Share

4. Alvin's Birthday

Dania dan kedua sahabatnya meluncur ke vila Alvin. Sesuai dengan undangan itu. Mereka pergi menggunakan mobil milik Clara. Lebih praktis berangkat bersama dalam satu mobil. 

Clara mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Padahal jalanan lumayan ramai. Kebiasaan wanita itu memang sedikit anti mainstream. Viona sampai harus berpegang bangku depan kuat-kuat karena kelakuan Clara ini. 

"Lo nggak bisa jalanin lebih pelan dikit, Cla?!" pekik Viona. "Gue belum kawin, tau!" 

Clara tertawa tanpa merasa bersalah. "Lo udah kawin, ya,Vi. Nikah yang belum." 

"Sialan! Gue beneran belum kawin." 

"Apa perlu gue ingetin Minggu lalu Lo bareng siapa?" 

Viona berdecak sebal. Dania sendiri hanya bisa memutar bola mata melihat kelakuan mereka.

"Kecuali Dania yang belum kawin, gue percaya. Dia mau menyerahkan keperawanannya sama suaminya." Lagi-lagi Clara tertawa. 

Dania mendelik. Ucapan Clara benar, tapi wanita itu mengucapkannya dengan mode mengejek. Seolah mempertahankan keperawanan demi suami itu hal yang lucu. 

"Di sana pasti banyak cowok ganteng," ujar Viona. Fokusnya teralihkan. 

"Kalian jangan mulai, deh. Apa kalian berniat meninggalkan gue dan pergi bersenang-senang sendiri?" tanya Dania sebal. Mereka Dania bawa itu untuk menemaninya, bukan untuk hunting laki-laki. Dasar duo mahluk genit. 

"Kita nggak akan ninggalin elo, santai, dong ah," timpal Clara. 

"Awas aja kalau kalian ninggalin gue pas ketemu kenalan baru di sana," ancam Dania. 

"Apa? SP tiga?" Clara berdecak. "Gue rasa kerjaan Lo nggak cuma ngeluarin SP deh, Dan." 

"Kalau sama Lo berdua, kerjaan gue seolah-olah ngeluarin SP doang." 

"Jangan, dong, Dan. Nyari kerja sekarang susah. Males gue kalau harus gabung sama perusahaan bokap," ujar Viona. 

"Ya,udah. Lo jadi pengangguran aja."

"Enak aja. Tapi kan Lo di sana nanti ketemu Alvin. Gue yakin Lo yang bakal lupa kalau ada kita setelah ketemu laki-laki itu." 

Clara membenarkan ucapan Viona. 

"Gue jadi penasaran sama tampang jodoh lo itu, Dan." 

"Dia bukan jodoh gue," pangkas Dania cepat. 

"Sekarang emang bukan, tapi nanti." Clara dan Vio tertawa. Mereka teman yang jahat. Dania berdecak sebal mendengar olokan itu. 

"Lo yakin ini vilanya, Dan?" tanya Clara. 

"Buset, gede banget ini vila," komentar Vio. 

"Menurut alamat, sih, benar. Tapi gue nggak tau. Kan gue belum pernah ke sini sebelumnya." 

Clara membawa masuk mobilnya melalui gerbang utama vila. Di halaman vila itu, sudah ada beberapa mobil yang berjajar rapi. Mungkin itu tamu-tamu Alvin. Clara memarkirkan mobilnya tepat di samping mobil sport Range Rover. 

"Gila, ini Range Rover asli bukan, ya?" celetuk Vio begitu keluar dari mobil. Pandangannya kemudian beralih pada vila di hadapannya yang tampak berdiri kokoh dengan banyak lampu pijar menyala. "Keren." 

Clara keluar disusul Dania. 

"Kita beneran akan menginap di sini, Da?" tanya Dania.

"Gue, sih, maunya balik," jawab Dania menutup pintu mobil. 

"Mobil tamu Alvin keren semua. Gue nggak yakin bisa langsung balik setelah pesta bubar. Paling enggak, gue harus kenal salah satu pemilik mobil-mobil keren ini." 

Vio mengamini ucapan Clara. Mereka satu aliran sangat wajar kalau kompak. 

"Udah, ah. Kita masuk." 

Ketiga wanita cantik yang berpenampilan anggun itu memasuki teras vila. Ada suara tawa dari dalam yang terdengar. Semakin mendekati pintu, suara bising itu makin terdengar jelas. 

Dania yang pertama masuk, kemudian disusul Clara dan Viona di belakangnya. Ternyata di dalam benar-benar ada pesta. 

Mata Clara dan Viona tampak berbinar. Dari semua tamu yang hadir kebanyakan dari mereka adalah pria. Clara dan Viona saling melempar senyum sebelum mengeringkan mata satu sama lain. 

"Jadi, mana tuan rumahnya, Dan?" tanya Clara pelan. 

"Entah. Gue belum lihat tanda-tanda keberadaannya." 

Di antara kerumunan orang yang saling tawa dan mengobrol itu memang tak ada sosok Alvin. 

"Permisi, Nona Dania?" Seseorang berpakaian butler menghampiri mereka. Otomatis pandangan ketiga wanita itu teralihkan. 

"Ya, saya Dania ada apa ya?" tanya Dania sopan. 

Pria itu tersenyum. "Anda sudah di tunggu di dalam oleh Tuan Alvin." 

"Di dalam? Bukannya acaranya di sini bersama mereka?" Dania menunjuk gerombolan orang yang sedang berpesta. 

"Khusus buat nona ada tempatnya sendiri. Tuan Alvin ingin ada momen merayakan ulang tahunnya hanya dengan Nona," terang pria itu membuat Dania melongo. 

Fix, Alvin sinting.

"Jadi, silahkan ikut saya," pria itu tersenyum lagi.

