Kini keduanya duduk di hadapan Raven yang menatap keduanya dengan tatapan yang tidak percaya, Raven melipat kedua tangannya di dada. Ia menatap Lukas mau pun Clarisa secara bergantian. Clarisa sangat malu karena hal ini jadi dia tidak sanggup memandang wajah ayah mertuanya itu.
“Mengapa selalu mengganggu?” Lukas berkata dengan ketus pada Raven.
“Bukan begitu,” Raven menimpalinya.
“Jika tidak mengganggu lalu apa?” Nada suaranya terdengar tinggi. Clarisa juga baru pertama kali melihat Lukas semarah itu pada ayahnya sendiri. Clarisa menggenggam tangan Lukas saat ia berusaha meluapkan amarahnya pada Raven. Ia tersenyum dengan lembut pada Lukas mengisyaratkan untuk berhenti berdebat karena nya.
Lukas mencoba mengatur napasnya berusaha untuk tenang, ia menatap Clarisa lembut lalu menarik tangannya hingga Clarisa ikut berdiri bersamanya. Lukas memalingkan pandangannya pada Raven yang masih terheran-heran karena sikap yang ditunjukkan oleh Lukas hari in
Cerahnya mentari telah berganti dengan indahnya senja di sore hari. Matahari terbenam membakar seluruh kota hari ini Conan tenggelam ke dalamnya, yang ia lakukan hanya berdiri di depan jendela kaca menikmati semua keindahan yang diberikan Tuhan hari ini. Bersama Athes ia melewati harinya.“Tuan muda, Tuan Besar ingin bicara dengan Anda.” Athes menyerahkan ponselnya. Conan mengulurkan tangannya menerima ponsel Athes.“Halo Ayah ada apa?” Conan berkata sedikit lirih.“Malam ini Ayah tidak bisa pergi menemanimu, ada urusan yang lebih mendesak di sini. Ibumu juga harus menemani Christian.”“Eng, tidak apa-apa. Lagi pula di sini ada Mr. Athes. Tidak perlu cemas semuanya baik-baik saja.” Selesai bicara Conan segera menutup sambungan teleponnya. Ia menatap Athes dengan raut wajah yang tidak berdaya.“Ada apa? Mengapa menatapku seperti itu?” ia bertanya pada Athes yang sedari tadi menatapnya.
Di kamar yang dengan pencahayaan yang sedikit remang-remang Clarisa terbangun dari tidurnya, ia melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan tengah malam. Clarisa menyadari bahwa suaminya tidak pulang malam ini ada sedikit rasa takut karena suaminya tak kunjung pulang setelah mereka berpisah di sore hari karena urusan kantor yang sedikit mendadak. Clarisa mencoba menghubungi suaminya tetapi nomor Lukas tidak bisa dihubungi. Ia berjalan ke arah jendela kaca yang besar itu mencoba menyibakkan gorden langit tampak sangat gelap. Perasaannya sangat tidak karuan mengingatponsel Lukas tidak bisa dihubungi sedari tadi. Clarisa keluar kamar ia berjalan ke ruang kerja Lukas tetapi ia tidak menemukan sosok Lukas di sana, Lukas sama sekali tidak pulang ke rumah malam ini. Clarisa teringat bahwa Athes berada di rumah sakit sehingga ia juga mencoba untuk menghubunginya namun, sama seperti sebelumnya Athes juga sulit untuk dihubungi. “Jay pasti tahu keberadaan Lukas.” C
Lukas berada di balik pintu itu, ia menyandarkan tubuhnya pada dinding mencoba untuk tidak terlihat oleh Christian bahwa dia memperhatikan mereka. Perasaannya begitu tak karuan kala mendengar percakapan antara putra keduanya dan juga istri kecilnya. Lukas merenungi apa yang terjadi hari ini.2 jam sebelumnyaLukas duduk bersandar di depan pintu kamar rawat Christian, air matanya terus mengalir tanpa henti Lukas mencoba untuk tidak menangis tetapi ia tak kuasa menahannya. Di saat Lukas larut dalam kesedihannya tiba-tiba langkah kaki kecil menghampirinya dan berdiri di hadapannya wajahnya pucat namun, senyuman indah membingkai wajahnya yang tampan.Conan mengulas senyuman terbaiknya saat Lukas menatap wajahnya. Wajahnya begitu tenang tetapi sorot matanya tidaklah bisa bohong tersirat dengan jelas ketakutan di sana.“Apa yang Ayah lakukan di sini? Kenapa Ayah menangis?” Conan berjongkok sehingga wajahnya dengan Lukas hampir
Malam sudah berganti menjadi dini hari, setelah pergi mandi dan berganti pakaian Lukas masuk ke dalam kamar Christian. Di sana dia melihat Clarisa tertidur sembari memeluk Christian. Wajahnya tetap saja cantik walau sedang tertidur. Lukas menaikkan selimut pada keduanya Ia mengecup mesra kening istrinya. “Maaf telah membuatmu khawatir.” Saat Lukas ingin meninggalkan keduanya tiba-tiba ada yang menarik lengannya. Otomatis Lukas berbalik untuk melihat siapa yang terbangun dan ternyata Clarisa. “Kapan kau sampai?” Clarisa mengucek kedua matanya yang masih mengantuk. Lukas segera membelai rambutnya menatapnya dengan hangat. “Kenapa kau bangun? Kembalilah tidur.” “Aku begitu khawatir padamu. Ke mana saja kau? Mengapa ponselmu tidak dapat dihubungi?” Clarisa memberondong Lukas dengan pertanyaan. Lukas tersenyum hangat menatap istrinya yang terus bertanya walau dirinya masih mengantuk. “Apa kau ingin pindah ke kamar kita?” Lukas bertanya semb
