Makan malam mereka sudah berakhir dari 10 menit yang lalu. Tetapi piring-piring sisa makanan masih tertumpuk rapi di tepi meja.
Pak Johan sudah memasang raut wajah yang cukup serius, ia mulai melipatkan tangannya di atas meja.
“Gini, papah pikir sepertinya kita harus pindah rumah lagi.” Ucapnya.
Semua terkejut mendengar perkataan dari Pak Johan. Bagaimana bisa, mereka pindah rumah baru sebentar. Mungkin belum ada 1 bulan, tetapi Ayahnya meminta mereka untuk pindah rumah lagi.
“Kenapa? Bukan kah rumah ini cukup nyaman?” Tanya Dion.
“Papah kenapa mendadak memutuskan untuk pindah rumah?” Tanya Bu Sisi.
Hanya Maxel lah, yang diam tidak tau harus menanyakan apa. Ia terlalu bingung kenapa harus pindah satu ke rumah lainnya.
Pak Johan menghela nafasnya, lalu ia mulai menjelaskan apa yang ia bicarakan.“Kita pindah saja ke rumah Ibumu sayang, memulai usaha baru disan
Pagi harinya Felicia sudah bersiap-siap dengan seragam putih birunya. Memakai hijab di kepala, mempercantik penampilannya dengan menutup aurat.Suara klakson motor sudah berbunyi nyaring sedari tadi, memang seperti itu kebiasaan kakeknya. Tidak mau sabar dalam urusan waktu. Membuat gerakan Felicia dalam memakai sepatu menjadi grasak-grusuk.“Iyaaa! Sabar ih, masih pakai sepatu.” Gerutu Cia kesal.Begitu menaiki sepeda motornya, ia langsung melambaikan tangan kepada Bu Elsie yang terkadang mengantarkan dirinya untuk berangkat sekolah sampai di depan pintu.Jarak dari rumahnya menuju Sekolah Menengah Pertamanya hanya 4 menit saja. Lokasi yang cukup dekat dengan rumah.***Kakinya sudah menapak di halaman depan sekolah. Lalu ia segera masuk, yang kebetulan suasana masih sepi. Felicia berjalan sangat leluasa, karena baru sedikit teman seluruh angkatannya yang berangkat.Ketika ia sud
“Gais, kalo Farah benci sama gua gimana?” Ucap Felicia di tengah mengunyah makaroninya.“Bodo amat aja! Fel, Arden dan Farah itu masa lalu.” Jawab Eva yakin.Felicia hanya mengangguk, kini pembelajaran seperti biasa di mulai.Dion sedang bermain dengan laptopnya, membuka situs sekolah barunya dan melihat foto-foto bangunan secara keseluruhan. Tetapi semakin lama, dirinya juga mulai bosan.Akhirnya ia iseng mengetik di dalam situs google, ‘kursus menjadi Dj.’ Ia membaca artikelnya dan mulai bertanya kepada orang-orang yang Dion kenal seputar tentang Dj. Ada dari orang club yang sering ia datangi, memberi tau untuk mencoba bermain turntable. Sebuah alat wajib bagi seorang Dj.“Datang aja langsung kesini, nanti malam ya sebelum club buka.” Ucap seorang pria di seberang sana.“Oke baik, thanks ya. Gua makin semangat!” Jawab Dion sambil mematikan teleponnya.&n
Hari sudah berganti menjadi malam. Saat-saat Dion bersiap-siap menuju club. Kali ini Dion tidak mengajak siapa pun, ia pergi seorang diri. Niatnya malam ini akan kursus seperti seorang DJ saja. Tidak ada minum-minuman.Dirinya sudah berdiri di depan cermin, bersolek layaknya seorang perempuan. Bersolek versi cool ala Dion. Menggunakan pomade untuk membentuk rambutnya, tak lupa memakai parfum, dan sepatu convers andalannya.Dion menuruni tangga dengan langkah kaki yang gesit, outfitnya yang selalu hitam membuat siapa saja yang melihatnya tidak heran. Memakai helm full face yang juga berwarna hitam pekat.“Mau kemana?” Celetuk Bu Sisi tiba-tiba di depan pintu.“Biasa Mah, kumpul sama teman.” Jawabnya sambil bertaut tangan.Bunyi klakson Dion pertanda izin pergi yang kedua kalinya.***Sesampainya disana, Dion segera mematikan mesin motornya. Melepas helm, dan menata rambutnya yang
