Beberapa menit kemudian pesanan mereka datang. Sepaket nasi dan lauk, serta minuman dingin lemon tea sebanyak 3 buah. Mereka melahapnya dengan cepat.
Setelah sekian menit mereka telah menghabiskan waktunya di cafe, kini makanan dan minuman yang mereka pesan pun sudah habis. Memberi waktu kepada perutnya, agar semua makanan yang mereka makan bisa cepat turun dalam kurun 1 jam. Dalam 1 jam itu pun Dion dan Max mengisinya dengan mengobrol santai, lagi-lagi menghisap vapornya kembali.
***
-Perjalanan pulang-
Mereka bertiga sudah meninggalkan cafe itu, kini Dion dan Max sedang mengantarkan Farren ke rumahnya.
“Akhirnya sampai.” ucap Dion kepada Sofia
“Thanks pacar!” jawab Farren sambil mencubit pelan hidung Dion
“Aku masuk ya,” timpal Farren lagi sambil berjalan memasuki rumahnya
Respon Dion hanya mengangguk saja, lalu ia segera menuju rumahnya yang hanya selisih 1 rumah.&
Langkah kakinya berjalan menaiki anak tangga, menuju lantai 2. Ia ingin menemui anak sulungnya. Diketuk lah pintu kamar Dion.“Diooon! Ini papah, tolong buka pintunya, papah mau bicara.”Dion yang tukang tidur, dan selalu susah untuk dibangunkan pun tidak merespons ketukan pintu dari Pak Johan. Terpaksa ia harus menyelonong masuk ke dalam kamar anaknya, karena kebetulan pintunya tidak terkunci.“Bangun! Dion, sebentar. Ayo bangun!” ucap Pak Johan kepada Dion, sambil menggoyang-goyangkan badannyaPerlahan mata Dion terbuka, ia mengusap matanya kasar.“Iya pah, ada apa?” jawab Dion, sembari beranjak duduk“Gini, bantu papah ya buat mengisi acara pesta kecil-kecilan terpilihnya pak RT. Menurut kamu, kita isi dengan acara apa? Kamu bisa dance kan?”“B-bisa pah, shuffle. Anak-anak mau diajari shuffle? Papah yakin?”“Ya, yakin. Nanti papah
Felicia sudah kembali. Ia segera mengenakan mini dress berwarna hitam pilihan ibunya. Lalu langkahnya berjalan menuju depan cermin, ia sedang menilai dirinya sendiri, apakah cocok memakai mini dress ini?Panjang dress yang hanya di atas lutut, bagian lengan yang bergelembung seperti balon. Dan sedikit memperlihatkan area lehernya yang indah. Felicia mulai berdandan, dengan memakai bedak tabur. Ia oleskan ke seluruh wajahnya dengan rata. Lalu ia tarik ikat rambutnya, membiarkan rambut panjangnya terurai sempurna.Setelah selesai, Felicia bergegas menghampiri Seren. Dirinya berlari kecil, karena sangat terburu-buru.“Mah, Felicia berangkat dulu ya. Ucapnya sambil berjalan menuju kamar Seren.Teriakan dari ibunya itu samar-samar terdengar, Bu Elsie menyuruhnya agar hati-hati dalam perjalanan.***Sesampainya di depan kamar Seren, ternyata saudaranya ini masih dalam proses pencarian pakaian apa yang akan dia pakai. Ka
Akhirnya mereka sampai di sebuah lapangan milik kampus terkenal di kota mereka. Lapangan itu memang sengaja dibuka untuk umum.Dion dan Max, segera memasuki area lapangan. Kebetulan disana ada sekumpulan komunitas skateboard yang memang sedang bermain di lapangan itu. Komunitas itu juga sangat terbuka sekali, bagi yang bukan anggota untuk mencoba bermain skateboard bersama mereka.Karena nyali Dion yang lebih berani ketimbang Max, akhirnya ia yang mengajukan permintaannya untuk bergabung ke dalam komunitas tersebut.Dion berjalan dengan rasa percaya dirinya, dan Max membuntuti dari belakang.“Hai kak, gua lihat dari jauh komunitas ini sangat terbuka untuk umum. Boleh kita berdua ikut bergabung?” Tanya Dion kepada ketua komunitas.“Halo, iya betul sekali. Kalian berdua mau ikut juga? Masih ada nih yang belum dipakai, tinggal pilih aja yang mana. Nanti gua bantu kasih arah.”“Iya kak, kita ma
Kali ini Felicia tidak bersemangat, entah mengapa rasanya malas sekali untuk berlatih dance. Terlebih lagi untuk pembagian kelompok yang diarahkan Pak Johan, saudaranya Seren salah satu bagian dari kelompok Dion.Felicia hanya merasa sedikit cemburu kepada Seren. Tetapi dirinya salah satu bagian dari kelompok Velma. Dan sisanya Farren, ia memimpin anak-anak lainnya.Lalu, pertama-tama Dion menjelaskan langkah dasar untuk mendalami gerakan shuffle. Ia maju ke depan layaknya moderator.“Oke, jadi gua disini akan memberi penjelasan tentang teknik shuffle dance. Shuffle sendiri mempunyai 2 step, T-step dan Running Man. Gerakannya cukup mudah, kalian perhatikan.” Ucap Dion kepada anak-anak.Tetapi sebelum Dion memperagakan gerakan shuffle, ia meminta tolong kepada ayahnya agar anak-anak bisa berbaris dengan rapi.“Kalian bisa berdiri baris yang rapi kan? Sini om yang atur format barisannya.” Ucap Pak Johan s