"Tapi saya bawa teman-teman saya," ujar Dania berusaha menolak. 

"Teman-teman Anda bisa bergabung di pesta itu." 

"Udah, Dan. Nggak apa-apa, kok. Kita di sini aja." 

Dania mengerutkan bibir, tidak suka mendengar ucapan Clara. 

"Ya, udah. Kita ke sana dulu, ya." Clara menarik lengan Viona. 

"Hei! Kalian! Kenapa gue ditinggal?!" seru Dania. Namun, dia tidak bisa mengejar kedua temannya. Pria berpakaian butler itu terus menunggunya. Ini sangat menyebalkan. 

"Mari, Nona."

Tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti pria itu. Apa mau Alvin sebenarnya? Kenapa pestanya harus dipisah seperti ini? 

Pria itu membawa Dania melewati lorong, lalu menaiki anak tangga. Di ujung anak tangga itu ada sebuah pintu. 

"Saya menunggu, Nona. Silakan Anda masuk. Tuan Alvin ada di dalam." 

Dania berpikir apa dia perlu masuk? Bagaimana kalau di dalam terjadi sesuatu? Bagaimana kalau Alvin menjebaknya?  

"Silakan, Nona. Tuan sudah menunggu." Pria itu terus mendesak. Sepertinya memang tidak ada jalan lain kecuali menurut. Mungkin dia akan menemani Alvin memotong kue setelah itu selesai. Semakin cepat, semakin baik. Dania bisa lekas keluar dari vila ini. 

Dania membuka pintu kayu berpelitur itu perlahan. Tubuhnya bergerak masuk ke dalam. Dia belum sempat menutup pintu itu ketika di belakang terdengar suara pintu ditutup. Sialan. Itu pasti pelayan tadi. 

Dania kembali mengarahkan pandangannya ke depan. Ini seperti roof top. Tapi bukan. Di ujung sana ada meja kecil dan dua buah kursi. Lalu di mana Alvin? 

"Selamat datang, Honey." 

Dania tersentak kaget mendengar sapaan itu. Hanya sebuah suara tanpa wujud, itu mengerikan. Namun, tiba-tiba sebuah tangan memeluknya dari belakang. Astaga! Dania berjengit lagi. 

"Akhirnya kamu datang juga."

Dan secepat kilat Dania merasakan sebuah sentuhan lembut di pipinya. Kurang ajar, Alvin menciumnya. 

"Lepaskan tanganmu, Alvin." Dania menggeram jengkel.

"Aku merindukanmu." Bukannya menuruti perintah Dania, Alvin malah mempererat pelukannya. 

"Aku enggak," hardik Dania.

"Masa, sih? Kita nggak pernah bertemu loh padahal." 

"Aku nggak punya alasan untuk merindukanmu." Dania berusaha melepas tangan Alvin yang melingkari perutnya. 

"Sayang sekali." Alvin melepas pelukannya dan berjalan melewati Dania. Dia menghampiri meja di ujung pembatas pagar. 

"Jadi, kenapa kamu nggak pernah datang ke kencan kita?" tanya Alvin menuang minuman anggur pada gelas kaca yang tersedia di atas meja. 

"Aku sibuk. Aku harus lembur." 

Di tengah minimnya cahaya, Dania tidak pernah tahu kalau bibir Alvin menyunggingkan senyum miring. 

"Apa itu penting?" tanya pria itu. Aura dominannya kentara sekali. Itu membuat Dania sedikit meremang. Pria itu mengenakan setelan jas rapi, lengkap dengan dasi kupu-kupu yang menempel di kerah kemejanya. Berkelas dan ... tampan. Ya, Alvin jenis lelaki tampan meskipun sedikit menyeramkan. Kata-katanya yang kadang meremehkan sangat tidak disukai Dania.

"Tentu saja penting." 

Alvin mengangguk. Dia mengacungkan sebuah gelas. "Mari kita bersulang. Malam ini adalah pesta ulang tahunku. Aku ingin merayakannya denganmu." 

"Kenapa kamu tidak merayakan bersama teman-temanmu di bawah?" tanya Dania mendekat. 

"Itu nanti, yang penting kali ini, aku mau merayakan ulang tahunku dengan calon istriku." 

Percaya diri sekali dia? Apa dia tidak tahu kalau Dania sangat tidak menyetujui perjodohan itu? 

"Aku bukan calon istrimu, jangan mimpi."

"Enggak, Honey. Aku nggak mimpi. Aku pastikan cepat atau lambat kamu akan jadi milikku." Dia menyerahkan gelas wine pada Dania. Ragu Dania menerimanya. Bisa saja kan Alvin sedang meracuninya? 

"Percaya diri banget."

"Tentu. Di sana banyak wanita yang menginginkanku." 

"Oh, ya? Kenapa tidak kamu undang mereka saja kalau begitu? Kamu nggak perlu repot-repot mengundangku kan?" 

Alvin menatap tajam Dania. Wanita itu bicara apa? "Kamu kedengarannya cemburu?" 

"Aku, cemburu?" Dania tertawa. Serius, pria di hadapannya terlampau percaya diri. "Yang benar saja." 

Tidak Dania sangka Alvin menarik pinggangnya dengan cepat, membuat isi gelas wanita itu berceceran. Bahkan tumpahannya mengenai dress yang Dania kenakan. 

"Aku nggak lagi bercanda, jadi jangan tertawa." Alvin mendekati wajah Dania. Sontak Dania menekan dada berbalut jas itu. Kepalanya menjauh menghindari hal yang tidak diinginkan. Alvin benar-benar suka main sambar tanpa aba-aba. Dan itu bahaya bagi Dania.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
SyaMeera Rizqi
kayaknya nggak ada celah untuk Dania kabur dari Alvin, sabar Dania
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status