Clara mengerjap. Rasa sakit di kepalanya terasa menyiksa. Alkohol sialan. Dia butuh analgesik. Dengan mata yang masih terpejam, tangannya meraba nakas. Namun, dia tidak menemukan apa pun di sana. Dia bergeser dan mencoba mengulurkan tangan ke sisi lain. Namun, kali ini tangannya malah meraba sesuatu. Dia tekan-tekan benda yang baru saja ditemukan tangannya. Benda apa ini? Rasanya tidak asing? Melepas benda itu, tangannya meraba ke arah lain. Ini seperti bibir.
Matanya seketika terbuka. Dia segera bangkit, tapi karena sakit kepala yang menyiksa dia kembali jatuh. Dia mencoba berdiam diri, memastikan kepalanya tidak terlalu sakit lagi. Baru kemudian membuka matanya kembali. Clara berpikir ada di kamar Alian. Namun, tidak menemukan langit-langit kamar Alian yang sering dia lihat. Clara juga yakin itu bukan langit-langit kamarnya. Lalu sekarang dia berada di mana?
Jantungnya mendadak berdetak kencang, ketika ingatannya perlahan mulai kembali. Semalam itu dia be
Jangan lupa dukung cerita ini dengan komen bintang lima ya Gaes hehe. Masukkan juga ke library biar gak ketinggalan update-nya. Happy reading_______________Sebenarnya Clara masih enggan datang ke kelab. Namun, seperti biasa Viona memaksanya untuk ikut menemani wanita itu. Malam minggu tidak mungkin Viona lewatkan begitu saja untuk having fun.Clara duduk memandangi Viona yang sedang berjingkrak-jingkrak di bawah lampu disko. Di tangannya terselip minuman soda. Dia tidak berani menyentuh alkohol sejak kejadian kemarin. Dia tidak mau kebodohan itu terulang lagi."Hai, Cantik."Clara tersentak mendengar sapaan itu. Tubuhnya kontan menyingkir saat tanpa permisi Arnold duduk di dekatnya. Pria kurang ajar. Dadanya terasa panas melihat pria itu lagi. Kenapa dia harus melihat Arnold di sini? Padahal ini bukanlah kelab yang dia kunjungi kemarin. Pria itu seolah mengikutinya."Kenapa pagi tadi kamu pergi gitu aj
Dania dengan malas menyuap makanannya. Malam minggu belum setengah jalan, tetapi dia sudah merasa bosan. Mungkin dia tidak akan sebosan ini seandainya saja yang ada di hadapannya sekarang itu Alex. Dania mendesah pelan. Dia harus rela malam minggunya dihabiskan bersama Alvin karena malam-malam sebelumnya dia menolak bertemu."Kamu nggak suka makanannya?" tanya Alvin melihat gerakan Dania yang kurang bersemangat."Sebenarnya aku lagi diet, jadi jarang makan malam." Dania mencari alasan. Harapannya semoga setelah malam ini Alvin tidak akan mengajaknya dinner lagi."Kamu nggak bilang kalau sedang diet. Tapi aku rasa nggak masalah kalau hanya makan sepotong steak." Alvin mengiris daging di piringnya lantas menusuknya dengan garpu. "Kamu mau coba punyaku?" Dia menyodorkan garpunya kepada Dania.Dania melirik garpu itu sesaat. Dia tahu Alvin sedang berusaha untuk romantis. Namun, anehnya itu tidak membuatnya berdebar sama sekali. Semanis
Setelah tour rumah, ralat tour mansion, Alvin membawanya ke sebuah ruangan di lantai dua. Dania tidak tahu ruangan apa di balik pintu besar itu.Perlahan tapi pasti, Alvin membuka pintu berpelitur itu. Mata Dania langsung membentur sebuah tirai berwarna putih kombinasi biru di sisi paling ujung ruangan. Dania pikir ini adalah ruangan biasa seperti living room karena ada set sofa klasik berwarna putih. Namun, ketika mata Dania mengedar lebih awas ternyata ini sebuah kamar. Ya Tuhan, untuk kamar saja didesain seperti president suit hotel bintang lima."Ayo, masuk. Akan aku tunjukan kamar kita nanti."Dania masih berdiri mematung di depan pintu. Dia tampak ragu."Hanya melihat, aku tidak akan melakukan apa pun, percayalah."Dania melirik Alvin. Apa lelaki itu bisa dipercaya?"Ayo, kamu bisa mengikutiku." Alvin berjalan lebih dulu memastikan kenyamanan Dania yang masih saja ragu.Dania menginjak l
Halo teman-teman, jangan lupa tambahkan cerita ini ke library kalian ya. Dan, dukung terus My Hottest Man, aku tinggu review bintang limanya.Terima kasih dan Happy Reading ^^_____________________Niken menyambut senang kedatangan anaknya ke rumah. Sudah beberapa hari ini Dania sulit dihubungi, padahal ada banyak hal yang perlu didiskusikan dengan anak semata wayangnya itu. Niken langsung membawa Dania ke ruang tengah. Di sana sudah ada Arya dan Alvin, juga dua orang lagi, entah siapa.Dania mendesah. Tidak menyangka ada pria itu di sini. Dia sudah menduga paling mereka akan membahas soal pernikahan."Ada apa, Ma?" tanya Dania begitu dia duduk. Sejenak dia melirik Alvin. Lelaki itu tampak biasa saja dengan kedatangan Dania."Kami akan melakukan pengukuran buat gaun pengantin kamu," ujar Niken memberitahu."Pengukuran? Memangnya sempat kalau bikin? Pake yang udah ada aja, kan banyak tuh ya
