Share

Part 6

Keesokan harinya. Hari ini hari jumat, biasanya tidak diadakan pelajaran khusus, melainkan kegiatan pramuka yang dipimpin oleh para Dewan Penggalang (DP). Salah satu dari anggotanya adalah Dion. Dewan Penggalang yang dingin, dan tidak banyak bicara. Itu lah Dion disaat berperan menjalan tugasnya di sekolah. 

Dimulai dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 02.00 siang. Akan diisi dengan kegiatan PBB. 

*** 

"Sayang, kamu kuat berangkat sekolah hari ini? Ada kegiatan pramuka loh biasanya, atau kamu mau izin dulu?" ucap Bu Sisi menyambut kedatangan Dion yang sedang menuruni anak tangga ke lantai 1

Dion yang sedang berjalan menanggapi kekhawatiran ibunya, menghampiri dan memeluknya, dan berkata

"Gak apa mah, Dion kuat. Pamit dulu ya, nanti kalo ada apa-apa aku kabari." sembari mencium tangan Bu Sisi 

Lalu berjalan menuju halaman rumah, dan menaiki motornya sambil melambaikan tangan ke arah Bu Sisi.

***

Akhirnya sampai juga di sekolah. Memarkirkan motornya dan melepas helm berwarna merahnya itu. Dion yang sedang siap-siap akan masuk ke kelas, dikejutkan dengan sebuah pelukan mendarat tepat dilingkar pinggangnya. 

Menoleh ke arah spion, dan mengarahkannya ke belakang tepat ia berdiri. Terlihat seorang perempuan sedang memeluknya, erat. Dion memegang tangan yang sedang memeluknya, memperhatikan siapa perempuan ini. 

Ketika seorang perempuan itu memanggilnya dengan sebutan 'kak', ia langsung menyadari bahwa perempuan itu adalah Zelen. 

Dion berbalik arah dan membalas pelukan Zelen, menundukan kepala dipundaknya. 

Untungnya suasana diparkiran sedang sepi. Jadi tidak ada yang tau kalo Dion dan Zelen mempunyai hubungan lebih dari kakak dan adik kelas saja. 

***

Anggota Dewan Penggalang termasuk Dion, sedang mengumpulkan anak-anak untuk turun di halaman utama. Kegiatan Pramuka dimulai dengan membentuk barisan yang nantinya akan dilatih PBB secara bersamaan untuk grup kelas.  Mereka mengikuti bimbingan praktek PBB dengan seksama. Tetapi hanya berlangsung selama setengah jam saja, di karenakan anggota Dewan Penggalang kelas 3 akan mengikuti ujian kelulusan, jadi separuh waktu digunakan untuk latihan soal-soal try out, sedangkan kelas Zelen diisi dengan pelajaran materi PBB tadi dengan bapak dan ibu guru. 

Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 12.00 siang, waktunya jam istirahat kedua dimulai. Seperti biasa, anak-anak berhamburan keluar kelas untuk mencari jajanan apa yang tersisa, entah di kantin atau di luar gerbang sekolah. 

Dion dan Maxim tidak keluar, mereka di kelas memainkan ponselnya. Maxim yang sedang  bermain dating apps, sedangkan Dion mengecek instagramnya apakah ada sesuatu disana. 

Dan benar saja, ada 1 pesan belum terbaca. Dilihatnya, ternyata pesan dari Angel. Ia hanya menanyakan mengapa Dion tidak membalas chatnya, Ia khawatir Dion dalam musibah. 

"Sorry Ngel, gua baru balas. Gua habis sakit nih, nanti kita lanjut di w******p aja ya. Gua minta maaf." balas Dion

Setelah membalas pesan tersebut Dion log out instagramnya, dan membuka aplikasi w******p untuk menghubungi Zelen.

"Len." sapanya di room chat w******p

(Sekitar 5 menit kemudian baru ada balasan darinya) 

"Iya kak? Ada apa?" balasnya 

Notif ponsel Dion berbunyi, orang yang sedari tadi dia tunggu akhirnya membalas. 

"Nanti pulang bareng gua ya." balas Dion lagi 

Lalu ia mematikan data selularnya, memasukkan ponselnya ke dalam tas. Dan mengajak Maxim ke kantin untuk membeli cemilan disana. 

***

Tiba lah mereka di kantin, tepatnya di warung Bi Sumi. Dion mengambil jajanan pilus dan teh dalam kemasan yang dingin, sedangkan Maxim mengambil basreng dan air mineral dingin. Maxim yang selalu ditraktir oleh Dion, kali ini tidak. Dion akan pergi begitu saja dan bilang kepada Bi Sumi Maxim yang akan membayar semua jajanannya. 

