Tut... tut... tut... panggilan pun tersambung.
“Pak kepala, ada yang ingin bertemu dengan Anda, di bangsal IGD!”
Di seberang telepon pun terdengar, “Siapa yang sedang mencariku?” kepala rumah sakit bertanya.
“Orang yang ingin bertemu Anda, bernama Raven Jiang!” Ungkap perawat.
Kepala rumah sakit sedikit kaget, seraya berkata, “APA!!!”
“Tuan besar? Aku akan segera ke sana!”
Sang perawat pun sedikit kaget, kala mendengar teriakan dari kepala rumah sakit.
Dengan tergopoh-gopoh kepala rumah sakit bersama dokter yang lain, menuju bangsal IGD.
Raven Jiang sedang duduk di samping ranjang, memperhatikan dokter jaga yang lain mengobati, dan kembali menjahit luka Christian.
Raven berkata, “Hati-hati, jangan membuat cucuku kesakitan!”
Dokter jaga hanya menganggukkan kepalanya.
Christian yang menyadari ekspresi tegang dokter jaga pun, dengan tersenyum lembut dia berkata, “Tenanglah, jangan gugup! Perla
“Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif!” Clarisa terus mencoba menghubungi nomor yang tadi menghubunginya, namun tetap tidak bisa. “Kenapa tidak bisa?” “Apa yang sebenarnya terjadi?” Clarisa terus menerus berbicara sendiri. Sopir taksi pun menjadi sedikit bingung melihat pelanggannya menangis. “Ayolah...!!!” Clarisa terus mencoba menghubungi nomor tadi. Jalanan sangat macet, bahkan mobil yang di tumpanginya tidak bergerak sama sekali. “Pak sopir, apa yang terjadi sekarang?” “Mengapa mobilnya tidak bergerak?” Clarisa bertanya dengan cemas. “Saya juga tidak tahu, nona!” “Sepertinya di depan sana, terjadi kecelakaan!” Ungkap sang sopir. Clarisa semakin khawatir. “Ini terlalu lama! Jika aku menunggu di sini!” “Bagaimana jika aku tak sempat menemui Lukas?” dirinya semakin tak terkendali. Pikiran-pikiran negatif pun bersarang di kepalanya. Jarak antara tempat nya berad
Saat di tengah perjalanan tiba-tiba saja perbaikan jalan, sehingga mobil harus berputar arah, padahal jarak ke rumah sakit 1 Km lagi. Dengan banyak pertimbangan Clarisa memilih turun dan kembali berlari menuju rumah sakit.“Nona, di depan ada perbaikan jalan! Sehingga harus berputar!” Ungkap sang sopir.Clarisa sedikit tersenyum seraya berkata, “Tidak apa-apa pak, lagi pula rumah sakitnya sudah dekat!”“Jadi saya turun di sini saja ya pak!” Clarisa turun seraya menyerahkan ongkos taksinya.“Ah, aku harus kembali berlari lagi!” Batin Clarisa.“Lukas jika kau berani meninggalkan aku, apa pun yang terjadi, aku akan menyeretmu dari neraka untuk kembali padaku!” Dengan kaki yang sudah terluka, Clarisa meneruskan perjalanannya.“Rasanya aku hampir mati! Kedua kakiku begitu sakit!” Ungkap Clarisa!Setelah berlari 15 menit, akhirnya Clarisa sampai di rumah sakit. Clarisa
Drrrttt... drrrttt... ponsel Conan bergetar. Terlihat dilayar ponsel Christian melakukan Video Call. Conan mencoba menjawab panggilannya, dan terlihatlah Christian dengan balutan perban di kepalanya. “Kakak! Akhirnya kakak menjawab panggilanku!” Seru Christian yang sangat bersemangat kala melihat, dan mendengar suara Conan. Conan sedikit cemas, kala melihat luka di kepala Christian, dia berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Christian tersenyum seraya berkata, “Ah ini, aku tidak hati-hati!” “Sehingga aku terjatuh, dan melukai kepalaku!” “Ya! Kenapa kau tidak hati-hati!” Conan sedikit marah pada Christian. “Aku kan sudah bilang aku tidak sengaja!” “Mengapa kakak malah memarahiku balik?” Ungkap Christian yang sedikit kesal. Conan yang melihat Christian menunduk, merasa sedikit bersalah pada Christian. “Baiklah, maafkan aku karena sudah membentakmu!” Conan berkata dengan menyesalnya. Christian
Clarisa duduk di ranjang sebelah Lukas, dia sedang menunggu dokter, dan perawat tiba, untuk mengobati kakinya yang sakit.“Ah,” Clarisa meringis kesakitan.“Apakah begitu sakit?” dengan sedikit cemas Lukas bertanya.Clarisa hanya menganggukkan kepalanya.“Tunggulah sebentar lagi mereka akan tiba!” Ungkap Lukas.Tak berselang lama, dokter beserta perawat pun tiba.“Baiklah nona Clarisa, mohon di lepas sepatunya!” ujar sang dokter.Clarisa mulai melepas sepatunya seraya meringis. Setelah di buka, terlihatlah luka di punggung kaki, serta ujung kuku nya, mengeluarkan darah.Pemandangan itu membuat mata sakit kala melihatnya.“Ah, ah, tak bisakah dokter sedikit lembut, saat membersihkannya?” Clarisa meringis kesakitan.Lukas yang melihat dan mendengar perkataan Clarisa pun mengeluarkan suaranya, “Lebih lembutlah pada istriku, dia sang