-Felicia-Beberapa hari yang lalu, Felicia pulang lebih sore dari biasanya. Ketika ia pulang, ibunya selalu mengomel. Bahkan ia memarahinya agar tidak lagi mengikuti latihan dance shuffle itu, karena membuat anaknya harus pulang malam hari.Sempat terjadi perdebatan antara Felicia dan Bu Elsie. Tetapi keputusan akhir, Felicia tetap mengikuti latihan dance itu. Ia tak menghiraukan omelan dari ibunya. Sesungguhnya Felicia dan Bu Elsie sering sekali bertengkar, karena mereka tidak mempunyai satu pikiran. Pikiran mereka tidak sejalan. Bahkan dimana hari yang memperlihatkan mereka sedang baikan, justru semua orang terheran-heran dalam momen tersebut.***Hari ini adalah hari dimana pelaksanaan pesta kecil menyambut ketua RT baru dimulai. Jadwal acara berlangsung pada malam hari pukul 19.00 atau pukul 7. Tetapi untuk anak-anak bersiap-siap 30 menit sebelum acara dimulai. Karena persiapan yang banyak, belum lagi harus memasang sound system dan
Berhari-berhari Dion disuguhkan pemandangan 2 gadis kecil yang senang berlalu lalang di depan rumahnya. Tingkah mereka sangat lucu, membuat dirinya gemas. Tak jarang juga ia memergoki Seren dan Felicia sedang mengintip ke dalam rumahnya.Kala itu Dion sedang berbaring di sofa ruang tamunya, lalu ia tiba-tiba melihat bayangan seseorang dibalik jendela. Dirinya berusaha menyelidiki siapakah 2 orang ini? Gelagatnya seperti sedang mencari obyek yang mereka cari. Sampai terdengar bisikan suara yang tidak asing bagi Dion.Memejamkan mata sambil terus berpikir, seperkian detik kemudian ia menyadari kalo 2 orang yang sedang mengintip itu adalah Seren dan Felicia. Dion menahan tawanya, ia tak habis pikir dengan kedua gadis itu.***Hari ini, cuaca yang sedang tidak bersahabat. Awan mendung terus menyelimuti langit yang terasa sendu, seakan memberi sinyal sedang merintih kesakitan. Membuat suasana hati menjadi tidak terlalu bersemangat untuk menja
2 tahun berlalu, Felicia yang tak lagi menemani Seren untuk melihat sosok Dion setiap harinya. Dion yang juga hilang kabar. Bukan hanya Dion, teman-temannya pun sama. Sudah jarang terlihat, begitu pun Felicia, mengingat namanya saja ia tak bisa apalagi mengingat wajah Dion itu. ***Malam harinya, sahabatnya Maxim menghubungi pria keturunan Tiongkok ini. Ia meminta Dion untuk menemaninya pergi clubbing. Kebetulan Dion yang sudah lama tidak bersenang-senang, ia pun mengiyakan ajakan Max. Beberapa menit kemudian, Max sudah sampai di depan rumah Dion. Ia mengambil ponsel dalam saku jaketnya, dan mulai menelefon. -Berdering- "Bas! Buruan turun, gua udah di depan rumah lu.” Ucap Maxim kepada Dion. “Ya ampun sabar monyet! Gua lagi turun.” Jaringan teleponnya terputus. Beberapa detik kemudian, Dion sudah menyalakan mesin motornya. Tak menunggu lama, mereka segera menancap gas sampai melebihi kecepatan di atas
Pak Jarrel pamit pulang, Felicia menunggu ayahnya sampai benar-benar pergi baru ia akan memasuki rumahnya kembali.“Ayah pulang dulu, Cia.” Ucap Pak Jarrel sambil melajukan motornya.Felicia tersenyum dan melambaikan tangannya, sebagai tanda perpisahan. Ia kembali ke dalam rumahnya dengan senyum yang terus mengukir di sudut bibirnya. Kembali menuju dapur menghampiri Bu Elsie.“Kenapa ayah kamu kesini? Habis melakukan apa aja sama kamu?” Tanya Bu Elsie menyelidik.“Ya tujuannya ketemu aku, cerita-cerita biasa aja di depan tadi.”“T-tapi Cia diberi uang jajan kok.” Jawabnya.Bu Elsie tidak memberikan respons apapun dengan kata-kata Felicia yang terakhir ia ucap. Ia sibuk dengan masakannya yang belum matang.***Tak terasa sudah memasuki sore hari, angin yang panas bercampur pantulan sinar dari matahari. Dion sudah siap dari beberapa menit ya