Menunggu berjam-jam suaminya yang tak kunjung pulang. Matanya sudah berat, rasa kantuk telah menjalar ke seluruh tubuhnya.Akhirnya tanpa sadar, Bu Sisi terlelap dalam keadaan duduk tegak di sofa ruang tamu. Lalu 10 menit kemudian, deru motor Pak Johan terdengar. Sempat membuat Bu Sisi terkejut, dan membuka matanya dengan raut wajah bingung. Setelah sadar jika ada seseorang yang datang, Bu Sisi langsung mengira jika itu suaminya. Dan ternyata memang benar, Pak Johan disambut lembut oleh istri tercinta.Kini Pak Johan sedang duduk sembari menunduk di sofa ruang tamu, dirinya akan melepas sepatu kerjanya. “ Dimana anak-anak Mah?” Ucapnya di sela melepas ikatan tali sepatu. “Sudah tidur semua Pah.” Jawab Bu Sisi. Lalu suaminya meminta dibuatkan makan malam, perutnya sangat lapar, katanya. Dan segelas teh manis hangat, sedangkan dirinya akan membersihkan diri di toilet. Dengan senang hati Bu Sisi buatkan, meskip
Matanya sudah lelah berjam-jam monoton melihat layar komputer. Kini Dion beralih ke atas ranjangnya, menikmati semilir angin dari jendela kamar yang ia buka lebar.Menunggu kabar dari Robert perihal bermain futsal. Dari pada jenuh, ia menghampiri Ibunya. Menuruni anak tangga, dan mulai mencari. Ternyata Bu Sisi sedang berada di dapur, dan tentunya Maxel yang sudah pulang dari sekolah.Dirinya ikut menimbrung di tengah-tengah Ibunya dan Maxel, melihat di atas meja Bu Sisi sedang memotong sebuah jelly segar dan dingin. Jelly berwarna ungu yang memiliki rasa rasberry. Kemudian dibagikan lah camilan ringan itu kepada 2 anaknya, dalam sebuah piring kecil nan pipih. Mereka bertiga menikmatinya bersama.“Mah, Dion sebentar lagi pamit ya, diajak Robert main futsal.” Celetuk Dion dengan mulut yang penuh jelly.“Iya, tidak usah aneh-aneh lagi.” Sahut Bu Sisi bernada ancaman.“Koko main futsal? Boleh ikut ga?” U
Akhirnya sosok Iris muncul juga. Ia langsung menggandeng tangan Cia kasar, dan menariknya pelan sembari berjalan. Begitu sudah jauh dari sekolah ia melepaskan gandengannya, memasang badan yang siap mengintimidasi.“Benar sekarang kamu jadi pacar Arden?” Celetuk pertanyaan dari bibir Iris.Sontak membuat Felicia menunduk, ia menggigit bibirnya. Lidahnya terasa kaku untuk menjawab. Akhirnya ia hanya mengangguk pasrah.“Kenapa mau sama Arden? Fel, kamu tau sendiri Arden itu childish parah!” Sahut Iris gemas.“Aku harus gimana? Udah terlanjur.” Jawab Felicia tanpa beban.Tak terasa dari sekian obrolan perjalanan mereka sudah sampai dekat rumah, Iris sebelumnya mengajak Felicia untuk singgah sebentar di rumahnya. Tetapi Cia menolak, ia sungguh lelah. Melanjutkan perjalanannya dengan langkah berjalan yang begitu cepat.“Akhirnya sampai rumah juga,” Ujar Felicia sembari menghela nafa
Kini Dion telah bersantai, dan baru saja mengecek ponselnya. Banyak pesan chat dari Farren, ia meminta agar malam nanti menemaninya pergi. Farren meminta ditemani Dion untuk mengunjungi rumah Iris, menghabiskan malam disana.Dion pun segera membalas pesan dari kekasihnya.“Iya Far, nanti sekitar jam 7 malam ya gua samperin lu.”Setelah itu Dion beranjak pergi menuju toilet, tubuhnya lengket sehabis bermain futsal. Ia juga akan membasahi rambutnya.***-Farren-Ia terus memegangi ponselnya, tiba-tiba notifikasi pesan berbunyi. Ia membaca balasan dari Dion, lantas Farren berteriak kegirangan. Seperti biasa ia segera memilih outfit di lemari kacanya.Terdiam, sambil melipatkan tangan di depan dada. Manik matanya melirik ke kanan dan ke k
“Thank you for tonight, my boy.” Isi pesan dari Farren. Ponsel Dion berdenting, dirinya telah selesai meminum obat rutinnya. Mendudukkan pantatnya ke dalam kasur yang empuk, meraih ponsel dan melihat siapa yang mengirim pesan tersebut.Seketika kedua sudut bibirnya tersenyum, ia membalas pesan singkat Farren. “You are welcome, by.” Balasnya. Tak menunggu lama Farren segera membalas, bahkan Dion masih stay di room chat. “Aku tidur duluan ya, besok ada praktek pagi banget. Bye.” Pesan terakhir dari Farren, Dion pun hanya membacanya. Kekasihnya ini adalah siswa di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan dengan jurusan tata boga. Dimana jika praktek Farren akan membuat suatu makanan, dengan plating yang ia buat seindah mungkin, untuk dapat menarik perhatian guru. Dan tentunya mendapat nilai yang memuaskan. *** Dion tidak langsung tidur, ia menghabiskan waktunya sampai mengant