Share

Segi empat 2.

Alyssa Maharani Kiehl melangkah masuk ke dalam kafe, ia berhenti sebentar sambil mencari sosok yang ingin ditemuinya, setelah melihat orang itu, langkah kakinya bergerak menuju sosok tersebut. Tentu saja kedatangan Alyssa menyita sebagian pandangan orang-orang yang sibuk menonton pertikaian, mereka bahkan seolah tak berkedip ketika menatap gadis itu.

Dia kemudian melambaikan tangan kiri sambil menyapa halus juga tersenyum. "Hai ...." Hal itu langsung mengejutkan sekaligus menghentikan perdebatan tiga orang manusia, tetapi, salah seorang yang paling terkejut secara refleks memekik heran.

"Elu ...?"

Alyssa hanya mengangguk juga tersenyum sambil tetap berjalan maju, baru setelah sampai di hadapan orang itu, dia berbicara sembari mengulurkan tangan kanan. "Mana?"

Owen menatap bingung gadis itu yang berbicara sok akrab dengannya, padahal mereka sama sekali belum saling mengenal, hanya pernah bertemu sekali secara tidak sengaja, apalagi sikap orang itu seolah sudah membuat janji bertemu dengan dirinya. Hingga tiba-tiba ekspresi wajah Owen berubah, diikuti bola mata melebar saat sebuah kalimat meluncur deras di kepalanya. Ia memandang perempuan itu dengan mimik muka aneh, sebelum bertanya guna memastikan dugaan.

"Apa kau yang memesan barang padaku?"

Alyssa mengangguk juga tersenyum sumringah, dia menahan gelak tawa tatkala melihat ekspresi lawan bicaranya. Sementara Amara dan Bintang hanya memandang bingung dua sosok yang sedang berbicara, situasi berubah menjadi aneh, bahkan Bintang sendiri sudah kehilangan keinginan untuk marah serta berdebat.

"Iya," jawab Alyssa.

Selepas mendengar jawaban, tangan Owen bergerak mengambil benda kotak yang tergeletak di atas meja dan menyerahkan pada pembelinya. "Ini." Barang tersebut diterima oleh Alyssa, langsung dimasukkan ke dalam tas tanpa diperiksa lebih dulu. Dia juga mengeluarkan uang tunai dari dalam tas untuk membayar.

"Terima kasih," ucapnya.

Owen menghitung uang itu terlebih dulu, lalu bola matanya bergerak memandang Alyssa sembari bertanya. "Apa ini?" Pasalnya, jumlah uang yang diterimanya bernilai dua kali lipat dari barang yang dijual.

"Hanya uang tips untukmu," sahut ringan perempuan itu. Dalam hati ia tersenyum mengejek karena sukses membalas penghinaan tempo hari, sebab sangat tahu bahwa tidak ada orang yang akan menolak uang, apalagi dalam jumlah banyak. Namun, raut mukanya berubah menjadi sangat terkejut ketika melihat laki-laki itu mengembalikan sebagian uangnya.

"Ini terlalu banyak," kata Owen sembari menyerahkan sebagian uang tersebut, tetapi perempuan itu tidak menerima pengembalian uang, hanya berdiri diam dengan sorot mata tajam tertuju ke arahnya.

"Apa kau menghinaku!" tanya Alyssa dengan suara sedikit keras juga kasar. Perempuan itu tak terima jika uang yang diberikan olehnya secara cuma-cuma ditolak, hal tersebut akan membuat aksi balas dendamnya menjadi sia-sia.

Owen meletakkan uang tersebut di meja, kemudian memandang Alyssa seraya berbicara. "Aku memang menyukai uang, tapi aku tidak mencintainya. Uang memang mampu membeli apapun yang ada di dunia, termasuk rasa cinta dan benci, tetapi aku bukan tipe orang yang akan melakukan apapun demi uang."

Alyssa mendengar jelas kalimat dari lawan bicaranya, tapi bukannya kesal, dirinya malah kagum, bahkan semua perasaan marah juga kesal di dalam hatinya sudah sirna. Ada sensasi aneh di dalam hatinya sekarang, sebuah sensasi menggelitik juga perasaan hangat. Ia pun memandang Owen secara intens, lalu menghela napas dan meminta maaf.

"Maafkan aku."

"Tidak apa-apa."

Alyssa kembali terkejut, sebab laki-laki itu dengan mudah memaafkan dirinya, tanpa kesal ataupun marah, padahal jelas-jelas tadi dirinya sudah mempermalukannya.

Amara yang melihat pembicaraan Owen dengan gadis itu pun ikut terkejut, tak menyangka ada orang yang menolak bayaran dua kali lipat. Ia memandang laki-laki itu dengan sorot mata kagum serta teduh, seperti sorot mata seseorang yang sedang jatuh cinta.

