikan tangan kiri sambil menyapa halus juga tersenyum. "Hai ...." Hal itu langsung mengejutkan sekaligus menghentikan perdebatan tiga orang manusia, tetapi, salah seorang yang paling terkejut secara refleks memekik heran."Elu ...?"Alyssa hanya mengangguk juga tersenyum sambil tetap berjalan maju, baru setelah sampai di hadapan orang itu, dia berbicara sembari mengulurkan tangan kanan. "Mana?"Owen menatap bingung gadis itu yang berbicara sok akrab dengannya, padahal mereka sama sekali belum saling mengenal, hanya pernah bertemu sekali seca
Owen dan Amara sudah sampai di taman, selepas memarkir sepeda motor, keduanya langsung berjalan-jalan menikmati suasana taman. Sama seperti ketika dalam perjalanan menuju taman, kali ini pun mereka lebih banyak diam daripada berbicara, ada perasaan malu juga gugup yang mencegah dua insan itu untuk saling mengobrol, hingga Owen memberanikan diri memulai percakapan. "Amara." Si empu nama menoleh cepat sembari bertanya. "Iya?" "Kamu udah lama kerja di kafe?" sambung Owen. "Hampir dua tahun lah," jawabnya. Owen hanya mengangguk mendengar penuturan Amara, jujur, dia bingung harus bertanya apa lagi, sebab perasaan gugup membuatnya ragu. Untung saja gadis itu yang ganti bertanya, sehingga keakraban keduanya mulai tercipta. "Kalau kamu udah lama jualan online?" "Ya lumayan," balasnya. "Sejak aku ...." Owen menghentikan kalimatnya, seolah ada yang sengaja dia rahasi
Saat Amara dan Owen sampai di tempat parkir, tiba-tiba mereka didatangi oleh tiga orang pria yang berpenampilan garang. "Hei bagi duitnya!" ucap kasar satu dari tiga pria tersebut. Hal itu malah membuat Amara murka dan membalas tak kalah kasar."Kalian ini siapa?! Minta duit segala!"Ketiga pria itu saling berpandangan, lalu terkekeh bersama sebelum melecehkan Amara memakai kata-kata. "Gadis cantik jangan galak, sini main sama gue aja, nanti gue kasih yang enak-enak.""Hahahaha ...."Amara marah, tangan kanannya terangkat dan hendak menampar pria yang baru saja menghinanya, akan tetapi, keinginannya itu dihentikan oleh Owen. Ia menatap Owen penuh kebingungan, lalu bertanya. "Ada apa?"Owen hanya tersenyum kecil membalas perkataan Amara, lalu maju satu langkah dan berdiri di depan gadis itu sambil berkata. "Amara, pejamkan matamu sebentar, jangan buka matamu sebelum aku menyuruhmu." Anehnya
Bola mata Alyssa melebar memperhatikan setiap lekuk ruang tamu, sampai tatapan matanya terkunci pada bingkai foto keluarga, lalu beralih ke bingkai foto lainnya yang menunjukkan kedekatan Owen bersama dua temannya, anehnya, latar belakang foto tersebut nampak tidak lazim. Tiba-tiba terdengar bunyi langkah kaki mendekat, ia yang terkejut langsung kembali ke posisi duduk semula, bersikap normal seperti tamu pada umumnya. "Jadi apa tujuanmu datang kemari?" tanya Owen seketika kembali dari dapur dan meletakkan dua cangkir teh di atas meja. Mendengar pertanyaan itu Alyssa hanya tersenyum lembut, kemudian berdiri sembari mengulurkan tangan. "Kurasa kita harus berkenalan terlebih dulu," tuturnya halus. Owen mengerutkan kening sembari menatap aneh Alyssa, pasalnya gadis itu bersikap sopan, ramah juga lemah lembut, berbeda sekali ketika mereka berjumpa pertama kali. Tak lama kemudian, dia menyambut uluran tangan tersebut seraya
Sebuah sepeda motor matic yang ditumpangi dua orang lawan jenis berhenti di depan pintu gerbang bangunan rumah. Dilihat dari ukuran pintu gerbang serta tembok yang mengelilingi bangunan tersebut, sudah dapat dihitung seberapa luas dan megahnya rumah yang ada di dalamnya. Ia sudah mengira kalau perempuan yang diboncengnya berasal dari keluarga kaya, tetapi tidak menyangka bahwa ternyata sangat kaya. Lalu, kepalanya menoleh ke belakang sembari berkata."Turunlah, kita sudah sampai."Gadis yang masih duduk santai membonceng di atas sepeda motor itu mengangguk pelan, bibirnya agak cemberut, mungkin karena akan berpisah dengan lelaki yang disukainya. "Iya," jawabnya setelah turun dari sepeda motor. Kemudian, menawarkan teman barunya itu untuk singgah sebentar di rumahnya, tapi ternyata tawarannya ditolak halus."Gak usah, aku langsung pulang saja. Lagi pula udah terlalu malam untuk bertamu." Selesai memberi penjelasan,