"Berapa hari?" tanya Alex memeluk Dania dari belakang.Dania baru saja mengabari pria itu bahwa besok dirinya akan terbang ke Perancis sebelum menuju Venesia. Hanya untuk pre-wedding. Ya, pre-wedding yang bagi Dania hanya akal-akalan Alvin untuk bisa dekat dengannya."Mungkin tiga atau empat harian.""Kenapa sih harus di luar negeri? Apa dalam negeri tidak ada tempat yang menurut kalian bagus?" Alex tidak bisa membayangkan harus berpisah selama beberapa hari dengan Dania. Dia mulai terbiasa dengan kehadiran wanita itu di apartemennya. Entah tepatnya kapan dia merasa semakin susah melepas Dania. Padahal perempuan itu sebentar lagi akan menikah."Aku juga udah minta untuk melakukannya di sini saja. Tapi, si keras kepala itu menolak dan tetap ingin melakukannya di Paris. Males banget."Alex menyeringai. Pikiran nakalnya berkelebat. "Bagaimana kalau sebelum kamu prewed dengan pria itu, kamu prewed dulu denganku."
Dania menoleh ketika telinganya menangkap suara langkah kaki mendekat. Tidak jauh dari posisinya Alvin tampak berdiri dengan mata menatap lurus padanya. Dania tidak suka cara Alvin menatapnya."Duduklah dengan benar, sebentar lagi pesawat akan take off," ucap Alvin. Pria itu lantas duduk di sebuah kursi single, dan mengenakan sabuk pengamannya.Tanpa banyak bicara, Dania mengikuti apa yang Alvin lakukan. Dia duduk di kursi single seater yang berada tepat di sebelah kiri kursi Alvin. Setelah sabuk pengaman terpasang, Dania memutuskan untuk diam dan memejamkan mata. Dia tidak berminat memulai pembicaraan dengan pria arogan itu terlebih dulu. Selama proses take off, Dania benar-benar mengabaikan Alvin. Pria itu juga tampak diam.Setelah pesawat berhasil mengudara, Dania melepaskan sabuk pengaman, dan beringsut kembali menuju sofa panjang yang berada di dekat jendela pesawat. Dania pikir Alvin akan mengabaikannya, ternyata lelaki itu pun ikut
Dania cukup terkejut ketika dia keluar dari kamar mandi. Sudah ada Alvin yang sedang duduk di tepian tempat tidur. Matanya otomatis melihat ke arah pintu. Tertutup rapat.Sial. Dia mengumpat dalam hati. Alvin menjebaknya."Kamu sedang apa di situ?" tanya Dania yang belum bergeser sedikit pun dari depan pintu kamar mandi.Alvin yang duduk dengan posisi memunggungi Dania, menoleh. "Oh, kamu sudah selesai?" Dia segera berdiri. "Aku mengambil bluetooth." Alvin menunjukkan sebuah aksesoris gadget.Dania di tempatnya menatap pria itu awas. Dia sedikit mengangguk."Oke, kalau sudah siap kamu boleh keluar. Atau kalau masih mau tetap di sini silakan." Alvin keluar lebih dulu dan membiarkan Dania tetap tinggal di master suit.Dania mengembuskan napas lega. Dia lantas mengurai rambutnya yang dia gelung ke atas ketika mandi tadi. Untung saja, wanita pemilik rambut bergelombang itu berinisiatif memakai pakaian langsung di dala
Pengambilan gambar pre-wedding dibuat senatural mungkin. Alvin benar-benar mempersiapkan hal ini dengan matang. Fotografer yang dia bawa sangat profesional, bahkan untuk make up artist dia sediakan juga. Custom dan wardrop tidak ketinggalan. Intinya apa yang Alvin kerjakan itu totalitas. Meskipun tentu saja yang sibuk adalah asistennya.Setelah mengambil gambar di bawah Jembatan Pont de Bir Hakiem, di atas permukaan Sungai Seine saat matahari terbit, mereka kembali mengambil gambar di alun-alun Trocadero. Trocadero tepat berada di antara Menara Eiffel dan Sungai Seine. Dan, terakhir mereka melakukan pemotretan di Piramida de Louvre sebelum Alvin terbang ke Spanyol."Yakin kamu nggak mau ikut aku?" tanya Alvin sekali lagi. Dia akan terbang ke Spanyol bersama Rocky untuk sebuah pekerjaan.Dania menggeleng. "Jemput aku kalau urusanmu sudah selesai," ucapnya ketika Alvin berpamitan."Oke, nggak akan lama, sore atau malam aku pastikan sudah s