Keesokan paginya Lukas telah bangun dari tidurnya ia menatap wajah Clarisa yang ada di sampinnya. Jemarinya yang ramping dan lentik itu menyentuh helaian rambut Clarisa yang sedikit berantakan disentuhnya dengan lembut dan penuh kasih. “Apa kau tidak ingin bangun?” Lukas bertanya pelan. “Sudah jam berapa ini?” sahutnya dengan mata yang masih terpejam. Suaranya terdengar serak. “Sudah pukul 09:00.” Lukas kembali menatap Clarisa yang mencoba kembali tidur. “Biarkan aku tidur sebentar lagi. Aku terlalu lelah.” Clarisa menarik selimutnya dan kembali meringkuk. “Kembalilah tidur, aku akan membangunkanmu sebentar lagi.” Lukas segera bangun ia beranjak pergi ke kamar mandi dengan keadaan telanjang bulat. Sejenak Clarisa membuka matanya melihat pemandangan pagi hari yang kian menggoda. Lukas yang menyadari tatapan Clarisa menyunggingkan sedikit ujung bibirnya yang sensual. Ia berbalik ke arah Clarisa yang sedari tadi menatapnya. Clarisa segera
Hari telah berganti begitu pula dengan bulan. Waktu berlalu begitu cepat 3 minggu pertama setelah kemoterapi keadaan Conan baik. Tak ada keluhan yang berarti hingga 3 pekan kemudian Conan mendapatkan kemoterapi nya yang kedua. Satu bulan telah berlalu semenjak Conan mendapatkan kemoterapinya yang kedua, Conan lebih banyak berdiam diri di dalam kamarnya.Sedangkan Christian sudah berlarian. Ia begitu menikmati kehidupan normalnya yang bukan sebagai anak genius melainkan anak-anak normal lainnya. Hari-hari dilewatinya dengan penuh kegembiraan berbanding terbalik dengan yang dialami oleh Conan hari-harinya dipenuhi dengan rasa sakit dan gelisah.“Conan,” terdengar suara ketukan dari balik pintu kamarnya.Lukas mendorong pintu, ia masuk ke dalam dan melihat sesosok anak tengah duduk di sofa menatap ke arah luar dimana ada Christian yang sedang bermain di luar sana. Tatapannya begitu lekat dan dalam tersirat kecemburuan di dalam matanya yang sayu.
Conan berjalan dengan riang di sebuah pusat perbelanjaan di sana ia berlari ke sana ke mari tanpa memdulikan kondisinya yang masih lemah. Sejak menjalani kemoterapi kedua Conan belum bisa melakukan kemoterapi yang ketiga karena kondisinya yang memburuk. Dan siang ini ia begitu gembira saat Lukas membawanya jalan-jalan sebelum pergi ke tempat pangkas rambut. Saat Conan tengah berlarian ia tidak sengaja menabrak sepasang pria dan wanita yang sedang berjalan sembari membawa kopi di tangannya. Conan tidak sengaja saat menumpahkan kopi pada gaun cream yang dikenakan oleh wanita yang ada di hadapannya. Conan jatuh terduduk sembari meminta maaf pada wanita yang ditabraknya. “Maafkan aku Tante, maaf.” Ucapnya sembari terus menundukkan kepalanya. Sementara wanita itu berteriak dengan keras ia bahkan sedikit mendorong Conan yang sudah bangkit hingga dalam jatuh dalam posisi duduk lagi. “Kau ini! Seharusnya kau tidak berlarian seperti itu!” wanita itu ter
Lukas berjalan dengan anggun menuju tempat Conan berada raut wajah yang tadinya tidak baik itu seketika berubah saat Conan mengulas senyum hangat padanya. Wajah pias itu masih kentara di antara senyum yang menghiasinya. Lukas semakin mendekati keberadaan Conan. Ia setengah berlutut di hadapan Conan. “Apakah sudah lebih baik?” “Eng,” Conan menganggukkan kepalanya pelan sebagai balasan dari pertanyaan Lukas. “Lalu apa kau masih ingin pergi memotong rambutmu?” Lukas kembali bertanya dengan suara yang sedikit bergetar. Senyum hangat itu kembali muncul di wajahnya tangan kecilnya menyentuh pipi Lukas terasa lembut dan begitu dingin saat disentuh olehnya, Lukas menatap matanya yang sendu. “Dingin sekali?” “Aku hanya sedikit kedinginan saja Ayah, tidak perlu dikhawatirkan!” Conan beranjak dari duduknya ia mencoba mencoba menarik tangan besar Lukas agar segera menuju tempat dimana ia akan memotong rambutnya. Lukas menguatkan hatinya lalu mengikuti kem