"Bi, si Max yang bayar minta aja duitnya." sembari memasukkan butiran pilus ke dalam mulutnya 

"Lah anjir kok jadi gua." sahut Maxim ngegas 

"Kali-kali lu lah yang bayar. Dah buruan bacot banget lu." berjalan  meninggalkan Maxim yang sedang mencari sisa uang receh disaku celananya

Setelah proses bayar membayarnya selesai, Maxim mengejar Dion dan memukul kepalanya keras sambil berlari kecil dan mengumpat

"Tai." kata Maxim

Dion hanya terkekeh, sambil melempari si Max dengan sisa pilusnya itu. 

***

Bel berbunyi, pertanda jam istirahat sudah selesai. Semua murid kembali ke kelasnya masing-masing, yang akan dilanjut dengan jam pelajaran terakhir, lalu pulang. 

***

Tak lama bel pelajaran terakhir berbunyi, waktunya siswa pulang. Dion yang sudah keluar kelas lebih cepat segera menuju parkiran motor, dan menunggu di depan pintu utama sekolah tersebut. 

Di sela menunggu Zelen, ada Maxim yang mengklaksonnya, pertanda si Max pamit pulang lebih awal. Dirinya tau jika Dion tidak langsung pulang ke rumah, tetapi mengbucin dulu dengan sang pacar.

Setelah sekian menit Dion menunggu, akhirnya Zelen muncul juga. Dan menghampiri Dion yang memperhatikan dia sedari dia datang.

"Kak, maaf ya tadi gua piket dulu." sembari memakai helmnya

"Santai aja. Pegangan Len." menghidupkan motornya dan pergi meninggalkan sekolah

***

Sekiranya sudah jauh dari sekolah, Dion kembali membuka percakapan kepada Zelen. 

"Len, berhenti disini dulu ya." meminggirkan motornya di tepi jalan raya

"Loh kenapa kak?" tanya Zelen kebingungan

Zelen yang mengikuti Dion duduk tanpa memakai alas. Yang sudah sedari tadi duduk sewaktu membuka obrolannya lagi.

"Gua kan mau ujian, gua mau fokus dulu biar belajar juga gak terganggu." ucap Dion pelan memberi penjelasan

"Maksud kaka kita mau udahan sampai sini aja?" jawab Zelen lirih 

"Iya Len, gak apa kan? Kan kita masih bisa ketemu di sekolah, lu juga tetap jadi adik kelas gua. Masih bisa main bareng, ya Len ya?" mohon Dion sambil memegangi tangan Zelen 

Zelen yang mendengar kata menyakitkan itu, mulai menangis. Walaupun sebenarnya ia juga tidak begitu serius dengan Dion, tetapi aura dan karisma seorang Dion masih sulit dilupakan, seakan sosoknya selalu menghantui. 

Tidak mengucap sepatah kata pun, ia hanya menunduk. Roknya basah, air matanya terus menetes tanpa jeda. 

Dion yang melihatnya iba, tetapi mau bagaimana lagi Zelen hanya sebagai permainanmya saja. Ia langsung memeluk Zelen dan mengelus lembut rambutnya. Zelen masih saja menangis tersedu-sedu, dan makin erat Dion memeluknya. 

*** 

Dion melepaskan pelukannya, dan meminta Zelen segera naik ke atas motor agar bisa di antarnya pulang. 

Sepanjang perjalanan Zelen masih terus menangis, ia enggan memeluk Dion seperti sebelumnya. Menangis yang tadinya diam hingga bersuara. 

Dion yang merasa terganggu dengan Zelen, ia mencoba menenangkannya. Ia tarik kembali kedua tangan Zelen, dan membentuk lingkaran diperutnya. Alih-alih supaya Zelen memeluknya untuk yang terakhir kali. 

Zelen yang tadinya tidak mau memeluk Dion, kini ia pasrah saja. Tangannya sudah melingkar diperut Dion, tetapi jarak duduknya masih berjauhan. Dion saking gregetnya setengah mati, akhirnya ia mengerem motornya mendadak, dan alhasil Zelen pun terpaksa memeluk Dion erat, agar tidak terpental jauh. 

Harapan Dion mantan pacarnya ini Zelen, bisa tenang dengan memeluknya, tapi tidak. Kenyataannya justru Zelen makin menjadi-jadi, ia makin menangis kencang, air matanya terus jatuh sederas air hujan. 

*** 

Dan pada akhirnya motor Dion berhenti di depan rumah mewah berwarna putih, untuk yang terakhir kalinya. Tanpa aba-aba Zelen turun dan berbalik badan menuju pintu gerbangnya sambil terus menangis. 

Dion hanya bisa diam, dan memandangi Zelen sampai tidak terlihat. Lalu ia tancap gas, mengendarai motor di atas rata-rata menuju rumah Maxim, sahabatnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status