Selagi Clarisa tertidur, Lukas mendapat kabar bahwa vila keluarga Shen, sedang dalam proses penjualan. “Presdir, vila keluarga Shen telah mengajukan penjualan. Apakah Anda ingin membelinya?” Lukas terdiam sejenak, lalu dia berkata. "Beli lah, suruh seseorang untuk datang membelinya, dan jangan biarkan orang lain mengetahuinya.” “Baik Presdir. Akan saya lakukan sesuai perintah Anda,” ucap sang asisten. Lukas menutup teleponnya, dan kembali memandang Clarisa yang masih terlelap. “Kau sungguh indah Clarisa, bahkan kau adalah yang paling indah semasa hidupku,” batin Lukas. Drrrttt... drrrttt... drrrttt, ponsel Lukas bergetar. Menandakan ada pesan masuk pada layar ponsel Lukas. “Presdir. Apakah Anda sibuk? Saya ingin menyampaikan kabar baik, tentang tuan kecil,” isi pesan tersebut. Lukas membalas pesan tersebut, dan tak ingin menghubungi Jay, karena Clarisa ada di sebelahnya. “Ada apa? Aku sedang bersama Claris
Di pagi hari. Lukas yang terbangun lebih dulu pun, memandang wajah cantik Clarisa yang masih terlelap dalam tidurnya, dia memandang wajah Clarisa begitu intensnya. “Kau memang cantik istriku, walaupun dalam keadaan tertidur pun kau tetap cantik,” batin Lukas. “Rasanya aku begitu merindukanmu, padahal baru 2 hari aku tidak melihatmu, namun rasanya begitu lama.” Lukas semakin mendekat pada wajah Clarisa, dengan lembut dia mencium bibir Clarisa hang ranum itu. Clarisa yang merasakan sentuhan lembut itu pun perlahan terbangun, dan di saat dirinya mulai membuka matanya, terlihat sepasang netra yang sangat indah sedang menatapnya. Lukas pun tersenyum menciumnya kembali seraya berkata, “Morning Kiss,” seraya bangkit meninggalkan Clarisa. Namun saat Lukas akan berbalik meninggalkannya, dengan cepat tangan Clarisa menarik tangan Lukas, tanpa memedulikan luka Lukas yang belum kering. Lukas yang kehilangan keseimbangannya pun harus
Drrrttt... Drrrttt... ponsel Clarisa bergetar, di layar tertulis nama Joana Lei. Di seberang telepon terdengar suara setengah berteriak. “Clarisa ada apa? Apakah telah terjadi sesuatu?” Clarisa menjawab, “Ada hal yang harus aku urus. Maafkan aku karena tidak memberimu kabar.” “Kau tahu aku sangat mengkhawatirkanmu, aku melihatmu berlari begitu ketakutan di jalan,” ungkap Joana. “Aku sedang berada di rumah sakit sekarang, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku sekarang,” ucap Clarisa. “siapa yang sakit? Apakah kau sakit? Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau sakit?” ungkap Joana yang sedikit cemas. “Bukan aku yang sakit,” ungkap Clarisa. “Apakah itu Lukas?” Joana dengan lantangnya memanggil nama Lukas. “Hei. Jaga bicaramu, aku di sini sedang bersama nya,” Clarisa memberitahu Joana. “Oopps, sorry. Aku tidak tahu jika kau sedang bersamanya,” ungkap Joana. “Apakah kau baik-baik saja? Bagaimana dengan kedua p
Clarisa yang telah sampai di depan pintu gerbang vila keluarga Shen. Di sana dia terdiam cukup lama memandang rumah tua, yang menjadi saksi bisu kelahiran ibu Clarisa, maupun kelahiran dirinya.“Ah, sudah lama sekali aku tidak menginjakkan kakiku kesini,” batin Clarisa.“Apakah ayahku masih berada di dalam?” Clarisa mencoba menekan belnya.Ding.. dong... ding... dong, bel berbunyi.Terlihat dari dalam vila keluar seorang wanita tua. Ya itu adalah bibi wulan.Bibi wulan sudah bekerja di vila keluarga Shen sejak Lou Shen, ayah Clarisa masih remaja. Hingga Clarisa lahir bibi Wulan lah yang merawat Clarisa. Bibi wulan ini sudah seperti keluarga baginya.“Nona Clarisa?” ucap wanita tua yang menghampiri Clarisa.“Bibi. Bibi Wulan. Saya Clarisa Bi,” ungkap Clarisa.“Nona ke mana saja? Bibi kira nona tidak akan kembali kemari,” ungkap Bibi Wulan.Seraya membukakan