Owen tiba-tiba menoleh ke Amara sembari berkata. "Aku pergi dulu." Amara yang terkejut segera memalingkan wajah karena tersipu malu. Tak hanya berpamitan pada Amara, Owen juga menatap wajah pembelinya sambil berbasa-basi singkat. "Terima kasih sudah membeli barang dariku." Selanjutnya, angkat kaki dari lokasi.

Melihat Owen sudah meninggalkan kafe, Amara langsung pergi ke dapur untuk melanjutkan pekerjaan. Hal sama dilakukan oleh Alyssa, bedanya, dia tidak pergi ke dapur, melainkan keluar dari kafe karena urusannya sudah selesai. Sekarang, hanya Bintang yang masih mematung di tempat sambil diselimuti amarah.

#

Bintang pulang ke rumah dengan perasaan marah, rencananya kembali gagal dan malah mendapati mantan kekasihnya dekat dengan laki-laki lain. Jujur, masih ada rasa cinta di dalam hatinya untuk Amara, dan dirinya ingin memperbaiki kesalahan yang ada di masa lalu.

Sesampainya di rumah, pemuda itu segera keluar dari mobil dan bergegas masuk ke dalam rumah, akan tetapi, langkahnya terhenti saat kedua bola matanya melihat seorang gadis cantik jelita duduk di teras rumahnya, seolah memang sedang menanti dirinya. Bintang menghampiri gadis tersebut serta bertanya setelah jarak diantara keduanya sudah dekat.

"Kenapa kau datang kemari?"

Perempuan itu bangkit dari kursi seraya tersenyum. "Tentu saja aku kangen kamu, Sayang," ucapnya sambil maju dan memeluk Bintang dari depan.

"Bukannya kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu sebagai model," timpal Bintang sembari melepaskan pelukan perempuan berwajah cantik, bertubuh langsing juga berpakaian seksi tersebut. Dia merasa risih akan sikap gadis itu, yang seakan menggoda serta memacu birahinya.

"Uuhh ... jangan ngambek Sayang," kata gadis itu yang merasa lucu melihat sikap Bintang, lalu mencoba mencium bibir laki-laki itu.

"Apaan sih!" Bintang menghindari ciuman tersebut, memilih membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Sementara perempuan tersebut hanya tersenyum kecil sebelum ikut masuk ke rumah.

#

Tiga Hari Kemudian.

Sudah tiga puluh menit Owen berdiri di depan cermin sambil bergonta-ganti pakaian, tetapi merasa kalau penampilannya belum rapi. Sebenarnya hal itu terjadi karena dirinya sedang gugup, pasalnya akan segera menjemput Amara untuk mengajaknya pergi. Ia berusaha untuk tampil sempurna, agar dapat membuat gadis tersebut jatuh hati padanya. Owen kemudian menghela napas, menenangkan detak jantung yang berdebar kencang sekalian memupuk rasa percaya dirinya. Selanjutnya, keluar dari rumah untuk menjemput sang gadis impian.

#

Di rumahnya, Amara duduk di ruang tamu menanti kedatangan Owen dengan jantung berdegup keras. Pasalnya, setelah sekian lama menjomblo, ini pertama kalinya dirinya pergi berkencan dengan lelaki yang dikenalnya dalam hitungan hari. Ia gugup, pikiran juga hatinya kacau, tapi, semua hal itu sirna saat telinganya mendengar bunyi bel rumahnya disertai teriakan seseorang.

"Permisi!"

Amara buru-buru bangun dari sofa, lantas bergegas keluar dari rumah untuk menemui orang itu. "Hai ...," ucapnya tatkala keluar dari rumah dan sedang membuka pintu pagar rumahnya.

"Haaii ... jugaaa," jawab Owen dengan sedikit tergagap, sorot matanya terkunci pada Amara, terpesona akan kecantikan gadis yang ada di depannya.

Amara hanya tersenyum kecil dan bertanya. "Kita mau ke mana?"

Suara lembut itu menyadarkan Owen, seketika bingung untuk memberi jawaban, karena sama sekali belum terpikirkan ide tentang tempat yang harus didatangi. Sedangkan Amara yang melihat Owen kebingungan segera menyampaikan gagasan.

"Gimana kalau kita ke taman aja?"

Owen memandang wajah Amara secara sekilas, lalu mengangguk setuju. "Boleh." Tepat setelah kalimat itu selesai, Amara langsung membonceng, membuat jantung pemuda tersebut berdebar kencang. Hal sama pun dirasakan oleh Amara, meski terlihat santai serta tenang, tetapi perasaan gugup sedang melandanya. Hingga tak berselang lama, dua lawan jenis itu sudah pergi menuju taman terdekat.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status