Alex terlihat lebih fresh setelah menghilangkan bulu yang mulai lebat pada daerah sekitar rahangnya. Meski matanya masih memerah karena terlalu banyak minum alkohol beberapa hari dan kurangnya tidur, dia masih tampak tampan dan menggoda. Laras saja sampai bersiul menyaksikan pria seksi itu.
"Begitu kan lebih baik," ujar wanita itu begitu Alex menampakan diri.
"Terima kasih," ucap Alex tulus.
"Aku sudah menyiapkan kamar. Kalau kamu mau—"
"Laras, aku nggak bisa me—"
"Kamu tenang saja, Lex. Aku cuma minta kamu istirahat. Aku nggak minta macam-macam sama kamu. Jangan GR," potong Laras cepat. Oh, siapa sih yang tidak ingin bermesraan dengan Alex. Hanya saja, mungkin tidak saat ini. Pria itu sepertinya masih dirundung sedih. Dan, Laras baru membuatnya nyaman. Dia tidak mau Alex menghindarinya gara-gara dia yang tidak bisa menahan diri.
Alex tersenyum. "Kamu benar. Aku memang butuh istirahat."
"Di dalam juga ada
Alvin mengulurkan tangannya. "Sini turun.""Enggak. Aku belum mandi." Dania menggeleng seraya mundur satu langkah."Sekalian mandi di sini, Honey.""Aku nggak pakai baju renang." Dania mencari alasan."Nggak perlu pake itu aja."Saat ini Dania mengenakan kaos dan celana pendek yang dibelinya di Pulau Male. Dia meminta Paulina untuk membelikannya beberapa kaos untuk mengganti lingerie dan gaun-gaun tipis di kopernya."Kamu aja yang renang. Aku lihat dari sini," ujar Dania. Dia lantas menuju ke sofa yang berada tepat di sebelah kolam renang. Pemandangan pagi Laut Hindia dengan air kebiruannya memang memukau. Dania menjulurkan kedua kakinya ke permukaan air laut. Dan, seketika kawanan ikan bermunculan di sekitar kakinya."Sayang, kamu serius nggak mau nemenin aku renang?" tanya Alvin mendekat ke tepian kolam yang langsung menghadap tempat Dania berada."Enggak. Nanti aja kalau kita snorkeling."&
"Pulang kerja aku mampir ke apartemen, boleh?" tanya Dania di sela-sela kegiatan sarapan paginya bersama Alvin."Mau ngapain sih, Hon? Kan minggu kemarin kamu sudah berkumpul dengan teman-temanmu." Alvin bertanya seraya mengiris sandwich di piringnya."Aku nggak ketemu mereka. Aku cuma mau ambil beberapa barang di sana.""Oke boleh, tapi jangan lama-lama. Kamu sudah harus ada di rumah sebelum aku pulang."Mata Dania melebar. "Ya, nggak bisa gitu dong, Al. Kalau aku harus sampai sebelum kamu pulang, itu artinya aku nggak bisa mampir ke apartemen."Alvin terkekeh. "Hari ini aku mau ke Riau. Mungkin pulang telat. Jadi, kamu masih punya waktu buat ambil barang-barang kamu."Dania memutar bola mata sesaat. Namun, dia kontan tertegun ketika Alvin meraih tangannya dan mengelus pelan."Jangan kelayaban ya, kamu tau aku paling nggak suka kalau pulang ke rumah kamu nggak ada," ucap Alvin menatap Dania d
Alex bergegas memasuki gedung apartemen Laras. Ketika Laras memberitahu bahwa dia sudah kembali dari Surabaya setengah jam lalu. Di tangan Alex ada sebuket bunga dan satu kotak cokelat untuk wanita itu. Dia merasa perlu berterima kasih karena Laras selalu memberi support selama ini. Dengan senyum merekah sempurna, Alex masuk lift yang akan membawanya naik ke atas. Dan, ketika lift kembali terbuka di lantai yang dia tuju, dia melangkah cepat. Tidak ingin membiarkan Laras menunggu lama. Namun, ketika langkahnya berbelok menuju koridor unit Laras, matanya menangkap bayangan seseorang di depan sana. Sontak Alex memperlambat laju langkahnya. Dia memperhatikan wanita di depan sana yang sedang kerepotan membawa beberapa barang. Langkah Alex terus berjalan mendekati sosok wanita itu yang belum menyadari kehadirannya. Tanpa sadar matanya memanas, jantungnya berdenyut nyeri, dan rasanya seperti mimpi bisa melihatnya lagi.Ketika jarak Alex makin dekat, wanita itu menoleh. Wanita yang s
Laras kembali tersenyum lebar saat melihat Alex lahap makanan yang dia sediakan. Padahal makanan itu sudah dingin. Sepertinya pria itu memang benar-benar kelaparan. Namun, senyum Laras perlahan surut saat matanya menangkap sesuatu di permukaan kemeja milik Alex. Tepat di bagian dada pria itu, ada tanda merah. Laras tidak bodoh untuk tahu itu tanda apa."Kok kamu diam aja? Nggak lapar?" tanya Alex yang hampir menghabiskan isi dalam piringnya.Laras memang tadi lapar, tetapi melihat bekas bibir pada kemeja pria itu, mendadak rasa laparnya hilang. Dia tidak berselera untuk menyentuh makanan itu. Tangannya bergerak meraih botol anggur, lalu membukanya. Laras lebih memilih meminum anggur merah itu."Aku udah nggak lapar, Lex. Tadi kamu bertemu Dania? Apa kalian sepakat untuk kembali?" tanya Laras menekan rasa sakitnya. Dia bahkan tahu ketika mereka saling berpelukan dan masuk ke unit wanita itu.Alex menggembungkan pipi. "M
"Lo yakin mau lakuin ini?" tanya Clara."Cuma ketemu, Cla. Kita nggak akan ngapa-ngapain," sahut Dania memperhatikan jarum jam yang terus bergerak."Kalau pun kalian mau ngapa-ngapain, emangnya gue tahu?"Dania melirik kesal Clara yang dari tadi terus saja mencoba menggagalkan pertemuan Dania dan Clara."Kita kan ketemunya di tempat umum, rame, ada lo juga. Kenapa lo pikir kita bakal ngapa-ngapain?" ujar Dania sebal.Clara meringis, lantas mengedarkan pandang. Saat ini mereka berdua sedang berada di salah satu restoran di dalam mal ibu kota. Dania ingin bertemu Alex dan Clara hanya kambing hitam yang akan dijadikan alasan. Yap. Dania izin kepada Alvin untuk menemui Clara.Clara menyikut lengan Dania. "Si Tampan datang," katanya dengan pandangan lurus ke arah pintu masuk. Dania segera mengikuti arah pandang Clara. Benar, Alex terlihat masuk. Pria itu mengenakan kemeja slim fit navy lengkap dengan dasi yang menggant
"Apa yang bisa aku bantu, Lex?" tanya Laras ketika Alex menyambangi apartemen wanita itu.Alex menatap serius wanita di hadapannya yang saat ini berpenampilan sangat berani. Laras memakai gaun terusan press body tanpa lengan. Seperti biasa make up tebal menghiasi wajahnya yang cantik."Apa kita bisa bekerja sama untuk menghancurkan perusahaan Rajata?" tanya Alex serius.Laras cukup terperangah mendengar permintaan Alex. Tidak biasanya lelaki itu berambisi seperti ini. Setelah bergabung dengan perusahaan ayahnya, pria itu memang makin melejit performanya. Namun, Laras sama sekali tidak pernah berpikir pria itu ingin menghancurkan perusahaan Alvin Rajata."Kamu serius?" tanya Laras ragu.Namun, Alex mengangguk mantap. "Kalau bisa kita akuisisi saja. Buat dia bangkrut."Laras menghela napas panjang. "Apa semua ini karena Dania?"Sebenarnya Alex malas untuk menjawabnya. Namun, memang seperti itula
Laras tampak memukau dengan bikini putih yang dikenakannya. Di telinga kanannya terselip bunga kamboja berwarna kuning. Rambut panjang gelombangnya dia gerai begitu saja. Tubuh padat berisinya bisa menggoyahkan iman lelaki mana saja tak terkecuali Alex. Laras pandai merawat diri. Meski janda, elok tubuhnya tidak kalah dari seorang gadis.Laras mendekati Alex yang sedang berenang di private room villa yang dia sewa. Selama di Bali ini mereka berdua menginap di salah satu vila mewah yang terdapat di Seminyak. Keduanya sudah seperti pasangan yang sedang berbulan madu. Laras mengaku puas dengan perlakuan manis Alex yang menganggapnya sebagai kekasih."Lapar nggak, Lex?" tanya Laras.Alex yang baru menyelesaikan putaran ke sekian lantas menyembul dari permukaan air. Dia mengusap wajahnya yang basah sebelum mendekati tepian."Lapar dong, Sayang. Di sini aku akan kelaperan terus sepertinya, tenagaku habis hampir tiap malam," ujarnya
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN"Maaf, Martin, aku nggak bisa kalau sekarang."Dania terpaksa menolak kembali permintaan Alex untuk bertemu. Dia merasa jahat sekali seandainya menuruti perintah Alex di saat Alvin sedang tampak lelah karena kesibukannya tiap hari. Beberapa bulan belakangan Alvin bertambah sibuk. Nyaris setiap hari pria itu pulang malam.Kadang begitu pulang dia langsung terkapar. Mungkin saking lelahnya. Dania melihat itu merasa iba, tetapi dia tidak berani bertanya. Melihat Alvin masih bisa tersenyum dan bersikap lembut padanya saja, dia sudah bersyukur. Dania merasa tahu kalau suaminya itu sedang memikirkan beban berat. Kadang dia menemukan Alvin di meja kerjanya menatap laptop dengan pandangan nanar, sesekali memijat pangkal hidungnya. Dia benar-benar bekerja keras siang dan malam. Apa proyek yang sedang dia tangani begitu rumit?"Aku kangen banget sama kamu, Sayang," ujar Alex di ujung telepon."Iya